Rabu, 09 Agustus 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 7

REVERSE





Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 7

Prev Prolog123456



Ruang PMR,
"Baiklah kalau begitu kita sudahi meeting hari ini." tukas ketua PMR.
Dan para anggotapun bangun dari duduknya dan bergegas keluar ruangan.
"Huhh lelahnya, setelah seharian belajar ditambah sering sekali berkumpul seperti ini." keluh salah seorang anggota PMR yang seangkatan dengan Sari.
Sari hanya mengangguk.
"Kau akan langsung pulang?" tanyanya.
"Ya. Aku langsung pulang." jawab Sari seadanya.
"Kak Sari kak Sari..." seorang adik kelas setengah berlari dari pintu ruangan menghampiri Sari diikuti kedua temannya dibelakang.
"Eh ada apa?" tanya Sari.
"Itu kak, ada yang ingin bertemu kakak." jawabnya dengan wajah sumringah.
"Hn? Siapa?"
"Tampan sekali kak. Ya ampun pacar kakak ya?"
"Eh, aku belum punya kok."
"Ah kalau begitu kami ada kesempatan buat pedekate dong kak." ujar salah satunya dibelakang.
"Hah?"
"Heh, apa sih baru kelas 1 sudah genit begitu. Kalau ketua tau, kalian bisa di out!" selak teman Sari.
"Aahhh yaahhh..." coor kekecewaan mereka.
Sari segera mengambil tasnya dan bergegas keluar ruangan.

Seorang laki - laki berdiri membelakangi sedikit jauh dari pintu ruangan tersebut.
"Hn? Siapa dia?" Sari akhirnya menghampiri orang tersebut. "Mmm.. Maaf apa kau yang mencariku?" tanyanya.
Sontak Sari terkejut, kedua bola matanya membelakak ketika laki - laki itu berbalik dan tersenyum padanya.
"Hai apa kabar? Lama tidak bersua. Apa kau ada waktu?"
"O..Oki!" pekiknya.

Mereka berdua berpindah tempat, Oki meminta untuk jauh dari keramaian.
"Maaf aku menganggu waktumu." ucapnya.
"Enggak kok." jawab Sari. Ia masih kelihatan bingung dan sedikit gugup.
"Sudah berapa lama ya kita tak saling sua?"
"Hemm berapa lama ya?" Sari balik bertanya. 'Aku tidak tahu berapa lama. Bagaimana bisa bertemu dia disini. Dan satu sekolah pula. Apa yang dimaksud Andika itu, Oki yang ini?' gumamnya dalam hati.
Oki tersenyum kecil dan menundukkan kepalanya.
Sari melirik, "Hem sebenarnya ada perlu apa? Apa ada yang perlu dibicarakan?"
"Ah ya, aku sampai lupa." Oki menoleh, "Walau sudah cukup lama, tapi aku baru memberanikan diri untuk minta maaf sekarang. Jadi, seperti tidak adil bukan?"
Kedua alis Sari saling bertautan.
Oki melihatnya dan sedikit tertawa, "Ahaha. Tapi aku cukup terkejut karena kau tidak menolak untuk bicara denganku."
"Kenapa aku harus menolak?"
"Hemm.. Karena kurasa aku tidak berbuat yang seharusnya saat itu." Oki mengubah pandangannya menatap langit sore kala itu. "Seharusnya aku... Setidaknya aku bisa mengatakan yang sebenarnya dan tidak membebankannya semua padamu."
'Dia lagi bicara apa sih?' Sari terdiam namun tetap melihat wajah Oki.
"Aku minta maaf atas kejadian yang merusak nama baikmu saat itu. Pasti itu sangat sulit bagimu."
Sari terdiam dan sesaat ia mengingat sesuatu, sesuatu yang dikatakan Andika tentangnya, dengan menarik nafas panjang dan menghempaskannya perlahan, "Sudahlah tidak usah diungkit kembali, aku sudah melupakannya kok." jawabnya.
Oki sedikit terperangah namun sesaat kemudian ia kembali normal, "Ah ya begitu ya..." Oki menautkan kedua jemarinya, "Ternyata kau sudah melupakannya. Itu bagus. Setidaknya aku sudah merasa lega sekarang." bohongnya. Ada rasa kekecewaan disana, Oki merasa bahwa sebagian dari perasaannya hilang.
"Heem.. Bukankah lebih baik jika hal buruk dilupakan saja. Kita kan harus tetap melangkah kedepan dengan harapan yang lebih baik lagi dari sebelumnya." Sari mencoba untuk memberikan senyuman kecil pada Oki.
Oki menatap Sari dalam diam.
"Hn? Ada apa? Apa aku salah bicara?" tanya Sari polos.
"Tidak. Kata - katamu benar." Oki memalingkan wajahnya kearah lain, 'Apa Sari sudah tidak memiliki perasaan padaku lagi?'
"Hem, kalau begitu karena hari sudah sore. Bagaimana kalau kita pulang. Sudah tidak ada yang dibicarakan lagi bukan?" Sari berdiri dari duduknya.
Oki menahan tangan Sari, "Tunggu."
"Ada apa lagi?"
"Apa kau benar - benar melupakan semuanya?"
Sari mengangguk, ia tak mau ambil pusing masalah ini. Baginya itu sudah berlalu. Yang terpenting sekarang hal apa yang harus dia lakukan untuk kembali pada dunianya.
"Juga.. Melupakan perasaanmu padaku?"
"Hah?"
"Kau sudah tidak mencintaiku lagi?"
'Apa - apaan ini? Apa aku masih berpacaran dengannya sampai SMA? Ini tidak mungkin kan?' Sari bergumam dalam hati.
"Sari.. Maaf aku tau, aku tidak pantas menanyakan hal ini padamu sejak kejadian tempo hari. Aku hanya ingin memastikannya saja. Kalau...."
"Jika masih kenapa? Jika tidak kenapa?" selak Sari.
Oki terdiam dan melepas genggaman tangannya dipergelangan tangan Sari, "Aku.. Tidak terlalu berharap apapun darimu. Tapi yang perlu kau tau walaupun orang tuaku telah menjodohkanku dengannya, perasaanku padamu belum pudar sekalipun."
'Ini semacam dapat durian runtuh sih. Dicintai oleh laki - laki tampan dan pintar seperti Oki, seperti waktu SMP dulu, yah walaupun hanya di kelas satu. Disatu sisi aku juga bisa seperti Lyan yang punya pacar seperfect Dimas, tapi masalahnya....'
"Sari apa kau mendengarkanku?" Oki membuyarkan lamunan Sari.
"Ah... Tapi kau kan sudah ditunangkan dengan gadis lain. Buat apa mencintaiku jika ragamu milik orang lain." jawab Sari sekenanya. 'Ya kan, jadi jawabannya drama seperti ini.. Huhh' ucapnya dalam hati.
"Ya, awalnya kau dan aku berjanji untuk tidak mempermasalahkan statusku dengan dia. Tapi... Ternyata janji itu tidak sekuat yang aku sangka."
"Tunggu dulu. Apa kita ini berpacaran?" Sari memastikan.
"Ya tentu saja. Kenapa kau menanyakan hal itu? Tapi....tidak banyak yang tau memang. Karena kita menyembunyikannya."
"Backstreet?"
"Begitulah.." Oki merasa ada keanehan dalam diri Sari, bagaimana dia menanyakan status hubungannya sendiri.
"Haaahhh pantas saja, tunanganmu mengira kalau aku mengambilmu darinya dan membanding - bandingkan diriku dengannya seperti itu."
"Ah...hn?" Oki menaikkan kedua alisnya, 'bukankah memang itu masalahnya, kenapa ia mengatakan hal itu seolah - olah bukan dia korbannya.'
"Tadinya aku ingin melupakannya, tapi kau mengingatkannya kembali."
"Maaf..." Helanya panjang.
'Kenapa dengan sikap Oki? Dia terlihat sangat rapuh sekali. Berbeda dengan yang ku kenal sebelumnya, Oki anak yang bersemangat dan juga ceria. Bertolak belakang sekali.' lagi dan lagi Sari bicara dalam hati. Sari menghelas nafas, "Huuhh.. Jika memang kau tidak berharap lebih, akan lebih baik jika kita berteman saja."
"Ah, ya kalau itu yang kau inginkan." pasrahnya.
"Kalau begitu kita berjabat tangan. Anggap semua masalah diantara kita sudah selesai dan mari berteman baik." Sari mengulurkan tangan kanannya dihadapan Oki.
Dan Oki menyambutnya disertai senyuman kecil.

***

Di sebuah cafe,

"Meja nomor lima ada pengunjung baru. Eka tolong layani ya." ucap penjaga toko pada Eka saat ia tengah selesai menyelesaikan meja.
"Baik." jawabnya semangat.
Segera Eka menghampiri meja tersebut, terlihat beberapa orang gadis sedang tertawa kecil dengan percakapan mereka.
"Permisi, mau pesan apa?" tanyanya dengan sopan.
"Eh, Eka. Kau bekerja disini?" seseorang dengan terkejut sekaligus histeris melihat laki - laki yang disukainya berdiri dihadapannya.
"Tuh kan benar kataku. Kalau Eka dan temannya bekerja dicafe ini." tukas teman gadis itu disebelahnya.
Gadis itu mengangguk tanpa melepas pandang ke arah Eka.
Eka terdiam dan mengulangi perkataannya tanpa lupa senyuman kecilnya, "Maaf saya ulangi, mau pesan apa?"
"Eh. Maaf.  Anu.. Sebentar ya." ujar gadis itu yang tak lain adalah Mira teman satu sekolah dan terang - terangan menyukai Eka. Sambil dibaca daftar menunya dengan jemari lentiknya mengikuti susunan yang ada disana.
'Sepertinya aku pernah melihat gadis ini.' gumamnya dalam diam.
Sesekali para gadis itu berbisik dan melirik kearah Eka dengan senyuman mereka. Eka sangat tidak nyaman dengan situasi ini.
"Aku pesan green tea cake with cream cheese dan minumnya orange jus saja." jawab Mira tanpa melepas pandang dan senyumnya.
Eka mencatat pesanan dinote kecil miliknya, "Oke, ada yang lain?" tanyanya kembali.
"Eh, samakan saja." jawab Mira, diikuti anggukan dari ketiga temannya.
"Baiklah kalau begitu, mohon ditunggu pesanannya. Saya permisi." Eka membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi meja itu.
"Hmm. Tunggu sebentar." panggil Mira.
Eka menoleh, "Ya?"
"Ng.. Apa kau tidak kenal kami? Atau aku?"
Alisnya bertautan dan terdiam sesaat. "Ah kau yang memberiku cokelat tempo hari. Benar kan?" ingatnya.
Mira mengangguk, "Namaku Mira. Kelas 3 D. Tolong diingat ya." ucapnya sembari tersenyum.
"Hemm.. Oke." jawabnya kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya menuju meja kasir. Eka tak terlalu menghiraukan mereka.
"Sepertinya ada sedikit kemajuan ya Mir?" tanya salah satu temannya.
"Setidaknya dia tidak mengacuhkanmu lagi." susul gadis disebelahnya.
Mira mengangguk - angguk, "Ya, walaupun ia masih tak menghiraukanku. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja demi mendapatkan hatinya."

Reihan mendapati Mira dan teman - temannya sedang bersenda gurau dicafe tempatnya bekerja.
"Ka, itu Mira." ucapnya sambil menunjuk kearah mereka.
"Ya, kenapa?" tanyanya. Eka sedang menyiapkan piring dan gelas.
"Oh, kau sudah tau mereka ada disini."
"Ya, baru saja mereka aku layani." jawabnya acuh.
"Aku curiga mereka kesini karena ada kau."
"Mereka kesini mau makan dan minum, bukan ingin bertemu denganku." Eka berpindah posisi. Reihan mengambil gelas yang disiapkan Eka barusan dan mengisi orange jus disana.
"Kau ini polos atau bodoh sih. Kan sudah pernah kubilang, Mira itu menyukaimu. Jadi mungkin dia akan terus mengejarmu sampai dapat."
"Dapat apa?" tanyanya tanpa berhenti memotong cake dengan tidak mengurangi fokusnya.
Reihan menepuk dahinya, "Haisshh. Mendapatkan hatimu! Apalagi?" serunya sambil menunjuk kearah dada Eka.
Eka menoleh dan mengerucutkan bibirnya, "Kalau bisa, ambil saja. Haha" lalunya.
Reihan melongo dengan jawaban Eka barusan.

"Permisi, ini pesanannya." Eka datang dengan senampan yang berisi 4 gelas orange juice.
Ditengah - tengah Eka meletakkan gelas dimeja, tanpa kedip Mira memandanginya.
"Silahkan diminum, sebentar saya ambilkan sisa pesanannya." ucapnya sambil berlalu.
"Cool banget ya Eka itu. Aku tidak salah jatuh cinta padanya. Tampan sekali kalau terlihat dari dekat." ucap Mira dengan mata berbinar, disusul dengan cekikikan teman - temannya.
Reihan disudut sana menggembungkan kedua pipinya, masih terasa kesal atas ucapan Eka barusan.
Eka datang kembali dengan cake pesanan mereka, "Pesanannya sudah komplit ya. Sekiranya ada perlu tambahan bisa panggil kami kembali. Terima kasih." Eka mundur selangkah dan ingin berlalu namun terhenti karena ucapan Mira.
"Eka, kenapa kau tidak ikut gabung dengan kami? Cafe sedang sepi kan?" ajak Mira.
"Maaf tapi disini saya masih bekerja dan jam kerja selesai jam delapan malam." jawabnya dengan sopan.
"Ah, begitu ya..." ada rasa sedikit kecewa disana.
"Tidak apa kan. Bilang saja kau teman kami pada pemilik cafe ini." sela teman Mira.
"Ck. Teman? Jika kalian menganggap saya adalah teman kalian, seharusnya kalian menghormati dan menghargai apa yang saya lakukan, bukan mengikuti apa maunya kalian. Egois sekali." ketusnya dan berlalu begitu saja.
Senyuman dibibir Mira tiba - tiba memudar, ditambah dengan tatapan heran dari ketiga temannya.

"Haaahh. Mereka menyusahkan saja." helanya panjang.
"Wooaahh tajam sekali kata - katamu tadi." Reihan yang mendengar ucapan Eka barusan sempat terkejut.
Eka menatap tajam dan memberi isyarat 'jangan menganggu lagi' dan sukses membuat Reihan mundur teratur.

***

Hari semakin malam dan udara menjadi semakin dingin. Eka dan Reihan keluar dari cafe tersebut. Mereka berjalan menuju halte bus.
"Bus terakhir masih adakah?" tanya Eka menengok kearah datangnya bus.
"Hem. Masih kok. Harusnya lima belas menit lagi datang." jawabnya setelah melihat jam tangannya. "Nah itu dia." tunjuknya kearah bus datang.
Mereka berdua menaiki bus tersebut setiba bus datang dan mereka memilih duduk dibangku paling belakang.
"Bagaimana kabar ibumu?" tanya Reihan ditengah perjalanan.
"Hem. Baik - baik saja kok. Sekarang dia terlihat lebih segar."
"Syukurlah kalau begitu."
"Ya dia juga sudah berhenti kerja malamnya."
"Hn?"
"Aku memintanya untuk berhenti bekerja dimalam hari. Untung saja ibu mau mendengar dan memenuhi permintaanku. Akhirnya ibuku hanya bekerja menjaga toko roti."
"Baguslah kalau begitu. Memangnya sebelum itu ibumu bekerja dimana kalau malam hari?"
"Direstoran menjadi tukang cuci piring. Itu terdengar sangat jahat bukan? Dengan kondisiku yang masih sehat dan bugar seperti ini."
Reihan terdiam dan sejenak mengingat kondisi Eka kala itu."Tapi kan sekarang kau sudah bekerja. Setidaknya kau bisa membantu biaya hidup dan sekolahmu kan."
"Ya. Semua ini aku lakukan demi ibuku. Aku tidak mau melihatnya kelelahan dan menderita seperti saat itu. Sepertinya aku perlu berterima kasih padamu Reihan."
"Eh? Terima kasih untuk apa?"
"Untuk semuanya sampai saat ini kau teman yang paling peduli dan dekat denganku. Dan yang tau kalau aku terkena amnesia."
Reihan terenyuh, baru kali pertama Eka memujinya sampai seperti ini. "Ahaha.. Santai saja." jawabnya dengan tepukan akrab dipundak Eka. Disusul dengan tawa kecil mereka.

***

Lyan mengoreksi jawaban dikertas ulangannya kembali. Ia merasa tidak terlalu yakin dengan ulasan dari soal essai yang diberikan sang guru. Sesekali ia menggaruk kepala dengan pennya dan kadang berdecak pelan.

"Haaaahhhhh..." helanya panjang. Lyan berjalan keluar kelas. Ia merenggangkan tengkuk lehernya tepat sebelum ia tertabrak siswa laki - laki yang berlarian dilorong kelas. "Aaww.." bahunya tersenggol hingga tubuhnya terjatuh. "Apa sih tadi?"
"Kau tidak apa - apa?" tanya seorang laki - laki dibelakang Lyan dan tangannyapun terulur dihadapannya.
Lyan mendongak dan meraih uluran tangan itu, "Terima kasih. Aku tidak apa - apa."
"Maaf ya temanku malah kabur setelah menabrakmu."
"Ya tidak ap..." ucapannya terhenti seketika Lyan menyadari siapa laki - laki yang sejak tadi berbicara dengannya. "Ha..hari?"
Laki - laki bernama Hari itu hanya tersenyum miring. "Tumben sekali kau tidak menghindariku?"
'Menghindari?' kedua alis Lyan bertautan, "Eh... Menghindari?"
"Ngomong - ngomong kau semakin cantik saja sejak beberapa bulan lalu aku tidak melihatmu." Hari menatapnya intens.
Lyan tidak nyaman dengan tatapan itu dan dia sedikit merasa aneh dengan orang - orang yang sepertinya menghindari Hari dengan tidak menatap serta menjaga jarak.
Reihan yang tak sengaja melihatnya, menghampiri Lyan. "Lyan, rupanya kau disini? Bisa bantu aku?" ujar Reihan.
"Eh, ya kalau aku bisa pasti ku bantu." jawabnya tanpa mengindahkan seringai dari Hari.
Reihan melirik kearah Hari, memandang tidak suka disana.
"Kalau begitu ayo ikut aku. Eka juga sedang menunggu." ajaknya.
"Eh tapi..." Lyan berlalu meninggalkan Hari, karena bahunya didorong dari belakang oleh Reihan.
"Ck. Ada pahlawan kesiangan rupanya." ucapnya sambil berlalu.

"Hn?" Eka mengangkat alisnya ketika Lyan menanyakan bantuan apa yang perlu dia lakukan.
"Tadi Reihan bilang padaku." tunjuknya kearah Reihan.
"Haaa.. Aku hanya ingin menyelamatkanmu tau." Reihan melipat kedua tangan didepan dadanya.
"Menyelamatkanku? Dari apa? Tadi kan aku hanya bertemu dengan Hari."
"Hari?" tanya Eka.
"Aduh, kau ini tidak ingat ya. Hari itu orang yang ditakuti disekolah ini. Dia orang yang berbahaya. Memang dia adalah kapten tim sepak bola tapi karena kearogannya itu membuat dia berbuat seenaknya pada semua siswa." jelasnya pada Eka.
"Oh..." Eka ber-Oh-ria.
"Lalu? Kenapa kau perlu menyelamatkanku sih? Berlebihan." kata Lyan.
"Hn? Kau tidak ingat apa yang dulu dia lakukan padamu?"
Lyan menggelengkan kepala.
"Dia amnesia sama sepertiku." sela Eka yang masih betah duduk dikursi.
"Hah?!" seru Reihan terkejut, kemudian menoleh kearah Lyan.
Hal itu diakuinya dengan anggukan.

***


Tbc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...