Senin, 29 Februari 2016

CERBUNG : REVERSE Chapter 3

REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 3

Prev Prolog12


Aku terdiam menikmati hembusan angin malam didekat jendela kamarku. Kupejamkan kedua mataku dan tengah berpikir selama beberapa hari ini. Apa yang terjadi padaku begitu tiba – tiba dan merasa sedikit ada keanehan. Detak jarum jam menunjukkan pukul 10 malam tepat, namun rasa kantuk belum menghampiriku. Sudah 3 hari aku tidak masuk sekolah sejak kejadian hari itu.
Flash Back On
Aku berjalan gontai menyelusuri lorong kelas sendirian.
Hey Eka, tumben sendirian?”
Aku menoleh kearahnya dan menaikkan alisku. Dia merangkulku tiba – tiba dari belakang. “Ah..” jawabku.
Jangan lupa hari ini kita ada pertandingan futsal dengan anak campuran kelas 2 dan 1 jam 3 Sore.” ucapnya dengan diselingi cengiran.
Aku terdiam dan bingung harus menjawab apa. Aku sudah banyak menghindari pertanyaan – pertanyaan teman sekelasku kenapa dengan terdiamnya aku hari ini.
Hey, ada apa? Kenapa kau diam saja. Apa ada masalah denganmu?” dia melepas rangkulannya dan berjalan disampingku.
Aku menatapnya sesaat dan memalingkan tatapanku kedepan tanpa sepatah katapun.
Eka. Ada apa?” ia menepuk bahuku kali ini. Aku menghentikan langkahku dan menarik tangannya ketempat yang cukup sepi untuk menghindari tatapan orang banyak. Sejak aku keluar kelas banyak gadis yang menatapku dengan tatapan ingin menerkam.
Hey kau ini kenapa? Kenapa menarik tanganku seperti ini!” serunya sambil melepaskan genggamanku dipergelangannya.
Kami berhenti disebuah gudang yang sedikit sepi. “Apa kau bisa diam sebentar dan dengarkan perkataanku?” aku menatapnya tajam.
Dia memundurkan wajahnya dan terlihat sedikit takut, “Kau ini kesurupan apa sih?”
Percaya atau tidak itu terserah padamu. Yang jelas aku berkata yang sebenarnya.” lugasku penuh dengan keseriusan. Dan ia hanya mengangguk pelan. Aku menghela nafas, “Aku ini berada dimana dan kau siapa?”
Hah?!” dia terkejut. “Apa kau sedang bercanda?”
Aku serius! Dan cepatlah jawab.”
Kau berada disekolah. Iya sekolah kita. SMA Swasta Bina Indonusa. Dan aku adalah teman setimmu. Walaupun aku tidak mahir bermain futsal sepertimu, tapi kita cukup dekat. Aku Reihan kelas 3 B, sekelas denganmu.”
Benarkah? SMA Bina Indonusa?” Aku mengulang nama sekolah yang ia sebutkan, “Dan apa tadi kau satu kelas denganku? Tapi tadi aku tidak melihat tampangmu.”
Tadi aku sempat keluar ijin karena ada urusan keluarga pada saat jam istirahat. Aku kembali ketika jam pelajaran terakhir. Tapi ketika aku kembali, aku bertemu dengan pak Bambang untuk membantunya membereskan gudang olahraga.” jelasnya.
Aku membalik tubuhku membelakanginya. “Aku masih sekolah? Tapi kenapa aku merasa sepertinya aku sudah pernah sekolah dan lulus kuliah.”
Apa katamu? Kita masih berumur 17 tahun.”
Aku berbalik kearahnya, “Apa 17 tahun? Apa aku juga masih berumur 17 tahun?”
Dia mengangguk, “Kau ini kenapa sih! Sejak tadi tingkahmu aneh. Padahal pagi ini aku bertemu denganmu baik - baik saja.”
Aku merasa aku tidak pernah ada disini dan ini begitu asing bagiku. Aku merasa seperti... Aaww..” satu kepalan mendarat mulus dikepalaku.
Kau ini! Kau ini sedang bercanda ya!” serunya. “Kau sering bertingkah seolah – olah kau ini mengalami amnesia! Selalu saja aku yang menjadi korbannya.” protesnya dengan menekuk wajahnya.
Aku yang saat itu tengah meringis dan mengelus puncak kepalaku yang menjadi sasaran empuk. “Aku sudah bilang, aku tidak bercanda! Aku serius.” ucapku sedikit meninggikan suara.
Dia terdiam dan air wajahnya berubah menjadi normal. “Jadi kau serius?”
Iyalah!” kesalku. Aku mendekatinya dan berhadapan dengannya. “Apa kau bisa membantuku?”
Membantu apa?” kedua alisnya dinaikkan dan kedua tangannya dilipat didepan dada.
Bantu aku untuk ijin dari pertandingan futsal nanti sore dan beri tahu alamat rumahku sekarang.”
Hah? Apa? Kau ingin bolos dari pertandingan itu?” dia setengah berteriak, “Tidak bisa. Kau harus ikut pertandingan. Setelah itu aku akan mengantarkanmu pulang.”
Aku menghela nafas panjang, “Aku tidak mahir bermain futsal.”
Apa kau bilang? Kau justru bermain sebagai tim inti dikelas kita. Mana mungkin kau berkata tidak mahir bermain futsal.”
Haaa.....” aku luruh, mendudukkan diri dilantai. “Sejujurnya aku tidak tahu kenapa aku ada disini. Tiba – tiba aku sudah berada didalam sebuah kelas. Aku mencoba menghindari pertanyaan – pertanyaan mereka yang sejak tadi menanyakanku kenapa aku menundukkan kepalaku diatas meja dan seolah tertidur.” aku berhenti sebentar untuk menarik nafas panjang, “Aku merasa ini bukan diriku yang sebenarnya. Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi..” jelasku panjang lebar.
Reihan hanya mendengarkan kemudian ia memposisikan dirinya sepertiku. “Hey, aku ini kan teman dekatmu. Aku pasti akan membantumu. Apapun itu masalahnya.” ia mencoba menyemangatiku dan tersenyum.
Aku menganggukkan kepala tanda kepasrahanku dan mengikuti apa yang ia minta tadi.

Kita kalah telak! Scornya 5 – 1. payah sekali!” sejak pertandingan selesai dan berjalan pulang denganku, ia terus saja mengomel. “Semua ini gara – gara kau Eka!” tuduhnya.
Hah! Aku?”
Iya, bisa – bisanya kau menendang bola kearah yang berbeda. Kau hampir saja membuat tendangan bunuh diri!” protesnya lagi.
Aku menatapnya ngeri, keringatnya yang masih mengalir diseluruh wajahnya tak membuat ia lelah untuk berceloteh mengenai kegagalan dalam pertandingan tersebut. “Aku kan sudah bilang aku tidak begitu mahir bermain futsal. Kau sendiri yang tidak percaya padaku.” jawabku santai.
Reihan terlihat geram namun selang beberapa detik akhirnya dia harus pasrah atas kekalahan kelasnya hari ini. Pasalnya ada satu masalah yang mesti dia hadapi jika mengalami kekalahan.
Aku meliriknya, “Kenapa berhenti berteriak – teriak?”
Sudahlah. Kita sudah kalah. Sekarang aku harus mengantarmu pulang.” ucapnya dengan nada lemas. “Lagipula aku tidak tau kenapa kau jadi berubah tiba – tiba seperti ini.”
'Aku juga tidak tau. Aku terbangun dan tiba – tiba sudah ada didalam kelas.”
Jadi apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
Entahlah. Mungkin aku akan libur sekolah dalam beberapa hari.”
Apa? Kau akan bolos!”
Tidak. Nanti akan kuinfokan kalau aku ijin. Aku hanya butuh waktu berpikir saja.”
Bukankah dirumahmu hanya ada kau sendiri?”
Eh? Sendiri?”
Iya. Kau sendiri yang mengatakan hal itu.”
Apa aku sudah tidak punya orang tua?”
Eh.” dia memalingkan wajahnya dan sedikit menunduk, “Jadi benar ya kau tidak tau apa yang terjadi.”
Aku menghentikan langkahku dan juga menghentikannya, menepuk bahu kirinya. “Apa yang terjadi pada kehidupanku disini?”
Dia menatapku nanar.
Hey, kau ini terlalu berlebihan. Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak perlu kau kasihani.”
Iya iya.” Reihan menghela nafasnya panjang. “Orang tuamu berpisah saat kau masih SMP. Ayahmu membawa adikmu satu – satunya. Kau tinggal bersama ibumu, tapi ibumu seorang pekerja keras. Hampir setiap malam ibumu pulang dari tempat bekerjanya. Makanya kau sering main kerumahku, bermain PS dan kau baru akan pulang jika sudah malam.”
Aku terkejut. Aku tak menyangkan kehidupanku didunia ini begitu berbeda dengan apa yang ada didalam pikiranku. “Apa itu bukan leluconmu untuk mengerjaiku?”
Dia menggelengkan kepalanya. Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Ada rasa sesak yang kurasa didalam dadaku.
Sudahlah. Sekarang sudah mulai malam. Ayo kita pulang. Akan kuantar kau sampai dirumah.” ucapnya sambil mencoba tersenyum.
Aku mengikutinya tanpa bicara apapun.
Flash Back Off

Asap yang menyembul dari satu cup mie instan yang telah kuseduh 3 menit yang lalu memenuhi ruangan dapur minimalis dirumahku. Aku mendudukan diri dikursi kosong menghadap kearah jendela. Aku terdiam menikmati makan malamku hari ini. Memang benar apa yang dikatakan Reihan beberapa hari lalu. Ibuku jarang pulang cepat. Biasanya dia akan pulang jika sudah larut sekitar pukul 11 atau 12 malam. Aku tidak tau pekerjaan apa yang dijalani oleh ibuku saat ini hingga membuat ia harus bekerja hingga larut malam. Aku hanya bertemu ibuku diwaktu subuh ketika ia membangunkanku untuk ibadah sholat subuh, setelah itu ia meninggalkan beberapa makanan didapur dan berangkat bekerja.
Aku menghentikan kegiatan makanku ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Aku beranjak dari kursi dan menghampiri ruang tamu untuk memastikan bahwa ibu sudah pulang. Seorang wanita yang kukenal parasnya itu tengah berdiri dihadapanku dalam diam dan menatap sendu kearahku.
Dia menghampiriku dan menyentuh wajahku dengan tangannya yang sedikit terasa kasar, “Kau belum tidur nak?” tanyanya dengan suaranya yang lembut, namun sirat ada kesedihan disana.
Aku hanya menatapnya dalam diam. Tenggorokanku tercekat tiba – tiba, ada rasa yang ingin keluar dari dalam dadaku. Rasa sesak yang membuatku sulit untuk bernafas.
Kau makan mie instan cup lagi yah?” tanyanya kembali. Aku mengangguk. Dia tersenyum tulus.
Apa kau ingin ibu buatkan makanan?”
Aku menggelengkan kepala pelan. “Apa ibu sudah makan?” akhirnya kata itu yang keluar pertama kali saat aku tiba didunia ini dan bertemu dengan ibuku.
Ibu hanya tersenyum, “Ibu sudah makan dan sekarang saatnya kau istirahat.”
Aku terdiam, dia tidak tau kalau dalam beberapa hari ini aku tidak masuk sekolah. “Aku antarkan Ibu kekamar.” aku merangkul bahunya yang terlihat kurus itu.” didalam hatiku aku menangis. 'Apa ini, apakah kondisi ibuku didunia ini sungguh menyedihkan seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi?'
Kubuka pintu kamarnya dan mendudukan tubuh Ibu dipinggiran tempat tidurnya. Ku buka kaus kaki yang masih dikenakannya dan kutaruh tas kerjanya dimeja. “Ibu istirahatlah. Sepertinya Ibu lelah sekali.”
Ibu memandangku dengan sendu dan beberapa saat air matanya berlinang.
Ada apa Ibu? Apa ada yang menyakitimu?”
Tidak ada. Ibu hanya merasa bahagia melihat sikapmu hari ini.” ucapnya sambil menyeka air matanya.
Maksud Ibu?”
Ibu kira kau marah pada Ibu sejak perceraian Ibu dan Ayahmu.”
Kenapa aku harus marah?”
Mungkin kau kecewa kepada kedua orangtuamu. Kau selalu pulang telat saat kau pulang sekolah bahkan kau selalu menginap dirumah temanmu.” Ibu terdiam sejenak, “Awalnya itu sangat membuat Ibu sedih, tapi jika Ibu tidak melakukan apapun untuk masa depanmu. Maka kehidupanmu akan lebih hancur daripada saat ini. Ayahmu sudah tidak memberikan tunjangan sekolahmu tiga bulan sejak resmi Ibu dan Ayahmu bercerai. Sejak saat itu Ibu mencari pekerjaan agar bisa membantu biaya sekolahmu yang semakin lama semakin mahal itu. Ibu harus bekerja dari tempat yang satu ketempat yang lainnya.” jelasnya dengan suara yang terdengar tertekan dan sedih itu, namun diselingi dengan senyuman.
Aku memeluknya erat, “Aku minta maaf selama ini padamu Ibu. Aku berjanji aku akan membantu Ibu untuk mencari pekerjaan sampingan sepulang sekolah. Jadi kita sama – sama berjuang untuk kehidupan kita.”
Ibu melepas pelukanku dan menggelengkan kepalanya, “Jangan nak, kau harus fokus disekolahmu. Saat ini kau sudah kelas 3. ini waktunya untuk banyak belajar agar kau lulus.”
Tidak Ibu, justru aku tidak akan tenang melihat Ibu selalu pulang larut dan berangkat setelah subuh. Tolonglah Bu, ijinkan aku. Jadi Ibu bisa pulang cepat dan menungguku pulang bekerja.” yakinku. Entah apa yang aku ucapkan saat ini, belum ada rencana apapun mengenai pekerjaan sampingan yang harus kucari. Yang paling penting untukku adalah kondisi Ibuku saat ini yang ternyata disebabkan oleh diriku yang hidup didunia ini sebelumnya.
Baiklah kalau begitu. Ibu ijinkan.” ucapnya dan memelukku dengan erat.
Aku membalasnya dan tersenyum tenang.
***
Udara pagi yang cukup menyejukkan. Aku berjalan ditrotoar menuju sekolahku dengan beberapa siswa dan siswi berseragam yang sama denganku. Sebagian ada yang menatapku malu – malu, ada yang mencuri pandang padaku, dan berbisik – bisik sambil melihatku. Namun aku tidak mengindahkannya. Aku menatap lurus kedepan dan ada yang menarik perhatianku. Kupercepat langkahku untuk menghampirinya dan memastikan apa yang kulihat adalah benar.
Hey tunggu!” panggilku pada seseorang yang berjalan dihadapanku. Sekilas aku melihat wajahnya ketika ia menoleh kebelakang tadi. “Hah.. dia tidak berhenti.” keluhku. Kupercepat lagi langkahku setengah berlari menghampirinya.
Dan, “Hey.”
Gadis itu menoleh dan sedikit terkejut ketika aku menepuk bahunya. “Ada apa?” sesaat kemudian ia membulatkan kedua matanya.
Aku terengah – engah dan mencoba mengatur nafasku, “Kau..” wajahnya yang kukenal sekitar 10 tahun yang lalu itu. Wajah lugu dan polos serta sedikit tomboy itu mengingatkanku pada seseorang yang kukenal saat SMP dulu.
Kau...” ia mencoba mengingatnya.
Aku tersenyum, “Lyan Amara.” jawabku dengan percaya diri.
Dia tersenyum, “Iya dan kau adalah Eka Karunia Wijaya.”
Jadi benar itu kau?”
Dia mengangguk – angguk.
Lyaannn....” seseorang memanggilnya dari jauh. Kamipun menoleh kesumber suara. Seorang gadis mungkin teman Lyan menghampirinya dengan setengah berlari.
Kau ini. Bukankah ku bilang untuk menungguku dihalte!” serunya dengan wajah cemberut.
Eh. Masa?” ucapnya dengan sikap berpikirnya.
Bukankah semalam aku sudah menelpon kerumahmu. Kau pasti lupa.”
Hehehe. Aku tidak lupa. Hanya saja aku mau menyelesaikan PR-ku yang semalam belum selesai karena aku ketiduran. Setelah kau berceloteh panjang lebar kepadaku tentang kegiatan PMR-mu kemarin.” ejeknya.
Apa? Kenapa tidak memberitahuku. Aku menunggumu disana hampir 10 menit. Untung saja aku ada temanmu yang memberitahuku dihalte dan mengatakan kalau kau sudah duluan tadi.”
Maafkan aku.” ucapnya sambil diselingi cengirannya.
Aku melihatnya jadi ikut tersenyum melihat perkelahian kecil mereka. Sepertinya aku memberi notice pada mereka.
Eh, sepertinya aku mengenalmu.” ucap teman Lyan.
Akupun merasa mengenalnya juga. Wajahnya begitu familiar dimataku.
Terang saja kau mengenalnya. Dia teman kita waktu SMP. Orang yang pernah kau taksir kala itu.” goda Lyan.
Hah apa? Jangan bohong kamu ya!” serunya yang sudah menyiapkan kepalan ditangannya.
Lyan hanya mengacungkan dua jari dihadapannya yang menandakan 'peace'.
Kau ini, Sari ya. Teman sekelas Lyan dulu diSMP. Yang pernah datang diulang tahunku.” jawabku untuk mencairkan suasana.
Eh, jadi kau ini benar – benar orang itu ya?” tanyanya.
Aku mengangguk – angguk.
Dia ini Eka Karunia Wijaya. Ingat itu Sari.”
Sari mengangguk – angguk. “Hehe. Senang bertemu denganmu lagi.” ucapnya riang.
Aku juga. Senang akhirnya aku bisa bertemu dengan orang – orang yang kukenal disini.”
mereka terlihat kaget dan saling memandang satu sama lain. “Apa maksudmu? Apa kau murid pindahan?”
Eh. Bukan. Aku sudah bersekolah disini dari kelas 1 SMA. Kurasa hehehe.” aku menggaruk tengkuk kepalaku.
Kenapa kau berkata seperti itu?” tanya Lyan dengan wajahnya yang berubah serius.
Aku menatap matanya sebentar, “Ah sepertinya aku terkena amnesia.” jawabku sekenannya.
Amnesia?” kali ini Sari melihatku dengan wajah serius.
Apa kau merasa bahwa sebenarnya kau bukan berumur 17 tahun dan merasa ini bukan kehidupanmu?” Lyan mendekat kearahku dan berbicara pelan.
Aku terkejut kenapa dia bisa tau dengan apa yang kualami. “Kenapa kau bicara seperti itu?”
Dari ucapanmu tadi bahwa kau senang bertemu dengan orang kau kenal. Itu sama saja seperti kau tidak mengenal semua teman – temanmu disekolah ini kan? Padahal kau sudah bersekolah dari kelas 1.” jelasnya.
Aku menunduk, “Aku... Aku...”
Kita merasakan hal yang sama denganmu.” selak Sari.
Sontak aku meneggakkan kepalaku kearahnya, “Benarkah? Apa kalian merasa seperti itu?”

Lyan dan Sari mengangguk cepat.

***

Tbc

Next chapter -> cerita akan dijadikan satu. Ditunggu ya. Trims ^^

Jumat, 26 Februari 2016

CERBUNG : REVERSE Chapter 2

REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 2

Prev Prolog1

Haaahhh.... ternyata menjadi petugas PMR itu melelahkan yah. Harus piket setelah jam pulang sekolah. Membersihkan ruang UKS, memeriksa persediaan obat, belum lagi membuat anggaran biaya untuk perlengkapan P3K...” keluhku sepanjang perjalanan pulang.
Sinar senja sore kala itu mulai tenggelam. Aku berjalan sendirian disepanjang trotoar. “Huft.. sebenarnya aku ini kenapa? Kenapa sebelumnya aku tidak pernah melakukan hal seperti ini.”
aku mendekati kursi halte Bus sambil menunggu angkutan umum datang. Merogoh tasku dan mengambil handphoneku disana. Kulihat ada beberapa SMS masuk dari seorang laki – laki yang tidak aku tau rupanya.
  • From : Andika
  • To : Me
  • 14:10 WIB
    Apakah kau sudah pulang? Bagaimana kegiatan PMRmu?
  • From : Andika
  • To : Me
  • 14:20 WIB
    Jangan lupa untuk makan siang. Karena kau begitu suka dengan kegiatan PMRmu. Kau sering lupa makan.
  • From : Andika
  • To : Me
  • 15:15 WIB
    Mengapa kau tidak membalas pesanku? Apa kau sedang sibuk?
  • From : Andika
  • To : Me
  • 16:45 WIB
    Hati – hati dijalan yah. Kalau kau pulang sendirian.
Huh...” aku menghela nafas. Siapa laki – laki ini? Dia sering kali meng-SMS-ku. Tapi aku tidak pernah bertemu dengannya disekolah dalam 2 hari ini. Semenjak aku terbangun disebuah taman belakang sekolah. Aku bertemu dengan salah satu teman PMRku. Karena aku tidak mengetahui apa yang terjadi padaku saat ini. Semua hal aku tanyakan padanya, namun jawabannya nihil. Aku hanya diberi tahu kalau aku anak kelas 3C, sekertaris PMR dan biasanya aku sering bersama sahabatku yang bernama Lyan anak kelas 3B. Namun sudah 2 hari ini aku bertanya kekelasnya, namun dia tidak pernah ada.
Ku harap besok aku bisa bertemu dengannya. Jadi aku bisa meminta bantuannya mengenai hal aneh yang kualami ini.” kulihat lagi layar ponselku. Kubaca nama Andika disana. 'Siapa laki – laki ini? Kenapa aku tidak ingin membalas pesannya?' ucapku dalam hati.
***
Sari, turun makan dulu...” Teriak Ibu dari dapur. Ah, aku tinggal dengan Ibu dan kakakku. Kami hanya terpaut beberapa menit, ya dia kakak kembarku. Namun kami tidak satu sekolah. Aku sudah tidak memiliki seorang Ayah disini.
Iya Bu.” Aku bergegas membereskan buku – buku pelajaran yang ada dimejaku dan turun kedapur.
Ibu dan Kakak perempuanku sudah duduk manis disana. Masakan Ibu sudah terhidang dimeja makan dan kelihatannya lezat.
Wah... Ibu memasak ini semua? Ada acara apa?” tanyaku.
Ah.. tidak.. Ibu hanya ingin merayakan bersama kalian saja.”
Ibu naik pangkat menjadi seorang Manager.” jawab Kakakku yang memang agak jutek itu.
Benarkah Bu? Wah selamat ya Bu.” aku memeluk pinggang Ibuku dengan erat dan ia membalasnya.
Terima kasih. Ayo sekarang kita makan.” jawabnya tersenyum setelah membelai rambutku yang agak ikal ini. Aku tersenyum padanya.
Suasana makan malam bersama keluargaku begitu nikmat diselingi dengan celoteh ibu dan dijawab dengan juteknya kakak. Aku tersenyum bahagia melihatnya. 'Sepertinya aku belum pernah merasa sebahagia ini dalam keluarga.' ucapku dalam hati dengan menatap keceriaan mereka.
Ah, Sari. Ibu tidak pernah melihat Lyan kemari. Apa dia sibuk?” tanya Ibuku.
Aku berhenti mengunyah, “Lyan?”
Iyah. Diakan sahabatmu sejak SMP. Kalian ada masalah?”
Aku terdiam, 'Bukan karena ada masalah. Tapi bagaimana aku menceritakan semua pada Ibu.'
Apa kalian bertengkar lagi?” tanya Kakakku.
Heh? Apa kami pernah bertengkar?”
Kadang – kadang. Tapi kalian cepat sekali baikan.” jawabnya.
Lyan suka sekali kerumah. Sesekali ia membawakan kue buatan Ibunya untuk kita.” ucap Ibuku antusias.
Benarkah? Hmm.. Ibu aku tidak tau kenapa aku tidak bisa bertemu dengannya belakangan ini.” jawabku.
Heehh.. benar kau ada masalah dengannya?”
Tidak. Aku tidak ada masalah dengannya..” elakku. “Sepertinya.” susulku.
Kenapa tidak kau telepon saja?” tanya Ibu.
Sudah Bu, ke nomor Hpnya. Tapi tidak aktif.”
Telepon kerumah. Siapa tau dia ada dirumah.”
'Ah, benar. Kenapa tidak terpikir sejak kemarin yah.' aku bangun dari kursi meja makanku setelah aku menyelesaikannya. “Aku telepon rumah Lyan dulu Bu.”
Oh ya. Salam untuk Ibunya ya.” teriak Ibuku.
Oke.”
Aku duduk disebelah meja kecil dipojok dekat ruang keluarga. Aku mencari nomor telepon Lyan disana. “Ini dia.” Aku menekan tombol dan berhasil tersambung.
***
Aku duduk disekitar lapangan basket sendirian, menunggu kedatangan sahabatku Lyan. Kami sudah janjian untuk bertemu disini. Dari ceritanya semalam, sepertinya ia juga merasakan hal yang sama denganku.
Sari.” panggil seseorang dari arah jam 9. Aku menoleh dan memperhatikannya dengan seksama. Dia berlari kecil kearahku.
Aku membelakak, “Hah? Lyan. Jadi benar itu kau?” seruku histeris bertemu dengan temanku di SMP lalu.
Jadi benar Sari yang disebut – sebut sahabatku adalah kau. Ya ampun, aku tidak menyangka kalau kita akan bertemu lagi.” Lyan merangkul dan memelukku erat. Kami saling melempar senyum dan tanpa disadari kamipun berpegangan tangan hingga penghuni sekolah yang berlalu lalang disekitar kamipun menatap curiga.
Eh.. suasananya jadi tidak enak.” Lyan melepas pelukannya.
Peduli apa? Yang penting aku senang bertemu denganmu Lyan.” aku memeluknya dan kami saling berpelukan erat. Bagai teman yang tidak bertemu selama bertahun – tahun.

Lyan menyeruput minuman yang dibelinya dikantin, kami tengah duduk dipinggiran ruang PMR dilantai bawah.
Jadi hal serupa kau alami juga ya?” tanyaku padanya sembari mengunyah roti coklat yang kubeli tadi.
Aku juga tidak tau kenapa ini bisa terjadi. Tapi yang jelas dua hari lalu membuatku bingung. Tiba - tiba aku sudah berada di toilet dan tidak tau ada dimana.”
Aku berada ditaman belakang sekolah ini.”
Benarkah? Jadi kau terbangun diwaktu yang sama denganku hanya saja berbeda tempat?”
Aku mengangguk. “Aku seperti orang bodoh saat itu. Aku terdiam mencermati setiap sudut – sudut gedung ini.”
Ah, aku malah dibilang amnesia oleh teman sekelasku.” dia menyeruput minumannya lagi. “Lalu siapa yang menolongmu. Memberitahu kelasmu dan rumahmu?”
Ada siswi kelas 3E anggota PMR yang melihatku terdiam di taman. Dia menghampiriku dan menanyakan kenapa aku ada disana?” aku mengigit pinggiran rotiku. “Sempat aku bertanya ini dimana dan dia siapa? Malah dijawab dengan tertawa dan candaan. Dia bilang aku ini suka bercanda.”
Hmmm..” Lyan mengangguk – angguk.
Tapi setelah aku yakinkan bahwa aku memang tidak tahu. Kemudian ia memberitahu kelasku dan dimana alamat rumahku.” aku terdiam. “Kau tau dirumah ada Ibu dan kakakku.”
Ah.. aku juga. Dirumahku juga ada Ibu dan adikku. Tapi ayahku tidak ada, beliau sedang ada tugas keluar kota dalam beberapa minggu.”
Oh.. aku malah sudah tidak punya ayah. Kata Ibu, ayah sudah meninggal sejak aku SMP.”
Sari. Apa kau tau kenapa kita berada disini? Aku merasa ada hal yang aneh.” Lyan melihat kedua telapak tangannya. “Aku merasa bahwa aku sudah pernah melewati usia remaja seperti sekarang.”
Kau merasakan apa yang aku rasakan. Tapi sebagian pikiran asli kita hilang.”
Apa kau juga merasa bahwa apa yang kita jalani sekarang semuanya terbalik?”
Terbalik?”
Iya terbalik. Aku merasa aku tidak hanya memiliki seorang adik, tapi aku memiliki 3 orang adik. Rumahku tidak besar dan keluargaku tidak seharmonis sekarang. Aku mempunyai rasa jauh didalam hatiku seperti itu.”
Aku tengah berpikir, “Iya, aku juga merasa seperti itu. Ibuku wanita pekerja keras tapi tidak seceria sekarang dan seingatku aku tinggal berjauhan dengan kakakku. Tapi sekarang kami tinggal dalam satu rumah. Ini begitu ganjal.”
Bagaimana kita harus mencari tau apa yang terjadi?”
Entahlah..” kami sama – sama bingung dalam pikiran masing – masing. Tiba – tiba aku teringat sesuatu. “Ah Lyan, apa kau kenal dengan orang ini..” ucapku sambil menunjukkan ponselku padanya. “Ia rajin sekali mengirimiku SMS. Tapi aku tidak pernah membalasnya.”
Eh, kenapa? Mungkin dia bisa membantumu.”
Aku takut dia bukan orang yang baik.”
Lyan mengambil ponsel dari tanganku dan dibacanya setiap SMS dari laki – laki itu. “Dia sangat perhatian sekali ya padamu.” Goda Lyan. “Apa dia pacarmu?”
Hei, mana mungkin. Kalau dia pacarku kenapa dia tidak menemuiku?” elakku sambil mengambil ponselku ditangannya.
Hahahha.. kenapa wajahmu menjadi merah seperti itu. Kau ini malu ya.”
Apa sih.” aku menyembunyikan wajahku yang merona. 'Yang benar saja. Baru saja bangun dan hadir didunia ini. Kemudian harus berurusan dengan percintaan. Hal yang sangat merepotkan.' gumamku dalam hati.
Aku juga mempunyainya disini. Yang baru kuketahui kemarin. Kau tau aku mempunyai pacar yang super tampan...” godanya lagi.
Apa sih Lyan. Berlebihan deh.”
Kau ini kenapa? Aku kan hanya bilang dia tampan. Nanti kalau bertemu dengannya aku kenalkan. Siapa tau dia juga bisa membantu kita.”
Eh?”
Aku sudah menceritakan apa yang terjadi padaku. Dan dia mau membantuku untuk mengingat hal – hal yang tidak aku ketahui disini.”
Aku menatapnya, “Mengingat?”
Anggaplah seperti itu. Untuk sementara waktu kita harus mengikuti alur cerita hidup didunia ini. Sampai nanti kita menemukan sebab kita berada disini.” terangnya.
Aku terdiam dan tengah berpikir. “Ini pasti rumit. Karena kita tidak tau history keseharian kita hidup didunia ini.”
Apa kau punya pilihan lain? Selain menjalani kehidupan kita disini?'
Aku menggelengkan kepalaku, hingga bunyi bel pertanda istirahat telah selesai.
Ah, sudah waktunya masuk kelas. Nanti kita lanjutkan pembicaraan ini oke.”
Oke.”
***
Aku melamun memikirkan apa yang terjadi padaku saat ini. Semua mata pelajaran hari ini tidak ada satupun yang hinggap diotakku. Hingga bel pulang sekolah berbunyipun tidak membuat semangat hidupku bangkit. Dengan malas aku membereskan dan merapikan buku dimeja.
Hey Sari.” Seseorang menyenggol lenganku dan aku menoleh kearahnya.
Huh?” jawabku agak malas.
Kau kupanggil sejak tadi. Tapi kau tidak menyahut!” serunya dengan wajah cemberut.
Ah, maaf. Ada apa?” tatapan mata sayuku membuatnya sedikit terkejut.
Ketua PMR bilang, kita harus membeli perlengkapan P3 K. Sepertinya persediaannya habis. Banyak anak kelas 1 yang sering pingsan setiap upacara.” ucapnya kemudian.
Huh...” aku menghela nafas. “Baiklah tunggu aku sebentar. Aku rapikan mejaku dulu.” kulanjutkan kembali kegiatanku yang tertunda tadi.

Sudah hampir 2 jam aku berada dipusat kota, membeli semua perlengkapan dan kebutuhan untuk kegiatan PMR. Jika saja bukan ketua PMR yang minta, aku sudah menolaknya sejak tadi.
Hey, bisa istirahat sebentar. Aku lelah dan haus.” aku mendudukan diri disekitar kursi taman pusat kota. Kemudian ia mengikutinya.
Apa sebaiknya kita membeli minuman kaleng?” tawarnya.
Aku mengangguk pasrah. Ia beranjak dari kursinya dan menghampiri mesin penjual minum diseberang taman. “Huh.. lelahnya....” keluhku sembali mengusap peluh yang mengalir dari dahiku. Aku melihat – lihat disekitar taman, banyak pohon yang begitu rindang sehingga tempat ini sangat cocok untuk beristirahat. Tapi tidak banyak penjual keliling disekitar sini.
Eh, apa itu?” sesuatu menarik perhatianku dan aku mencoba menghampirinya. Sebuah tumbuhan dedaunan kecil berbentuk kelopak segiempat yang belum pernah aku temui. “Ini unik sekali. Aku belum pernah melihat daun seperti ini.” aku memetik dedaunan itu untuk ku bawa pulang.
Hey Sari. Ini minumannya.” ucap temanku yang baru saja tiba. “Tidak ada orange jus. Maka aku membeli minuman rasa leci saja.”
Hmm.. tidak apa terima kasih.” aku mengambil minuman kaleng itu dari tangan kanannya dan segera meneguk beberapa tegukan untuk menghilangkan dahagaku.
Sari. Ada apa denganmu?”
Apanya?”
Sikapmu sangat berbeda beberapa hari ini. Biasanya kau paling semangat dengan kegiatan kita ini.”
Benarkah?” tanyaku tanpa antusias.
Temanku itu mengangguk, “Kau berbeda. Ada apa sebenarnya?”
Ng.....” aku terdiam, “Ah. Ngomong – ngomong siapa ya namamu?”
Eh?” dia nampak terkejut. “Kau tidak tahu namaku?”
Aku menggeleng pelan, “Maaf, sepertinya aku terkena amnesia belakangan ini.”
Apa? Amnesia?” dia menambahkan keterkejutannya melalui ekspresi wajahnya itu. Kemudian ia menghela nafasnya pelan. “Aku memang tidak seaktif dirimu. Tapi sedikit sedih jika kau bahkan lupa namaku.”
Eh? Maaf aku tidak bermaksud begitu.” aku mendekatinya dan tersenyum gaje (?).
Dia menatapku dan menghela nafasnya lagi, “Yasudahlah.. aku memang suka dilupakan orang – orang.” ucapnya lemah. “Namaku Fariza, panggilannya Riza. Aku kelas 3 E.” ucapnya bersemangat kembali. “Padahal aku yang menegurmu waktu kau terdiam ditengah taman belakang sekolah.” dia cemberut.
Oh, namamu Fariza. Hehe.. maafkan aku ya.” aku merangkulnya dan dia masih terlihat cemberut. “Bagaimana kalau kita pulang sekarang?” tawarku.
Eh mana bisa pulang. Kita harus kembali ke Sekolah untuk mengantarkan ini.”
“Apa? Apa tidak bisa besok saja!”
Tidak, karena ketua PMR sudah menunggu.”
Ya ampun.. aku bisa pulang sore lagi hari ini..” aku menghela nafas panjang. Kehidupan sekolah penuh dengan perjuangan. Perjuangan untuk menolong orang sepertinya, menjadi petugas PMR dan pengurus ekskul tersebut. 

Tbc

Next Chapter 3 => Keseharian Eka.. The last person ^,^
Mungkin ceritanya agak aneh, tapi diusahakan tetap tersambung dan menarik.. Semoga semoga semoga ..

Thanks u for reading

Selasa, 02 Februari 2016

CERBUNG: REVERSE (Terbalik)

REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 1

Prev Prolog

Aku membuka kenop pintu kamar mandi. Aku mencoba mengintip dari satu sisi mataku. Kelihatannya sepi dan tidak ada orang. Aku berjalan menuju cermin yang cukup lebar yang terpasang pada dinding kamar mandi khusus wanita itu.
Hn? Kok ada yang berbeda dengan  diriku ya?” aku memegang kedua pipiku dan memperhatikan bayanganku pada cermin itu.
Loh? Kenapa aku pakai seragam sekolah?” Aku terkejut bukan main dengan kondisiku saat ini. Memakai seragam sekolah swasta sepertinya. Wajahku menjadi sedikit tirus dan tubuhku menjadi sangat langsing dan tinggi. Rambutku menjadi pendek sebahu. “Ada apa dengan rambutku? Kenapa menjadi pendek seperti ini?” Aku menyeka – nyeka setiap helainya.
Sepertinya ini bukan diriku. Aku tidak pernah berpenampilan seperti ini!” aku mencoba mengelak kondisiku saat ini. Aku menampar pipi kananku berniat agar aku cepat tersadar dari mimpi. “Aduh sakit.” Aku mengelus – elus pipiku yang terasa perih.
Eh, Lyan. Kau sedang apa? Sakit perut lagi?” tanya seorang siswi yang baru masuk kedalam toilet.
Eh... i.. iya.. hehehe...” Aku menjawab sekenanya. Aku tidak mengenal anak ini. 'Aduh bagaimana ini aku tidak tau ada dimana?'
Oh.. aku masuk dulu ya.” ucapnya kemudian memasuki kamar mandi.
Aku mengangguk. “Ya ampun itu siapa ya? Aduh aku harus bagaimana?” Aku berjalan kesana kemari. Aku memutuskan untuk bertanya pada anak perempuan tadi.
Eh, Kau masih ada disini?” tanyanya sambil mencuci kedua tangannya di wastafel.
Aku mendekatinya, “Umm.. anu.....”
Ada apa kau ini aneh sekali?”
Apa kau kenal aku?”
Kau bercanda? Justru saja aku kenal.”
Ah, kita kelas berapa ya?” aku mencoba bertanya padanya. Karena kondisiku saat ini aku sedang memakai seragam sekolah.
Kau ini amnesia ya. Masa kau lupa?”
Hehehe.. ya mungkin karena kelamaan disini.. “ Aku tersenyum gaje (?).
Dia menggelengkan kepalanya. “Kita kelas 3B. Urusan perutmu sudah selesai? Kalau sudah ayo kembali kekelas. Jam istirahat sudah mau habis.” jawabnya sambil berbalik.
Aku menahan tangannya. “Tunggu.”
Ada apa?”
Apa kau satu kelas denganku?”
Hah? Kau lupa denganku juga?”
Maaf....”
Dia menghela nafasnya pelan. “Iya aku sekelas denganmu. Aku duduk didepanmu. Namaku Rinna. Apakah ada yang perlu kau tanyakan lagi.”
Aku menggeleng, “Kurasa cukup, baiklah aku ikut denganmu kekelas.”
Ya sudah ayo.”
Aku mengikutinya berjalan menuju  kelasku. Aku sekarang kelas 3 SMA. Berarti umurku sekitar 17 tahun atau 18 tahun. Aku merasa ada yang aneh. Aku merasa bahwa umurku sebenarnya bukan itu.
Dalam perjalanan menuju kelas, aku memperhatikan seluruh sekolah dari lantai 3. Aku belum pernah ketempat ini. Begitu aneh tapi ini begitu nyata. Aku menapakkan kedua kakiku seperti biasa. Aku juga sudah mencubit bahkan menampar pipiku sendiri hanya untuk memastikan apakah ini nyata.
Aku melewati kelas 3 E dan 3 D. Manusianya sama sepertiku, tapi aku merasa ini bukan diriku yang sebenarnya.
Sudah sampai.” ucap Rinna ketika sudah berada didepan pintu kelas.
Aku berhenti dibelakang tubuhnya, “Eh iya.”
Kau duduk dibarisan ke 1 sap kelima.” Rinna menunjukkan posisiku duduk, seolah – olah ia sudah mengetahui mungkin aku akan bertanya.
Hah? Aku duduk dibelakang?”
Iya, karena kau adalah murid yang  tergolong pintar dikelas ini. Murid pintar diminta duduk dibelakang, agar yang kurang pintar bisa dipantau oleh guru yang mengajar.”
Pintar?”
Rinna menganggukkan kepalanya. “Aku masuk dulu.”
Eh iya.” Entah kenapa aku tidak mengikutinya untuk masuk. Aku terdiam sebentar didekat pintu. Sekilas aku menoleh kearah jam 9. Kelas didepanku adalah kelas 3 A. Aku melihat petunjuk berupa papan yang terpasang didinding atas dekat pintu itu.
Dua orang laki – laki berjalan dari arah yang berlawanan dan sepertinya mereka adalah murid dari kelas sebelah. Satu orang laki – laki masuk lebih dulu, tapi dibelakangnya ada laki – laki tampan yang berdiri menatapku dengan tatapan teduhnya. Aku tertegun dan beberapa saat kami hanya saling memandang.
Masuklah. Jam pelajaran akan dimulai.” ucapnya dengan suara yang membuat hatiku sedikit bergetar. Dan diakhiri dengan senyumannya yang manis.
Aku tersadar, “Ah, iya maaf.” aku bersegera masuk kedalam kelas dan duduk ditempat yang sudah ditunjuk oleh Rinna tadi.
Aku memegang dadaku. Jantungku berdegub kencang akibat dari tatapan dan perkataan laki – laki tadi. 'Ya ampun siapa ya laki – laki tadi. Kenapa dia tersenyum padaku.'
***
Aku berdiri tepat disebuah rumah yang cukup besar namun sederhana. Aku terdiam dan menatap rumah itu dengan seksama.
Sekarang kau sudah kuantar sampai rumah. Jadi kuharap besok kau tidak lagi terkena amnesia oke.” ucap Rinna sambil menghela nafasnya.
Hehehe.. maaf kalau aku merepotkanmu.” jawabku sambil menggaruk tengkuk kepalaku.
Hah.. ya sudah. Lagi pula rumahku beberapa blok saja dari sini. Kalau begitu aku duluan. Dah.” kemudian Rinna melangkahkan kakinya kembali.
Aku memperhatikan punggungnya, “Ah, dia teman yang baik yah.”
Aku berdiri didepan pintu rumahku itu, aku mengetuknya dan mengucapkan salam. Tidak berapa lama aku mendengar balasan dari dalam.
Aku membulatkan kedua mataku. Seorang wanita setengah baya yang sangat aku kenal parasnya itu. “Kau, tumben sekali sudah pulang siang ini.” ucapnya dengan wajah bingungnya.
Eh, apa aku biasanya pulang telat?”
'Tuk' Wanita itu menjitak kepalaku pelan. “Apa – apaan kau ini. Kau hampir setiap hari pulang telat. Pura – pura amnesia ya?”
Aku mengelus – elus kepalaku, “Maaf. Apa aku boleh masuk Mah?”
Hmm? Mah? Biasanya kau memanggil Ibu.”
Eh, iya maaf aku salah lagi Bu.”
Hahaha.. kau ini sedang ingin bercanda dengan ibu ya? Ayo masuklah. Ibu sudah memasakkan makanan favoritmu.” wanita itu yang mengaku sebagai ibuku menarik lenganku untuk masuk kerumahnya.

Setelah aku makan siang dan membersihkan diri, aku termenung dimeja belajarku. Kamarku cukup luas dari yang aku harapkan. “Ini hal baru untukku. Sepertinya aku tidak pernah punya kamar sendiri apalagi seluas ini.”
Aku memainkan pen dijemari tanganku, pikiranku melayang kesana kemari. Jelas aku belum begitu paham dengan apa yang terjadi saat ini. Aku menghela nafas, kedua bola mataku berputar mencari sesuatu dan akhirnya aku melihat sebuah laci meja disana. Aku hampiri dan mencari sesuatu yang mungkin bisa membantuku menemukan alasan kenapa aku berada disini. Sebuah buku diary berwarna peach berukuran 20 x 20 cm.
Aku rebahkan diriku disofa kecil dekat dengan pintu kamar. Aku buka satu persatu lembaran diary itu. Aku membacanya dengan seksama. “Ah, aku yang menulis ini semua? Tulisannya sama denganku. Tapi aku tidak pernah merasa menulis ini.”
Mataku terpaku pada suatu lembaran dimana aku menuliskan bahwa aku jatuh cinta pada seseorang. “Dimas Prasetya.” ucapku. “Siapa Dimas Prasetya itu? Apa aku jatuh cinta padanya?” tanyaku pada diriku sendiri. Aku tidak menghiraukannya. Ku buka lagi lembar demi lembar. Tenggorokanku tercekat, ketika sampai pada curhatan hati diriku pada diary itu. “Apa? Dengan Dimas Prasetya? Pacarku?! Hah!” seruku.
Aku belum sepenuhnya percaya. “Jadi disini aku sudah punya pacar? Tapi siapa laki – laki itu yah?” aku bertanya bodoh pada diriku sendiri. Aku menutup diary itu. Sekilas kemudian aku keluar kamar dan menghampiri Ibu diruang TV.
Ibu.. Ibu...” panggilku tergesa.
Ibuku menoleh, “Hei, ada apa? Kenapa berteriak seperti itu.”
Aku langsung mengambil posisi disamping Ibuku yang tengah menonton TV dengan adikku yang berbeda 5 tahun denganku. Ah, aku memiliki seorang adik perempuan berumur 12 tahun. Saat ini ia masih kelas 6 di Sekolah Dasar dekat dengan rumah.
Ibu aku ingin menanyakan sesuatu  padamu.” ucapku dengan serius.
Hn? Apa itu?”
Apa aku punya pacar?”
Kekasih? Kau ini bercanda. Kau sudah berpacaran dengannya hampir 1 tahun yang lalu.”
Hah? Hampir satu tahun?”
Ada apa? Apa kau lupa dengan pacarmu yang tampan itu?”
Eh? Tampan? Apa pacarku tampan?”
Seingat Ibu. Kata Sari dia orangnya juga pintar dan populer disekolah.”
Apa Ibu pernah bertemu dengannya?”
Apa kau bilang. Sudah tentu. Kadang setiap malam minggu atau minggu pagi dia kesini untuk menjemputmu kok dan meminta ijin pada Ibu.”
Apa?”
Kau ini kenapa sih? Kok tiba – tiba menanyakan hal itu.”
Ah,... itu..” aku tidak dapat mencari  alasannya. 'Jadi kalau aku sudah pacar, pasti dia tau aku yang sebenarnya.' gumamku.
Bu, ibu tau nomor Hp atau rumahnya tidak?”
Heh? Bukannya kau punya HP dan  menyimpannya disana.”
Bu, Hp kakak kan sedang rusak. Dua hari lalu terendam dimesin cuci oleh Ibu.” dengan polos Adikku  menjawabnya.
Aku menoleh kearahnya sekilas dan melihat kearah Ibu lagi. Dan Ibu hanya tersenyum saja.
Coba kau cari dibuku telepon mungkin kau menulis nomornya disana.”
Ah, iya.” ucapku sambil beranjak dari sofa ruang TV.
Oh ya, atau telepon saja sahabatmu itu.”
Sahabat? Apa aku punya sahabat Bu?”
Heh?? Kau lupa. Sari sahabatmu sejak SMP.”
Aku terdiam dan tengah berpikir. 'Sari? Sepertinya aku pernah familiar dengan nama itu.'
Aku bergegas menuju meja telepon. Dan mengambil buku telepon disana. Lembar demi lebar aku buka dan aku mencari nomor telepon yang dimaksud. “Ah ketemu. Ini dia nomor rumah Dimas.” Aku memegang gagang telepon dan menekan tombol disana. “Eh tapi aku bicara apa yah?” aku terdiam sebentar, sampai sambungan telepon itu tersambung.
Halo.” sapa penjawab diseberang sana. Sepertinya yang mengangkat telepon adalah wanita.
Ah Halo. Apa benar ini rumahnya Dimas Prasetya.”
Benar. Dengan siapa ini?”
Maaf saya Lyan.”
Lyan?” suaranya berubah menjadi  nyaring sekali.
Iya.”
Eh, tumben telepon kerumah biasanya langsung ke Hpnya Dimas.”
Eh. Hp saya sedang diservice.”
Bagaimana kabarmu?”
Ah, saya baik – baik saja. Umm.. maaf apa saya bisa bicara dengan Dimas?”
Oh ya, ya kau ingin bicara dengan Dimas yah. Tante sudah rindu denganmu. Habisnya kau sudah lama tidak berkunjung kerumah.”
Ah, benarkah? Baiklah nanti aku akan main kerumah Tante.”
Oh, benarkah. Kalau begitu aku akan senang sekali. Tunggu sebentar ya tante panggilkan dulu.”
Ah, iya. Saya tunggu.”
Aku menunggunya beberapa menit, hingga terdengar suara berat dari telepon seberang.
Halo.”
Jantungku berdebar kencang setelah mendengar suaranya. “Ah.. halo dengan Dimas?”
Ya, ada apa kau menelponku?”
Ah. Apakah kita bisa bertemu besok setelah pulang sekolah?”
Eh. Kenapa mesti pulang sekolah? Apa jam istirahat kau sibuk?”
Jam istirahat? Apa kita satu sekolah?”
Hah? Apa maksudmu? Kita kan satu sekolah.”
Eh, benarkah? Maaf aku jadi lupa. Ada beberapa pertanyaan yang ingin aku ajukan padamu. Kuharap kau bisa membantuku.”
Ada apa sebenarnya? Bukankah tadi siang kau terlihat baik – baik saja.”
Eh apa kau melihatku?”
Ckck.. kau ini lucu. Kau berdiri didepan pintu kelasmu dan terus saja menatapku. Kalau saja aku tidak berkata kepadamu untuk masuk, kau tidak akan masuk kan?”
Hah?” aku terkejut dan mengingat kejadian tadi siang pada jam istirahat. “A.. apa kau laki – laki yang mengatakan padaku didepan pintu kelasku tadi?”
Hmm? Kau ini kenapa sih? Tentu saja itu aku.”
Kau laki – laki yang tadi siang tersenyum padaku.”
Hn? Aku tersenyum padamu karena kau adalah kekasihku.”
Haaaaa.....” hatiku meleleh seketika.
***
Bel istirahat sekolah telah berbunyi. Dimas, memintaku untuk bertemu ditaman belakang sekolah. Sebelumnya aku menanyakan letaknya pada temanku, Rinna. Beberapa menit aku menunggu kehadirannya. Langkah kakiku tidak berhenti untuk bolak balik ditempat, hatiku gelisah dan perasaanku tidak karuan.
Mau sampai kapan kau berjalan bolak balik seperti itu?” tanya laki – laki yang tak lain adalah Dimas yang kini sudah berdiri dihadapanku.
Aku terhenti dan menatapnya terpesona. Dia berjalan menghampiriku. 'Aduh, hatiku kenapa ini? Kenapa rasanya jantungku berdetak cepat sekali.' gumamku dalam hati.
Ah. Duduk disini.” ucapku sambil mengalihkan tatapan matanya yang sejak tadi tidak lepas dari mataku. Aku mengambil posisi duduk dikursi taman kosong itu. Dan dia duduk bersebelahan denganku.
Ada apa?”
Umm... begini.. bagaimana yah?” ucapku terbata sambil memainkan jemariku. Aku tak berani melihat kearahnya. Bagaimana aku bisa melihatnya, dia begitu tampan bagiku. Postur tubuh tinggi dan atletis, kulitnya yang putih langsat, hidungnya yang mancung dan matanya yang begitu indah dan teduh. Dan gaya rambutnya yang simple dan berpakaian rapi.
Dia melirikku, “Kau ini kenapa?” kali ini ia melihat kearahku. Menunggu jawabanku.
Maaf. Hanya saja. Apakah kau bisa  percaya padaku?” jawabku tanpa menatapnya.
"Hn?”
Sepertinya aku terkena amnesia. Jadi aku tidak ingat pada siapapun. Bukan ini lebih kepada aku tidak tau akan diriku disini. Kehidupanku sekarang banyak yang begitu aneh. Tapi ada beberapa orang yang aku ingat contoh wajah Ibuku dan adikku. Tapi aku tidak ingat kalau aku bersekolah disini dan mengingat wajah dan nama teman – temanku...”
Termasuk padaku?” ia menyela perkataanku.
Ah.. iya..” ucapku kali ini aku menoleh kearahnya yang masih menatapku. Mata kami bertemu dan itu membuat wajahku menjadi merah. Aku memalingkan wajahku lagi dan menunduk. “Jangan melihatku seperti itu. Aku jadi sedikit malu.”
Dia tersentak dan memundurkan wajahnya. “Hah.. jadi ini sebabnya kau menelponku kemarin. Dan berkata yang aneh.”
Maaf. Tapi apakah kau percaya kalau aku terkena amnesia?”
Yang aku tau kau tidak pernah berbohong padaku. Jadi kurasa saat ini kau sedang tidak berbohong.”
Tidak mungkin aku berbohong. Karena itu, aku ingin meminta bantuanmu.”
Kau ingin aku melakukan apa?”
Kata ibuku. Kita sudah berpacaran  hampir 1 tahun. Berarti kau tau siapa diriku disekolah kan?”
Hmmm??” dia nampak berpikir.
Aku menoleh kearahnya, “Kenapa kau tidak menjawabku?” tanpa sadar aku mendekatkan posisi dudukku padanya.
Dia menoleh kearahku. Lagi lagi mataku bertemu dengan matanya dan dia tersenyum kepadaku. Aku tidak bisa mengelak tatapannya. “Aku akan membantumu untuk mengingatnya.”
Terima kasih.” jawabku dan membalas senyumannya.
Hmm..” ucapnya disertai dengan belaian tangannya dikepalaku. Aku merasa terbawa suasana saat itu. 'Ah aku tidak percaya bahwa aku memiliki kekasih seperti dia. Aku merasa beruntung.' ucapku dalam hati.

Tbc

Chapter 2 -> kisah dari keseharian Sari..
Ditunggu next chapternya..
Thank u ^^

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...