BEST FRIEND OR BOY FRIEND
CHAPTER 2
***
Keesokkan
harinya,
“Daya!”
Yasmin berterial tepat didepan pintu kelas Daya, melambaikan tangan kanannya
dan tersenyum kearah Daya duduk. Daya menoleh kesumber suara dan sekilas senyum
merekah dibibirnya.
“Ayo,
kita kekantin. Aku sudah lapar.” ucapnya sambil mengelus – elus perutnya dengan
tingkah lucunya. Daya terkekeh kecil.
“Tunggu
ya.” Daya membereskan sisa bukunya dimeja.
Penghuni
kelas Daya memperhatikan mereka berdua, ini adalah hal yang sangat terlihat
jarang sekali. Daya seseorang yang dingin dan tak pernah berbicara jika tidak
ada perlu tersenyum riang dengan siswi lain dari kelas sebelah.
“Ini
sungguh aneh ya?” bisik seorang gadis berambut ikal membisik ditelinga gadis
berambut kuncir satu disampingnya.
“Iya,
kenapa anak itu mau berteman dengan dia?” bisik siswi yang lain.
“Itu
Yasmin, siswi dikelas 3A IPA. Kudengar dia paling pintar dikelas setelah
Azfar.” bisik teman gadis itu disampingnya.
“Kok
mau yah berteman dengan Daya.”
“Apa
dia itu lesbi ya?”
“Tampilannya
saja feminim, tapi kelakuannya seperti laki – laki.”
Hampir
semua berbisik – bisik atas kedatangan Yasmin kekelas Daya, Daya menatap Yasmin
khawatir karena ia melihat tatapan amarah Yasmin kepada teman – teman sekelas
Daya.
Belum
sempat Daya menyentuh bahu Yasmin, Yasmin sudah berteriak. “Hey kalian! Kalau
berani bicara didepanku! Jangan seperti pengecut, berbisik – bisik seperti itu.
Menjijikan!” marahnya dengan bertulak pinggang. Penghuni kelas sontak terkejut
akan tingkah Yasmin yang tanpa sepengetahuan mereka akan berteriak seperti itu.
Seorang
siswa berdiri, “Hehehe, maafkan kami ya Yasmin. Memang anak – anak dikelas ini
sering kali bergosip yang tidak benar.” jelasnya.
“Hey
kamu, kenapa mengatakan seperti itu pada kami.” protes gadis berambut ikal itu.
“Kan
memang seperti itu kenyataannya. Kalian hanya bisa mencibir saja.” jawabnya
enteng.
Para
gadis itu hanya cemberut, pasalnya siswa laki – laki dikelasnya malah membela
Yasmin dan Daya.
“Dengarkan
baik – baik ya. Aku bukan LESBI! Dan perlu kalian ingat,” Yasmin merengkuh
lengan Daya untuk berhadapan dengan mereka didepan pintu, “Daya pantas untuk
mendapatkan teman, bukan untuk dibenci!” Daya terlihat shock dengan pernyataan
Yasmin yang membelanya.
“Yasmin.”
Daya menatap wajah Yasmin sendu.
“Dia
anak baik, pintar dan juga cantik. Kalian iri kan tidak bisa seperti dirinya.
Makanya kalian hanya bisa mencibir. Kasihan sekali hidup kalian!” Dan kemudian
Yasmin berlalu menggandeng tangan Daya untuk pergi dari kelasnya.
Daya
hanya terdiam kaku walaupun tangan kirinya tengah ditarik oleh Yasmin yang saat
itu menahan amarahnya.
***
Disudut kelas,
Azfar
menggembungkan kedua pipinya, ia nampak berpikir sesuatu. Jari – jarinya
mengetuk – ngetuk meja, “Bagaimana cara mengajaknya kencan ya?” gumamnya dalam
hati. Sekilas ia melihat keluar jendela, ia melihat Yasmin menarik tangan Daya
dengan wajahnya yang merah padam, “Eh, itu kan Yasmin. Kenapa wajahnya merah
padam begitu? Ada apa? Apa dia marah pada Daya? Aku harus memastikannya!”
Dengan segera ia berlari keluar kelas menghampiri Yasmin.
“Hmm..
Yasmin apa kamu masih marah ya?” Daya memperhatikan tubuh Yasmin yang terlihat
bergetar.
Yasmin
menghentikan langkahnya dan menunduk dalam, Daya hanya melihatnya khawatir.
Genggaman tangannya terlepas, “Yasmin.” panggil Daya lembut. “Kamu tidak apa –
apa?”
“Aku...”
jedanya, “Tidak apa – apa, hal itu sudah biasa aku dengar.” Yasmin menegakkan
kepalanya dan berbalik. “Apa aku terlihat seperti apa yang mereka katakan ya?”
Daya
terperangah, “Eh, tidak kok.”
“Tapi
kenapa banyak orang yang mengatakan seperti itu.”
“Eh,
tapi bagiku tidak begitu kok.”
Yasmin
menghampiri Daya, “Benarkah?”
Daya
mengangguk – angguk.
“Heyyyy
Yasmiiinnn!!!” di belakang Daya, terlihat Azfar tengah sedikit berlari
menghampiri mereka berdua. “Hosh hosh hosh” eluhnya. “Ada apa denganmu? Apa
terjadi sesuatu?” tanyanya setelah mencoba mengatur nafas.
Yasmin
memanyunkan bibirnya, “Kenapa?”
“Tadi
aku lihat wajahmu begitu merah dan terlihat kesal, apa kamu mau memarahi Daya?”
terkanya.
“Hah?
Mana mungkin!” serunya bertulak pinggang.
“Lalu,
kau kenapa?”
“Aku
hanya kesal dengan teman – teman sekelas Daya.” ucapnya memalingkan muka.
Azfar
mengernyitkan dahinya dan sesaat kemudian ia menoleh kearah Daya, “Ada apa
Daya? Apa ada yang mengganggumu?” Renal terlihat khawatir, dia tahu betul jika
Yasmin tidak bercanda kali ini, justru ia mengatakan yang sebenarnya.
Daya
menunduk, “Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu. Ini sangat menyusahkan
kalian.” jelasnya pelan.
Yasmin
menoleh kearah Daya dan mimik wajahnya sudah berubah, “Kamu bicara apa Daya?
Aku tidak merasa disusahkan kok. Aku hanya tidak habis pikir saja kenapa mereka
memperlakukanmu seperti itu.”
“Memang
apa yang sebenarnya terjadi?” Azfar mulai geram.
“Kamu
tau, mereka melakukan hal yang sangat menganggu telingaku!” jelas Yasmin.
“Aku
tidak bertanya padamu kali ini Yasmin, aku bertanya padanya.” jawab Azfar
sambil menunjuk kearah Daya.
“Apa?!
Rgghhh..” Yasmin terlihat kesal dengan ucapan Azfar bahkan ia menghentakkan
kakinya kelantai dan berbalik badan.
“Eh,
bukan begitu Azfar. Justru hal ini membuat Yasmin menjadi kesal. Teman –
temanku membicarakan aku dengannya dan mengatakan hal yang tidak sepantasnya
mereka katakan. Yasmin dikatakan gadis tomboy dan menyukai sesama jenis.”
Azfar
terdiam mendengar penjelasan Daya, hatinya mulai memanas kedua tangannya
mengepal. Dia berbalik badan dan segera meninggalkan keduanya.
Yasmin
menahan bahu Azfar untuk tidak memperpanjang masalah ini, “Tidak usah, tidak
usah hiraukan mereka. Lagipula aku baik – baik saja kok! Tidak usah repot –
repot.” jelas Yasmin.
Azfar
menahan amarahnya, baru kali ini ada orang yang berani – berani mengatakan
teman kecilnya itu yang tidak pantas, “Kamu yakin?”
Yasmin
mengangguk pasti, “Lagipula aku tidak ada urusan dengan mereka, itu hanya
membuang – buang waktuku saja!” Yasmin melipat kedua tangannya.
Daya
terdiam melihat sikap mereka berdua, 'Mereka sangat setia kawan sekali ya, aku
jadi iri.' ucapnya dalam hati.
Azfar
melirik kearah keberadaan Daya, “Kamu juga tidak apa – apa Daya?”
Daya
tersadar, “Ah iya, aku tidak apa – apa.”
“Ayo
Daya kita kekantin, dengarlah perutku sudah bernyanyi nih.” ucap Yasmin sambil
memegang perutnya.
Daya
mengangguk dan mereka berjalan bersama kekantin, diikuti oleh Azfar juga.
***
“Hem, jadi kamu ada pelajaran tambahan yah?” Daya terlihat sedih tidak bisa pulang bersama dengan Yasmin hari ini.
“Hehehe,
iya nih. Tadi Bu Guru meminta aku belajar dengannya, kamu tidak apa kan pulang
sendiri?”
“Iya
tidak apa kok. Yang semangat yah belajarnya.” Daya mencoba tersenyum dihadapan
Yasmin, padahal jauh didalamnya ia takut berjalan sendiri.
“Iya,
pasti. Aku kekelas dulu ya.”
Daya
mengangguk.
“Hoiii,”
teriak Azfar pada Daya dan Yasmin, mereka berdua menoleh kesumber suara.
“Apa
sih, teriak – teriak begitu!” protes Yasmin diikuti kepalan tangannya mendarat
mulus dikepala Azfar ketika sampai dihadapan mereka berdua.
“Aduh!”
ucap Azfar meringis, “Apa sih Yasmin, kebiasaan banget deh. Sakit tau!” omel
Azfar.
Daya
terkekeh geli melihat tingkah laku mereka berdua.
“Eh,
kamu tertawa?” Azfar yang tersadar dengan kekehan Daya.
Daya
menanggapi dengan kalem, “Habisnya kalian berdua lucu.”
“Heh?
Lucu kamu bilang?” Yasmin merasa aneh dengan ucapan Daya.
Daya
mengangguk, “Aku suka kalian.” disusul dengan senyuman kecil.
Yasmin
dan Azfar terkejut, kedua pipi masing – masing terlihat merona. “Kamu suka
kepada kami?” tanyanya bersamaan. Lagi dan lagi Daya mengangguk tersenyum.
“Ahah,
aku jadi malu.” Azfar menggaruk belakang lehernya.
“Aku,
tidak bisa berkata apa – apa Daya..” susul Yasmin dengan cengirannya.
“Iya,
maaf yah kalau ucapanku membuat kalian seperti ini.” Daya menahan tawa atas
reaksi Azfar dan Yasmin yang wajahnya terlihat merona.
“Eh,
tidak apa kok Daya, kita juga senang berteman denganmu.” ucap Azfar tiba – tiba
mengenggam kedua tangan Daya dan itu sontak membuat Daya terkejut.
Senyuman
dibibir Yasmin menghilang seketika melihat pemandangan yang tak terduga itu,
hatinya terasa panas sekali. 'Kenapa?' tanyanya dalam hati.
Flash
Back On
Seorang anak berlari lurus kedepan,
segerombolah anak laki – laki tengah mengejarnya dengan membawa tongkat kasti.
“Tolong! Tolong!” teriaknya dengan air mata yang menggenang dikedua matanya.
Gadis kecil nan imut itu berjalan
riang sendirian dengan mengenggam permen lolipop kesukaannya, namun tiba – tiba
“Ah....” permennya terjatuh seketika. Gadis kecil itu terdiam mengamati permen
kesukaannya.
“Maaf, aku tidak sengaja. Tapi
tolong aku.” ucap anak yang menabrak gadis kecil itu.
Gadis itu menatap tajam kearahnya
dan berkata, “Kamu ini nakal sekali, kamu menjatuhkan permenku tau. Rasakan
akibatnya! Ciaatttt....” gadis kecil itu memukuli tubuh sang anak yang
menabraknya tadi.
“Aduh aduh aduh, maafkan aku, aku
sudah minta maaf tadi..” ampunnya.
Gadis kecil itu berhenti
memukulinya, “Hah, kamu ini siapa sih? Berani – beraninya melakukan itu
padaku?” dengan pipi yang digembungkan dan bertulak pinggang.
“Hosh hosh hosh....” anak itu
tersengal – sengal, “Tolong aku, aku dikejar anak – anak itu.” unjuknya.
“Hah?” Gadis kecil itu segera
menarik pergelangan anak kecil itu ketika ia melihat segerombolan anak laki –
laki yang sudah mendekat kearahnya. “Ayoooo!!!!” dan mereka berduapun berlari
sampai pada akhirnya kelorong – lorong sungai untuk bersembunyi.
“Hosh hosh... apa mereka masih
mengejar kita?” tanya anak itu dengan keadaan lelah dan terduduk dipinggir
tembok lorong sungai itu.
Gadis kecil itu mendaratkan sebuah
pukulan ringan dikepala anak itu, “Bukan kita, tapi kamu saja!” protesnya.
“Aduh, iya iya.. sudah jangan pukul
aku lagi, sakit tau!” jawabnya meringis.
Gadis kecil itu memanyunkan
bibirnya, “Suruh siapa?”
“Iya iya, aku yang meminta tolong
padamu. Huh.” keluhnya.
Gadis kecil itu melirik sekilas,
“Siapa namamu? Sepertinya aku baru melihatmu disekitar sini?”
“Namaku Azfar, aku baru pindah dari
luar kota.” jawabnya agak dingin.
“Cih, sikapmu membuatku geli..”
gadis kecil itu cuek. “Kamu tidak mau menanyakan namaku?” susulnya beberapa
detik kemudian. “Setidaknya untuk mengingat nama orang yang telah menolongmu
hari ini.”
“Haahhh...” eluhnya, “Siapa namamu?”
tanyanya dengan wajah terpaksa.
“Aku Yasmin.” jawabnya singkat,
“Hmmm.. ngomong – ngomong kenapa mereka mengejarmu? Apa kamu berbuat
kesalahan?”
“Ah itu.. tadi aku tidak sengaja
menendang kaleng kosong kearah mereka, sepertinya terkena salah satu dari
mereka.” jelasnya.
“Masa sih?”
“Iya, mereka saja yang tidak sabar
dan pemarah, padahal aku sudah minta maaf kok.”
“Ya sudah, lupakan masalahmu.
Sekarang rumahmu dimana? Biar aku temani.” gadis itu membusungkan dadanya.
“Ehh, tidak usah. Aku bisa pulang
sendiri.” Azfar tidak mau kalah dan ia membusungkan dadanya juga.
“Hmmm.. kalau kamu bertemu anak –
anak tadi bagaimana?”
Azfar tampak berpikir sebentar, “Oke
baiklah...” Dan mereka berjalan bersama.
Setelah
beberapa menit, akhirnya mereka berdua tiba disebuah rumah sederhana yaitu
rumah Azfar.
“Ohh, jadi rumahmu disini ya?”
Azfar mengangguk senang.
“Kalau begitu kita akan sering
bertemu.”
“Hah? Memangnya rumahmu dimana?”
“Itu, dua rumah dari rumahmu.”
Yasmin menunjukkan letak rumahnya. Azfar hanya ber-oh ria. “Kalau begitu kita
akan jadi teman.” Yasmin tersenyum riang.
Azfar terkejut dengan senyuman gadis
dihadapannya itu, “Ah, iya kita akan menjadi teman.” tanpa disadari Azfar
mengenggam kedua tangan Yasmin dan ia terlihat gembira.
Kedua pipi Yasmin terlihat merah dan
kemudian ia memalingkan wajahnya karena malu.
Flash
Back off
“Yasmin,
Yasmin? Kamu melamun?” Daya mengoyahkan bahu Yasmin tapi tak ada reaksi.
“Hey,
Yasmin. Hah! Anak ini.” kemudian Azfar mencubit hidung bangir Yasmin dan
alhasil Yasmin tersadar.
“Auw..”
Yasmin mengelus – elus hidungnya, “Siapa yang mencubitku?”
Daya
menunjuk Azfar. “Habisnya kamu melamun, dipanggil sejak tadi tidak menyahut.”
Yasmin
terdiam dan ia membalikkan tubuhnya, “Aku kekelas dulu ya, kalian pulang saja.
Dah.” ucapnya berlari meninggalkan mereka berdua yang masih tersengang dengan
sikap Yasmin.
***
Daya dan Azfar tengah berada dalam
satu bus angkutan umum karena arah rumah mereka searah. Sejak berjalan bersama
dari gerbang sekolah sampai halte, tidak satupun dari mereka yang berbicara.
Mereka terdiam dan hanyut dalam pikiran masing – masing.
“Mmmm...
Daya kamu murid pindahan kan?” Azfar membuka pembicaraan.
Daya
mengangguk, “Aku dari Surabaya, kebetulan orang tuaku pindah kerja kekota ini.
Maka mau tidak mau aku harus mengikuti mereka.”
Azfar
hanya mengangguk – angguk, “Ah, aku ingin bertanya padamu. Kenapa kamu
bisa berteman dengan Yasmin?”
“Oh
itu, aku tidak sengaja bertemu dengannya. Dia menyapaku duluan dan dia bilang
aku ini temannya.” Daya tersenyum kecil, “Dan baru kali ini ada orang sebaik
dia mau berteman denganku, biasanya tidak ada.” Kali ini Daya menundukkan
kepalanya sebentar dan segera memalingkan wajahnya kearah luar bus.
“Huh?
Kenapa tidak ada yang mau? Bukannya banyak yang menyukaimu yah?” Azfar
menggeser duduknya.
“Itu
hanya pengganggu.”
“Hah?
Pengganggu? Apa maksudmu?”
“Apa
kamu pernah melihatku dengan teman wanita yang lain sebelum aku bertemu dengan
Yasmin?”
“Ah,
itu?? aku tidak begitu memperhatikannya.” cengirnya.
“Hmm..
iya aku tau, kenapa kamu harus memperhatikanku yang bukan temanmu.”
“Eh,
maksudmu?”
“Tapi
sekarang aku senang berteman dengan kalian berdua. Karena kalian berdua bisa
menerima aku.”
“Tapi...”
“Yang
menyukaiku hanya murid laki – laki, karena wajahku saja. Sampai pada akhirnya
hampir semua murid perempuan dikelasku tidak menyukaiku karena itu.” Daya menunduk
kembali, “Sebenarnya aku sedih, dari dulu aku selalu dikucilkan.”
“Eh,,
maaf ya kalau pertanyaanku membuat kamu sedih.” Azfar merasa tidak enak hati
dengan pertanyaannya yang membuat keadaan Daya tidak menyenangkan.
Daya
seketika memberikan senyuman kecil kepada Azfar untuk menandakan dia tidak apa
– apa.
***
“Hooaaammmm.....” Yasmin menguap sambil berjalan menuju halte sekolahnya, sudah pukul empat sore anggapannya. Dia menggaruk – garuk rambutnya yang sedikit berantakan itu. Setibanya di halte depan sekolahnya ia duduk dan menunggu kedatangan bus terakhir. “Hmmm.. sekitar lima belas menit lagi.” terkanya setelah melihat jam di pergelangan tangannya.
Setelahnya
ia memandang langit sore yang begitu biru, namun sedikit agak jingga. “Hah? Kok
langitnya ada warna jingga?” Yasmin buru – buru mengambil ponsel yang ada di
dalam tasnya, dia terdiam, wajahnya kaku
dan bibirnyapun kelu tatkala ia melihat angka 17:15 WIB dilayar ponselnya,
“Mati aku, jam segini mana ada bus lagi?” ia menepuk dahinya. “Jam tanganku
ternyata baterainya habis dari sejam yang lalu, alamat aku pulang jalan kaki.”
keluhnya ketika melihat jam tangannya berhenti.
Dengan
gontainya ia bangun dari duduknya dan berjalan ditrotoar dekat sekolahnya,
“Sendirian! Kesorean! Iihhh sebel banget deh!” gerutunya disepanjang jalan yang
saat itu sedang sepi.
“Biasanya
kalau berjalan kaki seperti ini, Azfar selalu menemaniku. Yah walaupun dia suka
sekali usil padaku.” gumam Yasmin mengingat saat – saat itu. Tatapannya lurus
kedepan, kedua telapak tangannya dimasukkan kekantung saku rok pendeknya.
Rambutnya yang tersisir angin sore itu dibiarkan saja.
Flash
Back On
Azfar tengah berlari menghampiri
Yasmin didepannya, dengan tingkahnya yang usil ia berniat untuk membuat Yasmin
kaget. “A...” gerakannya terhenti sebab Yasmin sudah berbalik mengetahui
keberadaan Azfar dibelakangnya.
“Mau apa kamu? Mau menganggetkanku
hah?!” terkanya dengan tatapan tajam Yasmin tepat berada dikedua mata Azfar.
Azfar hanya cengengesan (?).
“Hahaha... aku gagal lagi kali ini.”
Kedua pipi Yasmin digembungkan,
“Kamu payah, sejak SD kamu tidak pernah bisa mengerjaiku.. hahaaa..” susulnya
dengan terawa terbahak – bahak.
“Ehhh... nanti lihat saja kalau
sudah saatnya pasti aku akan bisa mengerjaimu!” seru Azfar bertulak pinggang.
“Memangnya kamu bisa?” ejeknya.
“Walaupun kali ini gagal atau
kemarin – kemarin gagal mengerjaimu. Tapi setidaknya aku bisa mengalahkanmu
dikelas.. hahahahahaaa...” bangganya.
“Ciihh.. baru juga segitu, nanti
kalau sudah masuk SMA aku pasti juara pertama dan kamu pasti dibawahku!” serunya
angkuh
“Mana bisa begitu? Kalau begitu kamu
harus mendaftar disekolah yang sama denganku dan kita bandingkan nilai kita. Atau
mungkin nanti kita akan sekelas.” Tantangnya.
“Oke, memangnya aku takut denganmu
dasar anak mama.. hahaa..” ejek Yasmin disusul dengan juluran lidahnya.
“He heeii.. apa katamu aku anak
mama?? Dasar kamu ya Yasmiiinn…”
Flash
Back Off.
Segaris
senyum tipis hadir dibibir Yasmin kala itu. Dan ia melanjutkan perjalanannya
hari ini sendirian dan ditemani warna jingga dihadapannya.
***
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar