Kamis, 31 Agustus 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 8

REVERSE





Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 8

Prev Prolog1234567




Dimas melangkahkan kakinya keluar kelas setelah sebelumnya ia berpamitan pada Andika karena tidak pulang bersamanya. Andika kebetulan ada janji dengan tim basketnya, sedangkan Dimas meminta Lyan untuk pulang bersamanya.

Dari kejauhan gadis manis itu duduk sendirian dibawah pohon rindang, sesekali ia melihat lurus kedepan. Tanpa sadar Dimas tersenyum melihatnya.
"Sudah lama menunggu?" tanyanya seketika tiba disamping Lyan.
Lyan mendongak, "Eh. Tidak juga." jawabnya kemudian ia berdiri dan menyelempangkan tas dilengan kanannya. "Kita pulang sekarang?"
Dimas mengangguk.

Setibanya dihalte bus. Bus yang akan mereka tumpangi datang dan merekapun menaikinya.

"Rumahmu searah denganku?" tanya Lyan yang duduk manis dipojok jendela.
Dimas menaruh tas dipangkuannya, "Ya." singkatnya.
'Jawabnya singkat sekali.' ucap Lyan dalam hati dan sesaat kemudian ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dari kejauhan ia tak sengaja melihat Hari dan sekumpulan orang - orang berseragam sekolah sama dengannya dan dua orang laki - laki dengan seragam sekolah yang berbeda. Lyan menoleh kearah Dimas untuk menanyakan perihal Hari, namun sesuatu terjadi.
"Aakkk..." teriaknya seketika mengatup mulutnya sendiri.
Dimas sedikit terkejut dan memundurkan wajah dan tubuhnya dari samping Lyan, "Eh. Ada apa?"
Tanyanya dengan sebelah tangannya memegang bahu Lyan.
Sebagian penghuni bus disana menoleh kearah mereka berdua dan kemudian tak menghiraukannya lagi.
"Kau..mengejutkanku.." lirihnya.
"Hah?" kedua alis Dimas bertautan.
Lyan memalingkan wajahnya karena malu dan tentunya kedua pipinya merona pasal pertemuan wajah mereka berdua yang berjarak hanya beberapa centi lagi barusan. 

Kini mereka berdua telah turun dari bus.

"Dari sini aku bisa sendiri kok." ucap Lyan.
"Akan aku antar. Ayo." tanpa ijin Dimas menggandeng tangannya dan itu sedikit membuat Lyan terkejut.
"Emmm.. Dimas." panggilnya.
"Ya." jawabnya tanpa menoleh dan terus berjalan.
"Aku ingin bertanya sesuatu, boleh?"
"Tentu saja."
"Apa kau kenal Hari? Hari, kapten sepak bola disekolah."
Dimas berhenti dan memandangi Lyan, "Ada apa? Apa kau diganggunya lagi?" 
"Hn? Diganggu? Tidak kok. Bukan itu yang ingin aku tanyakan."
"Kuharap kau jangan berhubungan dengannya lagi dan jauhi orang itu." tegas Dimas dengan sorotan mata tajamnya.
"Hmm.. Ada apa sebenarnya? Beritahu aku. Kenapa kau dan Reihan bicara seolah - olah orang itu berbahaya. Padahal yang ku ingat dia teman SMP ku dan orangnya baik."
"Yang jelas dia bukan orang yang baik seperti anggapanmu." Dimas melangkahkan kakinya kembali dan tetap mengaitkan jemarinya pada telapak tangan kekasihnya itu.
"Tunggu dulu!" Lyan menahan ajakannya, "Kau kan sudah berjanji akan membantuku untuk mengingat semuanya. Apa kau lupa?"
Dimas menghela nafasnya, "Baiklah.. Nanti aku akan ceritakan padamu ketika kita berkencan di hari minggu." Dimas menatap Lyan, "Sekarang aku antar kau sampai dirumah setelah itu aku akan pulang. Oke."
"Emm.. Tapi..."
"Tidak ada tapi! Ayo." Dimas menarik tangan Lyan kembali. Dan Gadis itupun tak kuasa menolak walaupun pikirannya penuh dengan pertanyaan.

***


Sari mencuci kedua tangan diwastafel kamar mandi rumahnya. Hari ini dia tidak masuk sekolah karena kurang enak badan. Ia masih teringat pertemuannya kemarin dengan Oki dan itu menambah rasa sakit dikepalanya.

"Oki..." langkah kakinya mengajak ia memasuki kamar tidurnya. Ia mendudukan diri ditepi tempat tidur dan menghela nafasnya panjang.
Sebuah wadah berisi air dan handuk kecil basah di atas meja lampu bekas mengompres dahinya semalam. Suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya.
"Masuk, tidak dikunci." ucapnya lemah 
Perlahan seorang perempuan yang seumuran dengannya menghampiri Sari dan duduk disampingnya, "Kau sudah enakan?" tanyanya dengan senyum.
"Ya kak, karena kau mengurusku semalam. Terima kasih." lirihnya.
"Hem.. Sama - sama." Perempuan bernama Sara itu terdiam sesaat, "Sudah lama juga ya kita bisa akur seperti ini. Biasanya selalu bertengkar, haha" lanjutnya.
Sari tersenyum getir, rasa sakit dikepalanya masih terasa.
Sara yang melihat raut wajah adiknya itu terasa iba, "Istirahatlah, nanti kubawakan makan siang untukmu. Ibu sedang memasaknya."
"Aku sudah kebanyakan tidur nanti kepalaku bisa bertambah pusing. Memangnya kau tidak sekolah? Dan apa ibu tidak bekerja?"
"Ibu bekerja setengah hari, baru saja pulang. Aku ijin karena menjagamu."
Sari menatap sendu kakak kembarnya itu. "Kak aku boleh bertanya sesuatu?"
"Ya tentu saja."
"Kenapa kita tidak satu sekolah?"
"Hah? Kenapa kau menanyakan hal itu? Bukankah kau yang tak mau satu sekolah denganku."
"Benarkah? Begitu ya?" Sari mengangguk, "Ah, apa kau tau sekolahku?"
"Tentu."
"Apa kau tau teman terdekatku?"
"Ya, Lyan kan. Dan dua orang laki - laki."
"Dua orang laki - laki?"
"Ya. Lyan dengan pacarnya, Dimas dan satu lagi Andika."
"Apa kau mengenal temanku bernama Oki?"
Sara terkejut mendengar nama itu, "Ya. Kuharap kau bisa berjaga jarak dengan orang itu"
'Kakakku bisa tau keseharianku disekolah. Apa dia selalu mengawasiku?' gumam Sari dalam hati.
"Sari, kenapa kau menanyakan hal itu sih? Bukankah kau sudah tau." Sara merasa aneh.
"Ehm.. Kak aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Terserah kau percaya atau tidak. Aku mengalami kehilangan ingatan dan beberapa hal aku tidak mengingatnya sama sekali. Jadi bisakah kau memberiku informasi."
"Jangan bercanda. Kau kan tidak mengalami apapun, kecelakaan ataupun dipukul orang kan? Bagaimana bisa kau kehilangan ingatan. Kau sedang mengerjaiku?"
"Tidak. Ini benar. Aku tidak tau kenapa. Tapi aku benar - benar buta semua."
Sara mengernyitkan dahinya seolah tak percaya. Sari dimatanya memang suka sekali menjahilinya tapi jika ia sampai mengaku amnesia apa ini harus ia percaya. 
"Kak. Ku mohon bisakah kau jelaskan hubunganku dengan Oki selama ini. Dan apa saja yang terjadi padaku dari yang kau tau."
Raut wajah Sara berubah masam. "Sari, jangan bercanda. Aku tidak suka itu. Jika dengan alibi kau terkena amnesia lalu kau mencobaku untuk mengingat kejadian buruk yang menimpamu. Dan kau memohon padaku untuk tidak membenci laki - laki itu? Tidak akan!"
Sari terdiam, dia tidak begitu terkejut pasalnya dia sudah mendengar sebagian cerita dari Andika saat itu, "Aku hanya minta penjelasan agar semuanya jelas."
"Semua sudah jelas kan. Gara - gara dia reputasimu hancur, nama baikmu disekolahpun menjadi buruk. Lagipula bagus kan kalau kau memang terkena amnesia, lebih baik kau tidak ingat apa - apa tentangnya." Sara menghela nafas panjang, "Sudahlah akan kuambilkan makan siangmu. Tunggu sebentar." iapun berlalu meninggalkan kamar Sari.
Sari bungkam dengan mencerna setiap kata yang keluar dari kakak kembarnya itu.

***


Keesokkan harinya,

"Hn?" Eka menatap aneh gadis yang berdiri setengah menunduk dihadapannya dengan menyodorkan sebuah kotak.
"Ku mohon terimalah ini sebagai tanda permintaan maafku." ucap Mira tanpa malu walaupun beberapa orang dikelas Eka melihatnya tak terkecuali Lyan yang baru saja tiba dikelas.
Kedua bola matanya beralih kesebuah kotak yang disodorkannya, "Apa ini?" tanyanya.
Mira menegakkan tubuhnya, "Isinya kue coklat. Aku membuatnya sendiri. Setelah kupikir kemarin kami sudah keterlaluan padamu."
"Aku tidak minat. Beri saja pada orang lain." acuhnya sebelum kepala tangan mungil mendarat mulus dibahunya, "Aahhh.. "
"Tidak sopan!" protes Lyan yang merasa tidak terima.
"Eh kenapa aku dipukul sih? Lagipula aku tidak salah kok." elaknya.
"Minta maaf padanya atas kata - katamu barusan." pinta Lyan dengan tegas.
Mira hanya menatap mereka berdua.
"Hah?"
"Cepaattt..."
Eka menghela nafasnya, "Baiklah. Aku minta maaf."
"Ehh.. Tidak apa - apa kok. Aku yang salah." jawab Mira.
"Dia yang salah kok. Kalau memang dia tidak mau menerima pemberianmu tidak seharusnya berkata seperti itu." ucap Lyan pada Mira.
"Tapi aku benar tidak minat makan kue kok." lanjutnya.
Lyan melirik tajam kearah Eka, "Jangan protes." desisnya. Kemudian ia kembali menghadap Mira, "Sini berikan padaku, akan kupastikan dia memakannya sampai habis."
"Benarkah?" tanya Mira dengan matanya yang berbinar - binar.
"Ya tentu."
"Baiklah." Mira memberikan kotak makan itu pada Lyan, "Sekali lagi aku minta maaf dan terima kasih." ucapnya pada Eka dan iapun berlalu keluar kelas.
"Nih, makan." Lyan menyodorkan kotak itu.
"Kau makanlah sendiri.." tolaknya.
"Heee...."

Mira menyusul teman - temannya diluar kelas.

"Bagaimana apa kau sudah memberikannya?" tanya salah satu temannya.
"Apa dia menerimanya?" susul temannya yang lain.
"Aku sudah meminta maaf padanya tapi kotak itu aku berikan pada teman perempuannya." jawab Mira.
"Eh temannya?"
"Ya awalnya dia tidak mau menerimanya dan sempat bicara dengan dingin seperti biasanya. Tapi seorang temannya datang dan memarahinya bahkan ia menyuruh Eka untuk meminta maaf padaku."
"Siapa perempuan itu?"
"Ehmm.. Dia berambut sebahu, berkulit putih, badannya kurus dan berwajah manis. Aku tidak melihat nametagnya, jadi tidak tau namanya." jelas Mira menerawang.
"Jangan - jangan perempuan itu."
"Siapa maksudmu?" tanya Mira.
"Aku pernah mendengar sesuatu tentang kedekatan Eka dengan seorang siswi bernama Lyan Amara. Dari yang kau sebutkan tadi persis sekali ciri - cirinya."
"Ah, apakah dia pacarnya?" tanya Mira sedikit ragu.
"Bukan sih sepertinya..."
"Uhhh.. Syukurlah..." leganya.
"Karena Lyan itu pacarnya Dimas Prasetya. Anak kelas 3A yang tampan dan pintar itu." ucap salah satu teman Mira yang sejak tadi terdiam.
"Hah benarkah? Padahal ku kira Dimas tidak akan punya pacar sampai lulus sekolah. Karena ia terlalu acuh dan dingin terhadap perempuan. Ya kan?" 
"Kau tau dari mana?"
"Beritanya sudah menyebar beberapa bulan belakangan ini. Tadinya mereka itu backstreet tapi akhirnya publish juga."
"Tapi anaknya memang manis kok. Mungkin dia jadi jatuh cinta padanya." terka Mira.
"Tidak mungkin, menurut info sebelumnya ada murid sekelasnya yang menembak Dimas terang - terangan tapi ditolak mentah - mentah. Padahal dia itu cantik, pintar dan populer juga loh."
"Mungkin ada sesuatu yang ia sukai pada diri Lyan..."
"Mungkin saja ya..."
"Hn?" Mira mulai berpikir jadi kebanyakan laki - laki tidak hanya suka pada paras saja tapi ada sesuatu yang disukai tanpa si wanitanya sadari. "Kalau begitu aku akan coba berteman dengannya. Siapa tau aku bisa meluluhkan hati Eka seperti dia bisa meluluhkan hati pacarnya itu." ucapnya dengan semangat.
"Ehhhh... Apa kau yakin? Belum pasti Lyan kan orangnya?"
"Nanti akan aku cari tau lagi. Tenang saja. Hehe.." kekehnya.

***


Bel istirahat sekolah berbunyi,

Andika bergegas membereskan buku dimejanya dan segera berlari keluar kelas. Pasalnya ia mendapat pesan dari Sari untuk bertemu dengannya jam istirahat didekat ruang PMR.

Sari lebih dulu berada disana dan Andikapun datang.

"Maaf aku baru tiba. Barusan ada ulangan dadakan."
"Tidak apa. Ayo duduk." ajaknya.
"Ada perihal apa kau meminta bertemu?"
"Andika ada sesuatu yang harus kau jelaskan padaku secara detil. Ku mohon aku ingin mengetahui sejelas - jelasnya."
Andika mengernyitkan dahinya, "Apa itu?"
"Perihal hubunganku dengan Oki dan kejadian itu."
Tenggorokan Andika tercekat mendengar permintaan Sari.

Selang beberapa menit kemudian,

Mereka berdua berjalan dikoridor menuju kelas mereka masing - masing. Namun dipertengahan jalan, mereka bertemu dengan seseorang yang menyebabkan semua masalah pada kehidupan Sari.
Gadis itu melipat kedua tangan didepan dadanya. Dibelakangnya berdiri seorang laki - laki yang sangat dikenal oleh Sari. Dalam beberapa saat mereka saling diam ketika mata mereka saling bertemu.
Andika menarik pelan pergelangan tangan Sari, mengajaknya untuk tetap berjalan tanpa menghiraukan dua orang yang telah merusak reputasi dan nama baik Sari disekolah, "Ayo Sari. Jam istirahat sudah hampir habis."
"Ah ya." Sari pasrah.
Laki - laki itu menunduk dalam, sedangkan gadis yang bernama Anggun itu menatap mengikuti langkah kaki mereka, "Cocok sekali ya kalian berdua."
Sari menahan tarikan tangan Andika dan diapun berhenti. Sari menoleh kebelakang begitupun dengan Andika. Oki yang berdiri disamping Anggun menegakkan kepalanya karena terkejut.
Senyum yang tak ramah itu terhias dibibir mungil milik sang model, "Kenapa? Aku salah mengira?"
"Kau... Anggun?" tanya Sari menghampiri untuk memastikan.
"Ya, memangnya siapa lagi?" 
"Aku pikir Anggun yang dimaksud bukan dirimu. Tapi ternyata ini diluar logika, kau bisa melakukan hal yang tidak baik semacam itu." 
"Hah? Apa maksudmu?"
"Tidak ada. Lagipula aku tidak ada urusan lagi denganmu." 
Anggun terdiam.
Sari melirik ke arah Oki, "Ku harap kau bisa mengajarkan sikap yang baik pada seorang putri seperti dia." tunjuknya kearah Anggun dengan isyarat.
Oki terdiam namun Anggun terlihat menahan amarahnya.
"Ayo Andika kita kembali ke kelas." ajak Sari berlalu meninggalkan mereka berdua. Ada kepuasan didalam diri Sari saat itu.
"Kau melakukan hal itu sungguh diluar perkiraanku. Hebat!" seru Andika.
"Mendengar dari ceritamu tadi membuatku sedikit geram dengannya. Kenapa aku terlalu lemah dengan hal - hal semacam itu."
"Yang penting kan semua sudah berlalu. Jadi jalani saja hidupmu yang sekarang."
"Hemmm.. Ya kurang lebih seperti itu." Sari menatap langkahnya kedepan. Dibelakangnya ia tidak tahu bahwa Anggun menyimpan amarah dan ingin membuat perhitungan dengan Sari karena telah mempermalukannya didepan tunangannya itu.

***


Malam hari dikediaman Eka,

"Sup ayam kesukaanmu sudah siap." Ibunya menghidangkan semangkuk penuh yang diletakkan dimeja makan.
Eka mengembangkan senyumannya, "Terima kasih Bu."
"Alhamdulillah ya. Akhirnya kita bisa makan sama - sama satu meja. Malam akhir pekan pula. Ibu senang." sembari mengambilkan secentong nasi kedalam piring Eka dan Eka menyambutnya.
"Iya Bu. Kebetulan hari ini Eka off kerja. Jadi bisa makan dirumah bersama."
Ibunya mengangguk. "Bagaimana pekerjaanmu menyenangkan?"
"Ya Bu. Ownernya sangat baik."
"Syukurlah kalau begitu." sambil terus mengunyah, "Maafkan Ibu kalau belum bisa mencukupi kebutuhan sekolahmu."
Eka berhenti mengunyah, meraih tangan Ibunya, "Tidak apa Bu, Eka kan sudah besar. Sudah sepatutnya tenaga yang Eka punya bisa membantu meringankan kebutuhan hidup keluarga kita."
Ibunya tersenyum menahan air mata yang terbendung disudut kedua matanya. Ada rasa haru didalam dada mendengar ucapan dari buah hati yang sangat disayanginya itu. "Terima kasih ya nak."
"Sama - sama Bu. Yang penting Ibu jaga kesehatan ya jangan sampai sakit." pesannya disusul dengan senyuman hangat.
Ibunya mengangguk dan melanjutkan makannya.
"Emm. Bu aku ingin menanyakan sesuatu. Bolehkah?"
"Ya. Apa itu?"
Eka terdiam sesaat, menghela nafasnya perlahan. "Bu. Dimana Ayah tinggal? Aku ingin bertemu dengannya."
Ibunya sedikit tersedak dan Eka segera memberinya air minum untuknya. "Erhm... Ibu sebenarnya tidak tahu dimana ayahmu tinggal. Tapi dia meninggalkan nomor telepon untuk dihubungi. Jika kau mau bertemu dengannya bisa hubungi ayahmu dulu." jawabnya.
Eka melihat ekspresi wajah sendu Ibunya itu, "Iya Ibu. Terima kasih." 
"Sama - sama sayang." senyumnya, 'Aku harus mengetahui kabar ayah sekarang. Kenapa mereka harus bercerai seperti ini. Aku tak bisa menanyakan hal ini pada Ibu. Aku tidak tega bagaimana reaksi jawabannya nanti.' ucap Eka dalam hati.
Mereka berdua kembali menyantap makan malam yang terasa hangat itu.


***

Tbc


Sorry for story 🙇

Sangat dan amat flat dan kurasa tidak terlalu menarik. Aku hanya berusaha dan belajar mengekspresikan imajinasi yang ada dipikiranku. Rasanya jika tidak dituangkan kepala rasanya mau pecah ( lebay mode on 😂).
Aku akan terus belajar mengolah cerita ini lebih menarik lagi. Doakan ya. Trims.

Follow my IG @ayuanjasmara

Rabu, 09 Agustus 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 7

REVERSE





Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 7

Prev Prolog123456



Ruang PMR,
"Baiklah kalau begitu kita sudahi meeting hari ini." tukas ketua PMR.
Dan para anggotapun bangun dari duduknya dan bergegas keluar ruangan.
"Huhh lelahnya, setelah seharian belajar ditambah sering sekali berkumpul seperti ini." keluh salah seorang anggota PMR yang seangkatan dengan Sari.
Sari hanya mengangguk.
"Kau akan langsung pulang?" tanyanya.
"Ya. Aku langsung pulang." jawab Sari seadanya.
"Kak Sari kak Sari..." seorang adik kelas setengah berlari dari pintu ruangan menghampiri Sari diikuti kedua temannya dibelakang.
"Eh ada apa?" tanya Sari.
"Itu kak, ada yang ingin bertemu kakak." jawabnya dengan wajah sumringah.
"Hn? Siapa?"
"Tampan sekali kak. Ya ampun pacar kakak ya?"
"Eh, aku belum punya kok."
"Ah kalau begitu kami ada kesempatan buat pedekate dong kak." ujar salah satunya dibelakang.
"Hah?"
"Heh, apa sih baru kelas 1 sudah genit begitu. Kalau ketua tau, kalian bisa di out!" selak teman Sari.
"Aahhh yaahhh..." coor kekecewaan mereka.
Sari segera mengambil tasnya dan bergegas keluar ruangan.

Seorang laki - laki berdiri membelakangi sedikit jauh dari pintu ruangan tersebut.
"Hn? Siapa dia?" Sari akhirnya menghampiri orang tersebut. "Mmm.. Maaf apa kau yang mencariku?" tanyanya.
Sontak Sari terkejut, kedua bola matanya membelakak ketika laki - laki itu berbalik dan tersenyum padanya.
"Hai apa kabar? Lama tidak bersua. Apa kau ada waktu?"
"O..Oki!" pekiknya.

Mereka berdua berpindah tempat, Oki meminta untuk jauh dari keramaian.
"Maaf aku menganggu waktumu." ucapnya.
"Enggak kok." jawab Sari. Ia masih kelihatan bingung dan sedikit gugup.
"Sudah berapa lama ya kita tak saling sua?"
"Hemm berapa lama ya?" Sari balik bertanya. 'Aku tidak tahu berapa lama. Bagaimana bisa bertemu dia disini. Dan satu sekolah pula. Apa yang dimaksud Andika itu, Oki yang ini?' gumamnya dalam hati.
Oki tersenyum kecil dan menundukkan kepalanya.
Sari melirik, "Hem sebenarnya ada perlu apa? Apa ada yang perlu dibicarakan?"
"Ah ya, aku sampai lupa." Oki menoleh, "Walau sudah cukup lama, tapi aku baru memberanikan diri untuk minta maaf sekarang. Jadi, seperti tidak adil bukan?"
Kedua alis Sari saling bertautan.
Oki melihatnya dan sedikit tertawa, "Ahaha. Tapi aku cukup terkejut karena kau tidak menolak untuk bicara denganku."
"Kenapa aku harus menolak?"
"Hemm.. Karena kurasa aku tidak berbuat yang seharusnya saat itu." Oki mengubah pandangannya menatap langit sore kala itu. "Seharusnya aku... Setidaknya aku bisa mengatakan yang sebenarnya dan tidak membebankannya semua padamu."
'Dia lagi bicara apa sih?' Sari terdiam namun tetap melihat wajah Oki.
"Aku minta maaf atas kejadian yang merusak nama baikmu saat itu. Pasti itu sangat sulit bagimu."
Sari terdiam dan sesaat ia mengingat sesuatu, sesuatu yang dikatakan Andika tentangnya, dengan menarik nafas panjang dan menghempaskannya perlahan, "Sudahlah tidak usah diungkit kembali, aku sudah melupakannya kok." jawabnya.
Oki sedikit terperangah namun sesaat kemudian ia kembali normal, "Ah ya begitu ya..." Oki menautkan kedua jemarinya, "Ternyata kau sudah melupakannya. Itu bagus. Setidaknya aku sudah merasa lega sekarang." bohongnya. Ada rasa kekecewaan disana, Oki merasa bahwa sebagian dari perasaannya hilang.
"Heem.. Bukankah lebih baik jika hal buruk dilupakan saja. Kita kan harus tetap melangkah kedepan dengan harapan yang lebih baik lagi dari sebelumnya." Sari mencoba untuk memberikan senyuman kecil pada Oki.
Oki menatap Sari dalam diam.
"Hn? Ada apa? Apa aku salah bicara?" tanya Sari polos.
"Tidak. Kata - katamu benar." Oki memalingkan wajahnya kearah lain, 'Apa Sari sudah tidak memiliki perasaan padaku lagi?'
"Hem, kalau begitu karena hari sudah sore. Bagaimana kalau kita pulang. Sudah tidak ada yang dibicarakan lagi bukan?" Sari berdiri dari duduknya.
Oki menahan tangan Sari, "Tunggu."
"Ada apa lagi?"
"Apa kau benar - benar melupakan semuanya?"
Sari mengangguk, ia tak mau ambil pusing masalah ini. Baginya itu sudah berlalu. Yang terpenting sekarang hal apa yang harus dia lakukan untuk kembali pada dunianya.
"Juga.. Melupakan perasaanmu padaku?"
"Hah?"
"Kau sudah tidak mencintaiku lagi?"
'Apa - apaan ini? Apa aku masih berpacaran dengannya sampai SMA? Ini tidak mungkin kan?' Sari bergumam dalam hati.
"Sari.. Maaf aku tau, aku tidak pantas menanyakan hal ini padamu sejak kejadian tempo hari. Aku hanya ingin memastikannya saja. Kalau...."
"Jika masih kenapa? Jika tidak kenapa?" selak Sari.
Oki terdiam dan melepas genggaman tangannya dipergelangan tangan Sari, "Aku.. Tidak terlalu berharap apapun darimu. Tapi yang perlu kau tau walaupun orang tuaku telah menjodohkanku dengannya, perasaanku padamu belum pudar sekalipun."
'Ini semacam dapat durian runtuh sih. Dicintai oleh laki - laki tampan dan pintar seperti Oki, seperti waktu SMP dulu, yah walaupun hanya di kelas satu. Disatu sisi aku juga bisa seperti Lyan yang punya pacar seperfect Dimas, tapi masalahnya....'
"Sari apa kau mendengarkanku?" Oki membuyarkan lamunan Sari.
"Ah... Tapi kau kan sudah ditunangkan dengan gadis lain. Buat apa mencintaiku jika ragamu milik orang lain." jawab Sari sekenanya. 'Ya kan, jadi jawabannya drama seperti ini.. Huhh' ucapnya dalam hati.
"Ya, awalnya kau dan aku berjanji untuk tidak mempermasalahkan statusku dengan dia. Tapi... Ternyata janji itu tidak sekuat yang aku sangka."
"Tunggu dulu. Apa kita ini berpacaran?" Sari memastikan.
"Ya tentu saja. Kenapa kau menanyakan hal itu? Tapi....tidak banyak yang tau memang. Karena kita menyembunyikannya."
"Backstreet?"
"Begitulah.." Oki merasa ada keanehan dalam diri Sari, bagaimana dia menanyakan status hubungannya sendiri.
"Haaahhh pantas saja, tunanganmu mengira kalau aku mengambilmu darinya dan membanding - bandingkan diriku dengannya seperti itu."
"Ah...hn?" Oki menaikkan kedua alisnya, 'bukankah memang itu masalahnya, kenapa ia mengatakan hal itu seolah - olah bukan dia korbannya.'
"Tadinya aku ingin melupakannya, tapi kau mengingatkannya kembali."
"Maaf..." Helanya panjang.
'Kenapa dengan sikap Oki? Dia terlihat sangat rapuh sekali. Berbeda dengan yang ku kenal sebelumnya, Oki anak yang bersemangat dan juga ceria. Bertolak belakang sekali.' lagi dan lagi Sari bicara dalam hati. Sari menghelas nafas, "Huuhh.. Jika memang kau tidak berharap lebih, akan lebih baik jika kita berteman saja."
"Ah, ya kalau itu yang kau inginkan." pasrahnya.
"Kalau begitu kita berjabat tangan. Anggap semua masalah diantara kita sudah selesai dan mari berteman baik." Sari mengulurkan tangan kanannya dihadapan Oki.
Dan Oki menyambutnya disertai senyuman kecil.

***

Di sebuah cafe,

"Meja nomor lima ada pengunjung baru. Eka tolong layani ya." ucap penjaga toko pada Eka saat ia tengah selesai menyelesaikan meja.
"Baik." jawabnya semangat.
Segera Eka menghampiri meja tersebut, terlihat beberapa orang gadis sedang tertawa kecil dengan percakapan mereka.
"Permisi, mau pesan apa?" tanyanya dengan sopan.
"Eh, Eka. Kau bekerja disini?" seseorang dengan terkejut sekaligus histeris melihat laki - laki yang disukainya berdiri dihadapannya.
"Tuh kan benar kataku. Kalau Eka dan temannya bekerja dicafe ini." tukas teman gadis itu disebelahnya.
Gadis itu mengangguk tanpa melepas pandang ke arah Eka.
Eka terdiam dan mengulangi perkataannya tanpa lupa senyuman kecilnya, "Maaf saya ulangi, mau pesan apa?"
"Eh. Maaf.  Anu.. Sebentar ya." ujar gadis itu yang tak lain adalah Mira teman satu sekolah dan terang - terangan menyukai Eka. Sambil dibaca daftar menunya dengan jemari lentiknya mengikuti susunan yang ada disana.
'Sepertinya aku pernah melihat gadis ini.' gumamnya dalam diam.
Sesekali para gadis itu berbisik dan melirik kearah Eka dengan senyuman mereka. Eka sangat tidak nyaman dengan situasi ini.
"Aku pesan green tea cake with cream cheese dan minumnya orange jus saja." jawab Mira tanpa melepas pandang dan senyumnya.
Eka mencatat pesanan dinote kecil miliknya, "Oke, ada yang lain?" tanyanya kembali.
"Eh, samakan saja." jawab Mira, diikuti anggukan dari ketiga temannya.
"Baiklah kalau begitu, mohon ditunggu pesanannya. Saya permisi." Eka membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi meja itu.
"Hmm. Tunggu sebentar." panggil Mira.
Eka menoleh, "Ya?"
"Ng.. Apa kau tidak kenal kami? Atau aku?"
Alisnya bertautan dan terdiam sesaat. "Ah kau yang memberiku cokelat tempo hari. Benar kan?" ingatnya.
Mira mengangguk, "Namaku Mira. Kelas 3 D. Tolong diingat ya." ucapnya sembari tersenyum.
"Hemm.. Oke." jawabnya kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya menuju meja kasir. Eka tak terlalu menghiraukan mereka.
"Sepertinya ada sedikit kemajuan ya Mir?" tanya salah satu temannya.
"Setidaknya dia tidak mengacuhkanmu lagi." susul gadis disebelahnya.
Mira mengangguk - angguk, "Ya, walaupun ia masih tak menghiraukanku. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja demi mendapatkan hatinya."

Reihan mendapati Mira dan teman - temannya sedang bersenda gurau dicafe tempatnya bekerja.
"Ka, itu Mira." ucapnya sambil menunjuk kearah mereka.
"Ya, kenapa?" tanyanya. Eka sedang menyiapkan piring dan gelas.
"Oh, kau sudah tau mereka ada disini."
"Ya, baru saja mereka aku layani." jawabnya acuh.
"Aku curiga mereka kesini karena ada kau."
"Mereka kesini mau makan dan minum, bukan ingin bertemu denganku." Eka berpindah posisi. Reihan mengambil gelas yang disiapkan Eka barusan dan mengisi orange jus disana.
"Kau ini polos atau bodoh sih. Kan sudah pernah kubilang, Mira itu menyukaimu. Jadi mungkin dia akan terus mengejarmu sampai dapat."
"Dapat apa?" tanyanya tanpa berhenti memotong cake dengan tidak mengurangi fokusnya.
Reihan menepuk dahinya, "Haisshh. Mendapatkan hatimu! Apalagi?" serunya sambil menunjuk kearah dada Eka.
Eka menoleh dan mengerucutkan bibirnya, "Kalau bisa, ambil saja. Haha" lalunya.
Reihan melongo dengan jawaban Eka barusan.

"Permisi, ini pesanannya." Eka datang dengan senampan yang berisi 4 gelas orange juice.
Ditengah - tengah Eka meletakkan gelas dimeja, tanpa kedip Mira memandanginya.
"Silahkan diminum, sebentar saya ambilkan sisa pesanannya." ucapnya sambil berlalu.
"Cool banget ya Eka itu. Aku tidak salah jatuh cinta padanya. Tampan sekali kalau terlihat dari dekat." ucap Mira dengan mata berbinar, disusul dengan cekikikan teman - temannya.
Reihan disudut sana menggembungkan kedua pipinya, masih terasa kesal atas ucapan Eka barusan.
Eka datang kembali dengan cake pesanan mereka, "Pesanannya sudah komplit ya. Sekiranya ada perlu tambahan bisa panggil kami kembali. Terima kasih." Eka mundur selangkah dan ingin berlalu namun terhenti karena ucapan Mira.
"Eka, kenapa kau tidak ikut gabung dengan kami? Cafe sedang sepi kan?" ajak Mira.
"Maaf tapi disini saya masih bekerja dan jam kerja selesai jam delapan malam." jawabnya dengan sopan.
"Ah, begitu ya..." ada rasa sedikit kecewa disana.
"Tidak apa kan. Bilang saja kau teman kami pada pemilik cafe ini." sela teman Mira.
"Ck. Teman? Jika kalian menganggap saya adalah teman kalian, seharusnya kalian menghormati dan menghargai apa yang saya lakukan, bukan mengikuti apa maunya kalian. Egois sekali." ketusnya dan berlalu begitu saja.
Senyuman dibibir Mira tiba - tiba memudar, ditambah dengan tatapan heran dari ketiga temannya.

"Haaahh. Mereka menyusahkan saja." helanya panjang.
"Wooaahh tajam sekali kata - katamu tadi." Reihan yang mendengar ucapan Eka barusan sempat terkejut.
Eka menatap tajam dan memberi isyarat 'jangan menganggu lagi' dan sukses membuat Reihan mundur teratur.

***

Hari semakin malam dan udara menjadi semakin dingin. Eka dan Reihan keluar dari cafe tersebut. Mereka berjalan menuju halte bus.
"Bus terakhir masih adakah?" tanya Eka menengok kearah datangnya bus.
"Hem. Masih kok. Harusnya lima belas menit lagi datang." jawabnya setelah melihat jam tangannya. "Nah itu dia." tunjuknya kearah bus datang.
Mereka berdua menaiki bus tersebut setiba bus datang dan mereka memilih duduk dibangku paling belakang.
"Bagaimana kabar ibumu?" tanya Reihan ditengah perjalanan.
"Hem. Baik - baik saja kok. Sekarang dia terlihat lebih segar."
"Syukurlah kalau begitu."
"Ya dia juga sudah berhenti kerja malamnya."
"Hn?"
"Aku memintanya untuk berhenti bekerja dimalam hari. Untung saja ibu mau mendengar dan memenuhi permintaanku. Akhirnya ibuku hanya bekerja menjaga toko roti."
"Baguslah kalau begitu. Memangnya sebelum itu ibumu bekerja dimana kalau malam hari?"
"Direstoran menjadi tukang cuci piring. Itu terdengar sangat jahat bukan? Dengan kondisiku yang masih sehat dan bugar seperti ini."
Reihan terdiam dan sejenak mengingat kondisi Eka kala itu."Tapi kan sekarang kau sudah bekerja. Setidaknya kau bisa membantu biaya hidup dan sekolahmu kan."
"Ya. Semua ini aku lakukan demi ibuku. Aku tidak mau melihatnya kelelahan dan menderita seperti saat itu. Sepertinya aku perlu berterima kasih padamu Reihan."
"Eh? Terima kasih untuk apa?"
"Untuk semuanya sampai saat ini kau teman yang paling peduli dan dekat denganku. Dan yang tau kalau aku terkena amnesia."
Reihan terenyuh, baru kali pertama Eka memujinya sampai seperti ini. "Ahaha.. Santai saja." jawabnya dengan tepukan akrab dipundak Eka. Disusul dengan tawa kecil mereka.

***

Lyan mengoreksi jawaban dikertas ulangannya kembali. Ia merasa tidak terlalu yakin dengan ulasan dari soal essai yang diberikan sang guru. Sesekali ia menggaruk kepala dengan pennya dan kadang berdecak pelan.

"Haaaahhhhh..." helanya panjang. Lyan berjalan keluar kelas. Ia merenggangkan tengkuk lehernya tepat sebelum ia tertabrak siswa laki - laki yang berlarian dilorong kelas. "Aaww.." bahunya tersenggol hingga tubuhnya terjatuh. "Apa sih tadi?"
"Kau tidak apa - apa?" tanya seorang laki - laki dibelakang Lyan dan tangannyapun terulur dihadapannya.
Lyan mendongak dan meraih uluran tangan itu, "Terima kasih. Aku tidak apa - apa."
"Maaf ya temanku malah kabur setelah menabrakmu."
"Ya tidak ap..." ucapannya terhenti seketika Lyan menyadari siapa laki - laki yang sejak tadi berbicara dengannya. "Ha..hari?"
Laki - laki bernama Hari itu hanya tersenyum miring. "Tumben sekali kau tidak menghindariku?"
'Menghindari?' kedua alis Lyan bertautan, "Eh... Menghindari?"
"Ngomong - ngomong kau semakin cantik saja sejak beberapa bulan lalu aku tidak melihatmu." Hari menatapnya intens.
Lyan tidak nyaman dengan tatapan itu dan dia sedikit merasa aneh dengan orang - orang yang sepertinya menghindari Hari dengan tidak menatap serta menjaga jarak.
Reihan yang tak sengaja melihatnya, menghampiri Lyan. "Lyan, rupanya kau disini? Bisa bantu aku?" ujar Reihan.
"Eh, ya kalau aku bisa pasti ku bantu." jawabnya tanpa mengindahkan seringai dari Hari.
Reihan melirik kearah Hari, memandang tidak suka disana.
"Kalau begitu ayo ikut aku. Eka juga sedang menunggu." ajaknya.
"Eh tapi..." Lyan berlalu meninggalkan Hari, karena bahunya didorong dari belakang oleh Reihan.
"Ck. Ada pahlawan kesiangan rupanya." ucapnya sambil berlalu.

"Hn?" Eka mengangkat alisnya ketika Lyan menanyakan bantuan apa yang perlu dia lakukan.
"Tadi Reihan bilang padaku." tunjuknya kearah Reihan.
"Haaa.. Aku hanya ingin menyelamatkanmu tau." Reihan melipat kedua tangan didepan dadanya.
"Menyelamatkanku? Dari apa? Tadi kan aku hanya bertemu dengan Hari."
"Hari?" tanya Eka.
"Aduh, kau ini tidak ingat ya. Hari itu orang yang ditakuti disekolah ini. Dia orang yang berbahaya. Memang dia adalah kapten tim sepak bola tapi karena kearogannya itu membuat dia berbuat seenaknya pada semua siswa." jelasnya pada Eka.
"Oh..." Eka ber-Oh-ria.
"Lalu? Kenapa kau perlu menyelamatkanku sih? Berlebihan." kata Lyan.
"Hn? Kau tidak ingat apa yang dulu dia lakukan padamu?"
Lyan menggelengkan kepala.
"Dia amnesia sama sepertiku." sela Eka yang masih betah duduk dikursi.
"Hah?!" seru Reihan terkejut, kemudian menoleh kearah Lyan.
Hal itu diakuinya dengan anggukan.

***


Tbc

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...