Kamis, 31 Agustus 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 8

REVERSE





Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 8

Prev Prolog1234567




Dimas melangkahkan kakinya keluar kelas setelah sebelumnya ia berpamitan pada Andika karena tidak pulang bersamanya. Andika kebetulan ada janji dengan tim basketnya, sedangkan Dimas meminta Lyan untuk pulang bersamanya.

Dari kejauhan gadis manis itu duduk sendirian dibawah pohon rindang, sesekali ia melihat lurus kedepan. Tanpa sadar Dimas tersenyum melihatnya.
"Sudah lama menunggu?" tanyanya seketika tiba disamping Lyan.
Lyan mendongak, "Eh. Tidak juga." jawabnya kemudian ia berdiri dan menyelempangkan tas dilengan kanannya. "Kita pulang sekarang?"
Dimas mengangguk.

Setibanya dihalte bus. Bus yang akan mereka tumpangi datang dan merekapun menaikinya.

"Rumahmu searah denganku?" tanya Lyan yang duduk manis dipojok jendela.
Dimas menaruh tas dipangkuannya, "Ya." singkatnya.
'Jawabnya singkat sekali.' ucap Lyan dalam hati dan sesaat kemudian ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dari kejauhan ia tak sengaja melihat Hari dan sekumpulan orang - orang berseragam sekolah sama dengannya dan dua orang laki - laki dengan seragam sekolah yang berbeda. Lyan menoleh kearah Dimas untuk menanyakan perihal Hari, namun sesuatu terjadi.
"Aakkk..." teriaknya seketika mengatup mulutnya sendiri.
Dimas sedikit terkejut dan memundurkan wajah dan tubuhnya dari samping Lyan, "Eh. Ada apa?"
Tanyanya dengan sebelah tangannya memegang bahu Lyan.
Sebagian penghuni bus disana menoleh kearah mereka berdua dan kemudian tak menghiraukannya lagi.
"Kau..mengejutkanku.." lirihnya.
"Hah?" kedua alis Dimas bertautan.
Lyan memalingkan wajahnya karena malu dan tentunya kedua pipinya merona pasal pertemuan wajah mereka berdua yang berjarak hanya beberapa centi lagi barusan. 

Kini mereka berdua telah turun dari bus.

"Dari sini aku bisa sendiri kok." ucap Lyan.
"Akan aku antar. Ayo." tanpa ijin Dimas menggandeng tangannya dan itu sedikit membuat Lyan terkejut.
"Emmm.. Dimas." panggilnya.
"Ya." jawabnya tanpa menoleh dan terus berjalan.
"Aku ingin bertanya sesuatu, boleh?"
"Tentu saja."
"Apa kau kenal Hari? Hari, kapten sepak bola disekolah."
Dimas berhenti dan memandangi Lyan, "Ada apa? Apa kau diganggunya lagi?" 
"Hn? Diganggu? Tidak kok. Bukan itu yang ingin aku tanyakan."
"Kuharap kau jangan berhubungan dengannya lagi dan jauhi orang itu." tegas Dimas dengan sorotan mata tajamnya.
"Hmm.. Ada apa sebenarnya? Beritahu aku. Kenapa kau dan Reihan bicara seolah - olah orang itu berbahaya. Padahal yang ku ingat dia teman SMP ku dan orangnya baik."
"Yang jelas dia bukan orang yang baik seperti anggapanmu." Dimas melangkahkan kakinya kembali dan tetap mengaitkan jemarinya pada telapak tangan kekasihnya itu.
"Tunggu dulu!" Lyan menahan ajakannya, "Kau kan sudah berjanji akan membantuku untuk mengingat semuanya. Apa kau lupa?"
Dimas menghela nafasnya, "Baiklah.. Nanti aku akan ceritakan padamu ketika kita berkencan di hari minggu." Dimas menatap Lyan, "Sekarang aku antar kau sampai dirumah setelah itu aku akan pulang. Oke."
"Emm.. Tapi..."
"Tidak ada tapi! Ayo." Dimas menarik tangan Lyan kembali. Dan Gadis itupun tak kuasa menolak walaupun pikirannya penuh dengan pertanyaan.

***


Sari mencuci kedua tangan diwastafel kamar mandi rumahnya. Hari ini dia tidak masuk sekolah karena kurang enak badan. Ia masih teringat pertemuannya kemarin dengan Oki dan itu menambah rasa sakit dikepalanya.

"Oki..." langkah kakinya mengajak ia memasuki kamar tidurnya. Ia mendudukan diri ditepi tempat tidur dan menghela nafasnya panjang.
Sebuah wadah berisi air dan handuk kecil basah di atas meja lampu bekas mengompres dahinya semalam. Suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya.
"Masuk, tidak dikunci." ucapnya lemah 
Perlahan seorang perempuan yang seumuran dengannya menghampiri Sari dan duduk disampingnya, "Kau sudah enakan?" tanyanya dengan senyum.
"Ya kak, karena kau mengurusku semalam. Terima kasih." lirihnya.
"Hem.. Sama - sama." Perempuan bernama Sara itu terdiam sesaat, "Sudah lama juga ya kita bisa akur seperti ini. Biasanya selalu bertengkar, haha" lanjutnya.
Sari tersenyum getir, rasa sakit dikepalanya masih terasa.
Sara yang melihat raut wajah adiknya itu terasa iba, "Istirahatlah, nanti kubawakan makan siang untukmu. Ibu sedang memasaknya."
"Aku sudah kebanyakan tidur nanti kepalaku bisa bertambah pusing. Memangnya kau tidak sekolah? Dan apa ibu tidak bekerja?"
"Ibu bekerja setengah hari, baru saja pulang. Aku ijin karena menjagamu."
Sari menatap sendu kakak kembarnya itu. "Kak aku boleh bertanya sesuatu?"
"Ya tentu saja."
"Kenapa kita tidak satu sekolah?"
"Hah? Kenapa kau menanyakan hal itu? Bukankah kau yang tak mau satu sekolah denganku."
"Benarkah? Begitu ya?" Sari mengangguk, "Ah, apa kau tau sekolahku?"
"Tentu."
"Apa kau tau teman terdekatku?"
"Ya, Lyan kan. Dan dua orang laki - laki."
"Dua orang laki - laki?"
"Ya. Lyan dengan pacarnya, Dimas dan satu lagi Andika."
"Apa kau mengenal temanku bernama Oki?"
Sara terkejut mendengar nama itu, "Ya. Kuharap kau bisa berjaga jarak dengan orang itu"
'Kakakku bisa tau keseharianku disekolah. Apa dia selalu mengawasiku?' gumam Sari dalam hati.
"Sari, kenapa kau menanyakan hal itu sih? Bukankah kau sudah tau." Sara merasa aneh.
"Ehm.. Kak aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Terserah kau percaya atau tidak. Aku mengalami kehilangan ingatan dan beberapa hal aku tidak mengingatnya sama sekali. Jadi bisakah kau memberiku informasi."
"Jangan bercanda. Kau kan tidak mengalami apapun, kecelakaan ataupun dipukul orang kan? Bagaimana bisa kau kehilangan ingatan. Kau sedang mengerjaiku?"
"Tidak. Ini benar. Aku tidak tau kenapa. Tapi aku benar - benar buta semua."
Sara mengernyitkan dahinya seolah tak percaya. Sari dimatanya memang suka sekali menjahilinya tapi jika ia sampai mengaku amnesia apa ini harus ia percaya. 
"Kak. Ku mohon bisakah kau jelaskan hubunganku dengan Oki selama ini. Dan apa saja yang terjadi padaku dari yang kau tau."
Raut wajah Sara berubah masam. "Sari, jangan bercanda. Aku tidak suka itu. Jika dengan alibi kau terkena amnesia lalu kau mencobaku untuk mengingat kejadian buruk yang menimpamu. Dan kau memohon padaku untuk tidak membenci laki - laki itu? Tidak akan!"
Sari terdiam, dia tidak begitu terkejut pasalnya dia sudah mendengar sebagian cerita dari Andika saat itu, "Aku hanya minta penjelasan agar semuanya jelas."
"Semua sudah jelas kan. Gara - gara dia reputasimu hancur, nama baikmu disekolahpun menjadi buruk. Lagipula bagus kan kalau kau memang terkena amnesia, lebih baik kau tidak ingat apa - apa tentangnya." Sara menghela nafas panjang, "Sudahlah akan kuambilkan makan siangmu. Tunggu sebentar." iapun berlalu meninggalkan kamar Sari.
Sari bungkam dengan mencerna setiap kata yang keluar dari kakak kembarnya itu.

***


Keesokkan harinya,

"Hn?" Eka menatap aneh gadis yang berdiri setengah menunduk dihadapannya dengan menyodorkan sebuah kotak.
"Ku mohon terimalah ini sebagai tanda permintaan maafku." ucap Mira tanpa malu walaupun beberapa orang dikelas Eka melihatnya tak terkecuali Lyan yang baru saja tiba dikelas.
Kedua bola matanya beralih kesebuah kotak yang disodorkannya, "Apa ini?" tanyanya.
Mira menegakkan tubuhnya, "Isinya kue coklat. Aku membuatnya sendiri. Setelah kupikir kemarin kami sudah keterlaluan padamu."
"Aku tidak minat. Beri saja pada orang lain." acuhnya sebelum kepala tangan mungil mendarat mulus dibahunya, "Aahhh.. "
"Tidak sopan!" protes Lyan yang merasa tidak terima.
"Eh kenapa aku dipukul sih? Lagipula aku tidak salah kok." elaknya.
"Minta maaf padanya atas kata - katamu barusan." pinta Lyan dengan tegas.
Mira hanya menatap mereka berdua.
"Hah?"
"Cepaattt..."
Eka menghela nafasnya, "Baiklah. Aku minta maaf."
"Ehh.. Tidak apa - apa kok. Aku yang salah." jawab Mira.
"Dia yang salah kok. Kalau memang dia tidak mau menerima pemberianmu tidak seharusnya berkata seperti itu." ucap Lyan pada Mira.
"Tapi aku benar tidak minat makan kue kok." lanjutnya.
Lyan melirik tajam kearah Eka, "Jangan protes." desisnya. Kemudian ia kembali menghadap Mira, "Sini berikan padaku, akan kupastikan dia memakannya sampai habis."
"Benarkah?" tanya Mira dengan matanya yang berbinar - binar.
"Ya tentu."
"Baiklah." Mira memberikan kotak makan itu pada Lyan, "Sekali lagi aku minta maaf dan terima kasih." ucapnya pada Eka dan iapun berlalu keluar kelas.
"Nih, makan." Lyan menyodorkan kotak itu.
"Kau makanlah sendiri.." tolaknya.
"Heee...."

Mira menyusul teman - temannya diluar kelas.

"Bagaimana apa kau sudah memberikannya?" tanya salah satu temannya.
"Apa dia menerimanya?" susul temannya yang lain.
"Aku sudah meminta maaf padanya tapi kotak itu aku berikan pada teman perempuannya." jawab Mira.
"Eh temannya?"
"Ya awalnya dia tidak mau menerimanya dan sempat bicara dengan dingin seperti biasanya. Tapi seorang temannya datang dan memarahinya bahkan ia menyuruh Eka untuk meminta maaf padaku."
"Siapa perempuan itu?"
"Ehmm.. Dia berambut sebahu, berkulit putih, badannya kurus dan berwajah manis. Aku tidak melihat nametagnya, jadi tidak tau namanya." jelas Mira menerawang.
"Jangan - jangan perempuan itu."
"Siapa maksudmu?" tanya Mira.
"Aku pernah mendengar sesuatu tentang kedekatan Eka dengan seorang siswi bernama Lyan Amara. Dari yang kau sebutkan tadi persis sekali ciri - cirinya."
"Ah, apakah dia pacarnya?" tanya Mira sedikit ragu.
"Bukan sih sepertinya..."
"Uhhh.. Syukurlah..." leganya.
"Karena Lyan itu pacarnya Dimas Prasetya. Anak kelas 3A yang tampan dan pintar itu." ucap salah satu teman Mira yang sejak tadi terdiam.
"Hah benarkah? Padahal ku kira Dimas tidak akan punya pacar sampai lulus sekolah. Karena ia terlalu acuh dan dingin terhadap perempuan. Ya kan?" 
"Kau tau dari mana?"
"Beritanya sudah menyebar beberapa bulan belakangan ini. Tadinya mereka itu backstreet tapi akhirnya publish juga."
"Tapi anaknya memang manis kok. Mungkin dia jadi jatuh cinta padanya." terka Mira.
"Tidak mungkin, menurut info sebelumnya ada murid sekelasnya yang menembak Dimas terang - terangan tapi ditolak mentah - mentah. Padahal dia itu cantik, pintar dan populer juga loh."
"Mungkin ada sesuatu yang ia sukai pada diri Lyan..."
"Mungkin saja ya..."
"Hn?" Mira mulai berpikir jadi kebanyakan laki - laki tidak hanya suka pada paras saja tapi ada sesuatu yang disukai tanpa si wanitanya sadari. "Kalau begitu aku akan coba berteman dengannya. Siapa tau aku bisa meluluhkan hati Eka seperti dia bisa meluluhkan hati pacarnya itu." ucapnya dengan semangat.
"Ehhhh... Apa kau yakin? Belum pasti Lyan kan orangnya?"
"Nanti akan aku cari tau lagi. Tenang saja. Hehe.." kekehnya.

***


Bel istirahat sekolah berbunyi,

Andika bergegas membereskan buku dimejanya dan segera berlari keluar kelas. Pasalnya ia mendapat pesan dari Sari untuk bertemu dengannya jam istirahat didekat ruang PMR.

Sari lebih dulu berada disana dan Andikapun datang.

"Maaf aku baru tiba. Barusan ada ulangan dadakan."
"Tidak apa. Ayo duduk." ajaknya.
"Ada perihal apa kau meminta bertemu?"
"Andika ada sesuatu yang harus kau jelaskan padaku secara detil. Ku mohon aku ingin mengetahui sejelas - jelasnya."
Andika mengernyitkan dahinya, "Apa itu?"
"Perihal hubunganku dengan Oki dan kejadian itu."
Tenggorokan Andika tercekat mendengar permintaan Sari.

Selang beberapa menit kemudian,

Mereka berdua berjalan dikoridor menuju kelas mereka masing - masing. Namun dipertengahan jalan, mereka bertemu dengan seseorang yang menyebabkan semua masalah pada kehidupan Sari.
Gadis itu melipat kedua tangan didepan dadanya. Dibelakangnya berdiri seorang laki - laki yang sangat dikenal oleh Sari. Dalam beberapa saat mereka saling diam ketika mata mereka saling bertemu.
Andika menarik pelan pergelangan tangan Sari, mengajaknya untuk tetap berjalan tanpa menghiraukan dua orang yang telah merusak reputasi dan nama baik Sari disekolah, "Ayo Sari. Jam istirahat sudah hampir habis."
"Ah ya." Sari pasrah.
Laki - laki itu menunduk dalam, sedangkan gadis yang bernama Anggun itu menatap mengikuti langkah kaki mereka, "Cocok sekali ya kalian berdua."
Sari menahan tarikan tangan Andika dan diapun berhenti. Sari menoleh kebelakang begitupun dengan Andika. Oki yang berdiri disamping Anggun menegakkan kepalanya karena terkejut.
Senyum yang tak ramah itu terhias dibibir mungil milik sang model, "Kenapa? Aku salah mengira?"
"Kau... Anggun?" tanya Sari menghampiri untuk memastikan.
"Ya, memangnya siapa lagi?" 
"Aku pikir Anggun yang dimaksud bukan dirimu. Tapi ternyata ini diluar logika, kau bisa melakukan hal yang tidak baik semacam itu." 
"Hah? Apa maksudmu?"
"Tidak ada. Lagipula aku tidak ada urusan lagi denganmu." 
Anggun terdiam.
Sari melirik ke arah Oki, "Ku harap kau bisa mengajarkan sikap yang baik pada seorang putri seperti dia." tunjuknya kearah Anggun dengan isyarat.
Oki terdiam namun Anggun terlihat menahan amarahnya.
"Ayo Andika kita kembali ke kelas." ajak Sari berlalu meninggalkan mereka berdua. Ada kepuasan didalam diri Sari saat itu.
"Kau melakukan hal itu sungguh diluar perkiraanku. Hebat!" seru Andika.
"Mendengar dari ceritamu tadi membuatku sedikit geram dengannya. Kenapa aku terlalu lemah dengan hal - hal semacam itu."
"Yang penting kan semua sudah berlalu. Jadi jalani saja hidupmu yang sekarang."
"Hemmm.. Ya kurang lebih seperti itu." Sari menatap langkahnya kedepan. Dibelakangnya ia tidak tahu bahwa Anggun menyimpan amarah dan ingin membuat perhitungan dengan Sari karena telah mempermalukannya didepan tunangannya itu.

***


Malam hari dikediaman Eka,

"Sup ayam kesukaanmu sudah siap." Ibunya menghidangkan semangkuk penuh yang diletakkan dimeja makan.
Eka mengembangkan senyumannya, "Terima kasih Bu."
"Alhamdulillah ya. Akhirnya kita bisa makan sama - sama satu meja. Malam akhir pekan pula. Ibu senang." sembari mengambilkan secentong nasi kedalam piring Eka dan Eka menyambutnya.
"Iya Bu. Kebetulan hari ini Eka off kerja. Jadi bisa makan dirumah bersama."
Ibunya mengangguk. "Bagaimana pekerjaanmu menyenangkan?"
"Ya Bu. Ownernya sangat baik."
"Syukurlah kalau begitu." sambil terus mengunyah, "Maafkan Ibu kalau belum bisa mencukupi kebutuhan sekolahmu."
Eka berhenti mengunyah, meraih tangan Ibunya, "Tidak apa Bu, Eka kan sudah besar. Sudah sepatutnya tenaga yang Eka punya bisa membantu meringankan kebutuhan hidup keluarga kita."
Ibunya tersenyum menahan air mata yang terbendung disudut kedua matanya. Ada rasa haru didalam dada mendengar ucapan dari buah hati yang sangat disayanginya itu. "Terima kasih ya nak."
"Sama - sama Bu. Yang penting Ibu jaga kesehatan ya jangan sampai sakit." pesannya disusul dengan senyuman hangat.
Ibunya mengangguk dan melanjutkan makannya.
"Emm. Bu aku ingin menanyakan sesuatu. Bolehkah?"
"Ya. Apa itu?"
Eka terdiam sesaat, menghela nafasnya perlahan. "Bu. Dimana Ayah tinggal? Aku ingin bertemu dengannya."
Ibunya sedikit tersedak dan Eka segera memberinya air minum untuknya. "Erhm... Ibu sebenarnya tidak tahu dimana ayahmu tinggal. Tapi dia meninggalkan nomor telepon untuk dihubungi. Jika kau mau bertemu dengannya bisa hubungi ayahmu dulu." jawabnya.
Eka melihat ekspresi wajah sendu Ibunya itu, "Iya Ibu. Terima kasih." 
"Sama - sama sayang." senyumnya, 'Aku harus mengetahui kabar ayah sekarang. Kenapa mereka harus bercerai seperti ini. Aku tak bisa menanyakan hal ini pada Ibu. Aku tidak tega bagaimana reaksi jawabannya nanti.' ucap Eka dalam hati.
Mereka berdua kembali menyantap makan malam yang terasa hangat itu.


***

Tbc


Sorry for story 🙇

Sangat dan amat flat dan kurasa tidak terlalu menarik. Aku hanya berusaha dan belajar mengekspresikan imajinasi yang ada dipikiranku. Rasanya jika tidak dituangkan kepala rasanya mau pecah ( lebay mode on 😂).
Aku akan terus belajar mengolah cerita ini lebih menarik lagi. Doakan ya. Trims.

Follow my IG @ayuanjasmara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...