Senin, 29 Februari 2016

CERBUNG : REVERSE Chapter 3

REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 3

Prev Prolog12


Aku terdiam menikmati hembusan angin malam didekat jendela kamarku. Kupejamkan kedua mataku dan tengah berpikir selama beberapa hari ini. Apa yang terjadi padaku begitu tiba – tiba dan merasa sedikit ada keanehan. Detak jarum jam menunjukkan pukul 10 malam tepat, namun rasa kantuk belum menghampiriku. Sudah 3 hari aku tidak masuk sekolah sejak kejadian hari itu.
Flash Back On
Aku berjalan gontai menyelusuri lorong kelas sendirian.
Hey Eka, tumben sendirian?”
Aku menoleh kearahnya dan menaikkan alisku. Dia merangkulku tiba – tiba dari belakang. “Ah..” jawabku.
Jangan lupa hari ini kita ada pertandingan futsal dengan anak campuran kelas 2 dan 1 jam 3 Sore.” ucapnya dengan diselingi cengiran.
Aku terdiam dan bingung harus menjawab apa. Aku sudah banyak menghindari pertanyaan – pertanyaan teman sekelasku kenapa dengan terdiamnya aku hari ini.
Hey, ada apa? Kenapa kau diam saja. Apa ada masalah denganmu?” dia melepas rangkulannya dan berjalan disampingku.
Aku menatapnya sesaat dan memalingkan tatapanku kedepan tanpa sepatah katapun.
Eka. Ada apa?” ia menepuk bahuku kali ini. Aku menghentikan langkahku dan menarik tangannya ketempat yang cukup sepi untuk menghindari tatapan orang banyak. Sejak aku keluar kelas banyak gadis yang menatapku dengan tatapan ingin menerkam.
Hey kau ini kenapa? Kenapa menarik tanganku seperti ini!” serunya sambil melepaskan genggamanku dipergelangannya.
Kami berhenti disebuah gudang yang sedikit sepi. “Apa kau bisa diam sebentar dan dengarkan perkataanku?” aku menatapnya tajam.
Dia memundurkan wajahnya dan terlihat sedikit takut, “Kau ini kesurupan apa sih?”
Percaya atau tidak itu terserah padamu. Yang jelas aku berkata yang sebenarnya.” lugasku penuh dengan keseriusan. Dan ia hanya mengangguk pelan. Aku menghela nafas, “Aku ini berada dimana dan kau siapa?”
Hah?!” dia terkejut. “Apa kau sedang bercanda?”
Aku serius! Dan cepatlah jawab.”
Kau berada disekolah. Iya sekolah kita. SMA Swasta Bina Indonusa. Dan aku adalah teman setimmu. Walaupun aku tidak mahir bermain futsal sepertimu, tapi kita cukup dekat. Aku Reihan kelas 3 B, sekelas denganmu.”
Benarkah? SMA Bina Indonusa?” Aku mengulang nama sekolah yang ia sebutkan, “Dan apa tadi kau satu kelas denganku? Tapi tadi aku tidak melihat tampangmu.”
Tadi aku sempat keluar ijin karena ada urusan keluarga pada saat jam istirahat. Aku kembali ketika jam pelajaran terakhir. Tapi ketika aku kembali, aku bertemu dengan pak Bambang untuk membantunya membereskan gudang olahraga.” jelasnya.
Aku membalik tubuhku membelakanginya. “Aku masih sekolah? Tapi kenapa aku merasa sepertinya aku sudah pernah sekolah dan lulus kuliah.”
Apa katamu? Kita masih berumur 17 tahun.”
Aku berbalik kearahnya, “Apa 17 tahun? Apa aku juga masih berumur 17 tahun?”
Dia mengangguk, “Kau ini kenapa sih! Sejak tadi tingkahmu aneh. Padahal pagi ini aku bertemu denganmu baik - baik saja.”
Aku merasa aku tidak pernah ada disini dan ini begitu asing bagiku. Aku merasa seperti... Aaww..” satu kepalan mendarat mulus dikepalaku.
Kau ini! Kau ini sedang bercanda ya!” serunya. “Kau sering bertingkah seolah – olah kau ini mengalami amnesia! Selalu saja aku yang menjadi korbannya.” protesnya dengan menekuk wajahnya.
Aku yang saat itu tengah meringis dan mengelus puncak kepalaku yang menjadi sasaran empuk. “Aku sudah bilang, aku tidak bercanda! Aku serius.” ucapku sedikit meninggikan suara.
Dia terdiam dan air wajahnya berubah menjadi normal. “Jadi kau serius?”
Iyalah!” kesalku. Aku mendekatinya dan berhadapan dengannya. “Apa kau bisa membantuku?”
Membantu apa?” kedua alisnya dinaikkan dan kedua tangannya dilipat didepan dada.
Bantu aku untuk ijin dari pertandingan futsal nanti sore dan beri tahu alamat rumahku sekarang.”
Hah? Apa? Kau ingin bolos dari pertandingan itu?” dia setengah berteriak, “Tidak bisa. Kau harus ikut pertandingan. Setelah itu aku akan mengantarkanmu pulang.”
Aku menghela nafas panjang, “Aku tidak mahir bermain futsal.”
Apa kau bilang? Kau justru bermain sebagai tim inti dikelas kita. Mana mungkin kau berkata tidak mahir bermain futsal.”
Haaa.....” aku luruh, mendudukkan diri dilantai. “Sejujurnya aku tidak tahu kenapa aku ada disini. Tiba – tiba aku sudah berada didalam sebuah kelas. Aku mencoba menghindari pertanyaan – pertanyaan mereka yang sejak tadi menanyakanku kenapa aku menundukkan kepalaku diatas meja dan seolah tertidur.” aku berhenti sebentar untuk menarik nafas panjang, “Aku merasa ini bukan diriku yang sebenarnya. Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi..” jelasku panjang lebar.
Reihan hanya mendengarkan kemudian ia memposisikan dirinya sepertiku. “Hey, aku ini kan teman dekatmu. Aku pasti akan membantumu. Apapun itu masalahnya.” ia mencoba menyemangatiku dan tersenyum.
Aku menganggukkan kepala tanda kepasrahanku dan mengikuti apa yang ia minta tadi.

Kita kalah telak! Scornya 5 – 1. payah sekali!” sejak pertandingan selesai dan berjalan pulang denganku, ia terus saja mengomel. “Semua ini gara – gara kau Eka!” tuduhnya.
Hah! Aku?”
Iya, bisa – bisanya kau menendang bola kearah yang berbeda. Kau hampir saja membuat tendangan bunuh diri!” protesnya lagi.
Aku menatapnya ngeri, keringatnya yang masih mengalir diseluruh wajahnya tak membuat ia lelah untuk berceloteh mengenai kegagalan dalam pertandingan tersebut. “Aku kan sudah bilang aku tidak begitu mahir bermain futsal. Kau sendiri yang tidak percaya padaku.” jawabku santai.
Reihan terlihat geram namun selang beberapa detik akhirnya dia harus pasrah atas kekalahan kelasnya hari ini. Pasalnya ada satu masalah yang mesti dia hadapi jika mengalami kekalahan.
Aku meliriknya, “Kenapa berhenti berteriak – teriak?”
Sudahlah. Kita sudah kalah. Sekarang aku harus mengantarmu pulang.” ucapnya dengan nada lemas. “Lagipula aku tidak tau kenapa kau jadi berubah tiba – tiba seperti ini.”
'Aku juga tidak tau. Aku terbangun dan tiba – tiba sudah ada didalam kelas.”
Jadi apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
Entahlah. Mungkin aku akan libur sekolah dalam beberapa hari.”
Apa? Kau akan bolos!”
Tidak. Nanti akan kuinfokan kalau aku ijin. Aku hanya butuh waktu berpikir saja.”
Bukankah dirumahmu hanya ada kau sendiri?”
Eh? Sendiri?”
Iya. Kau sendiri yang mengatakan hal itu.”
Apa aku sudah tidak punya orang tua?”
Eh.” dia memalingkan wajahnya dan sedikit menunduk, “Jadi benar ya kau tidak tau apa yang terjadi.”
Aku menghentikan langkahku dan juga menghentikannya, menepuk bahu kirinya. “Apa yang terjadi pada kehidupanku disini?”
Dia menatapku nanar.
Hey, kau ini terlalu berlebihan. Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak perlu kau kasihani.”
Iya iya.” Reihan menghela nafasnya panjang. “Orang tuamu berpisah saat kau masih SMP. Ayahmu membawa adikmu satu – satunya. Kau tinggal bersama ibumu, tapi ibumu seorang pekerja keras. Hampir setiap malam ibumu pulang dari tempat bekerjanya. Makanya kau sering main kerumahku, bermain PS dan kau baru akan pulang jika sudah malam.”
Aku terkejut. Aku tak menyangkan kehidupanku didunia ini begitu berbeda dengan apa yang ada didalam pikiranku. “Apa itu bukan leluconmu untuk mengerjaiku?”
Dia menggelengkan kepalanya. Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Ada rasa sesak yang kurasa didalam dadaku.
Sudahlah. Sekarang sudah mulai malam. Ayo kita pulang. Akan kuantar kau sampai dirumah.” ucapnya sambil mencoba tersenyum.
Aku mengikutinya tanpa bicara apapun.
Flash Back Off

Asap yang menyembul dari satu cup mie instan yang telah kuseduh 3 menit yang lalu memenuhi ruangan dapur minimalis dirumahku. Aku mendudukan diri dikursi kosong menghadap kearah jendela. Aku terdiam menikmati makan malamku hari ini. Memang benar apa yang dikatakan Reihan beberapa hari lalu. Ibuku jarang pulang cepat. Biasanya dia akan pulang jika sudah larut sekitar pukul 11 atau 12 malam. Aku tidak tau pekerjaan apa yang dijalani oleh ibuku saat ini hingga membuat ia harus bekerja hingga larut malam. Aku hanya bertemu ibuku diwaktu subuh ketika ia membangunkanku untuk ibadah sholat subuh, setelah itu ia meninggalkan beberapa makanan didapur dan berangkat bekerja.
Aku menghentikan kegiatan makanku ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Aku beranjak dari kursi dan menghampiri ruang tamu untuk memastikan bahwa ibu sudah pulang. Seorang wanita yang kukenal parasnya itu tengah berdiri dihadapanku dalam diam dan menatap sendu kearahku.
Dia menghampiriku dan menyentuh wajahku dengan tangannya yang sedikit terasa kasar, “Kau belum tidur nak?” tanyanya dengan suaranya yang lembut, namun sirat ada kesedihan disana.
Aku hanya menatapnya dalam diam. Tenggorokanku tercekat tiba – tiba, ada rasa yang ingin keluar dari dalam dadaku. Rasa sesak yang membuatku sulit untuk bernafas.
Kau makan mie instan cup lagi yah?” tanyanya kembali. Aku mengangguk. Dia tersenyum tulus.
Apa kau ingin ibu buatkan makanan?”
Aku menggelengkan kepala pelan. “Apa ibu sudah makan?” akhirnya kata itu yang keluar pertama kali saat aku tiba didunia ini dan bertemu dengan ibuku.
Ibu hanya tersenyum, “Ibu sudah makan dan sekarang saatnya kau istirahat.”
Aku terdiam, dia tidak tau kalau dalam beberapa hari ini aku tidak masuk sekolah. “Aku antarkan Ibu kekamar.” aku merangkul bahunya yang terlihat kurus itu.” didalam hatiku aku menangis. 'Apa ini, apakah kondisi ibuku didunia ini sungguh menyedihkan seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi?'
Kubuka pintu kamarnya dan mendudukan tubuh Ibu dipinggiran tempat tidurnya. Ku buka kaus kaki yang masih dikenakannya dan kutaruh tas kerjanya dimeja. “Ibu istirahatlah. Sepertinya Ibu lelah sekali.”
Ibu memandangku dengan sendu dan beberapa saat air matanya berlinang.
Ada apa Ibu? Apa ada yang menyakitimu?”
Tidak ada. Ibu hanya merasa bahagia melihat sikapmu hari ini.” ucapnya sambil menyeka air matanya.
Maksud Ibu?”
Ibu kira kau marah pada Ibu sejak perceraian Ibu dan Ayahmu.”
Kenapa aku harus marah?”
Mungkin kau kecewa kepada kedua orangtuamu. Kau selalu pulang telat saat kau pulang sekolah bahkan kau selalu menginap dirumah temanmu.” Ibu terdiam sejenak, “Awalnya itu sangat membuat Ibu sedih, tapi jika Ibu tidak melakukan apapun untuk masa depanmu. Maka kehidupanmu akan lebih hancur daripada saat ini. Ayahmu sudah tidak memberikan tunjangan sekolahmu tiga bulan sejak resmi Ibu dan Ayahmu bercerai. Sejak saat itu Ibu mencari pekerjaan agar bisa membantu biaya sekolahmu yang semakin lama semakin mahal itu. Ibu harus bekerja dari tempat yang satu ketempat yang lainnya.” jelasnya dengan suara yang terdengar tertekan dan sedih itu, namun diselingi dengan senyuman.
Aku memeluknya erat, “Aku minta maaf selama ini padamu Ibu. Aku berjanji aku akan membantu Ibu untuk mencari pekerjaan sampingan sepulang sekolah. Jadi kita sama – sama berjuang untuk kehidupan kita.”
Ibu melepas pelukanku dan menggelengkan kepalanya, “Jangan nak, kau harus fokus disekolahmu. Saat ini kau sudah kelas 3. ini waktunya untuk banyak belajar agar kau lulus.”
Tidak Ibu, justru aku tidak akan tenang melihat Ibu selalu pulang larut dan berangkat setelah subuh. Tolonglah Bu, ijinkan aku. Jadi Ibu bisa pulang cepat dan menungguku pulang bekerja.” yakinku. Entah apa yang aku ucapkan saat ini, belum ada rencana apapun mengenai pekerjaan sampingan yang harus kucari. Yang paling penting untukku adalah kondisi Ibuku saat ini yang ternyata disebabkan oleh diriku yang hidup didunia ini sebelumnya.
Baiklah kalau begitu. Ibu ijinkan.” ucapnya dan memelukku dengan erat.
Aku membalasnya dan tersenyum tenang.
***
Udara pagi yang cukup menyejukkan. Aku berjalan ditrotoar menuju sekolahku dengan beberapa siswa dan siswi berseragam yang sama denganku. Sebagian ada yang menatapku malu – malu, ada yang mencuri pandang padaku, dan berbisik – bisik sambil melihatku. Namun aku tidak mengindahkannya. Aku menatap lurus kedepan dan ada yang menarik perhatianku. Kupercepat langkahku untuk menghampirinya dan memastikan apa yang kulihat adalah benar.
Hey tunggu!” panggilku pada seseorang yang berjalan dihadapanku. Sekilas aku melihat wajahnya ketika ia menoleh kebelakang tadi. “Hah.. dia tidak berhenti.” keluhku. Kupercepat lagi langkahku setengah berlari menghampirinya.
Dan, “Hey.”
Gadis itu menoleh dan sedikit terkejut ketika aku menepuk bahunya. “Ada apa?” sesaat kemudian ia membulatkan kedua matanya.
Aku terengah – engah dan mencoba mengatur nafasku, “Kau..” wajahnya yang kukenal sekitar 10 tahun yang lalu itu. Wajah lugu dan polos serta sedikit tomboy itu mengingatkanku pada seseorang yang kukenal saat SMP dulu.
Kau...” ia mencoba mengingatnya.
Aku tersenyum, “Lyan Amara.” jawabku dengan percaya diri.
Dia tersenyum, “Iya dan kau adalah Eka Karunia Wijaya.”
Jadi benar itu kau?”
Dia mengangguk – angguk.
Lyaannn....” seseorang memanggilnya dari jauh. Kamipun menoleh kesumber suara. Seorang gadis mungkin teman Lyan menghampirinya dengan setengah berlari.
Kau ini. Bukankah ku bilang untuk menungguku dihalte!” serunya dengan wajah cemberut.
Eh. Masa?” ucapnya dengan sikap berpikirnya.
Bukankah semalam aku sudah menelpon kerumahmu. Kau pasti lupa.”
Hehehe. Aku tidak lupa. Hanya saja aku mau menyelesaikan PR-ku yang semalam belum selesai karena aku ketiduran. Setelah kau berceloteh panjang lebar kepadaku tentang kegiatan PMR-mu kemarin.” ejeknya.
Apa? Kenapa tidak memberitahuku. Aku menunggumu disana hampir 10 menit. Untung saja aku ada temanmu yang memberitahuku dihalte dan mengatakan kalau kau sudah duluan tadi.”
Maafkan aku.” ucapnya sambil diselingi cengirannya.
Aku melihatnya jadi ikut tersenyum melihat perkelahian kecil mereka. Sepertinya aku memberi notice pada mereka.
Eh, sepertinya aku mengenalmu.” ucap teman Lyan.
Akupun merasa mengenalnya juga. Wajahnya begitu familiar dimataku.
Terang saja kau mengenalnya. Dia teman kita waktu SMP. Orang yang pernah kau taksir kala itu.” goda Lyan.
Hah apa? Jangan bohong kamu ya!” serunya yang sudah menyiapkan kepalan ditangannya.
Lyan hanya mengacungkan dua jari dihadapannya yang menandakan 'peace'.
Kau ini, Sari ya. Teman sekelas Lyan dulu diSMP. Yang pernah datang diulang tahunku.” jawabku untuk mencairkan suasana.
Eh, jadi kau ini benar – benar orang itu ya?” tanyanya.
Aku mengangguk – angguk.
Dia ini Eka Karunia Wijaya. Ingat itu Sari.”
Sari mengangguk – angguk. “Hehe. Senang bertemu denganmu lagi.” ucapnya riang.
Aku juga. Senang akhirnya aku bisa bertemu dengan orang – orang yang kukenal disini.”
mereka terlihat kaget dan saling memandang satu sama lain. “Apa maksudmu? Apa kau murid pindahan?”
Eh. Bukan. Aku sudah bersekolah disini dari kelas 1 SMA. Kurasa hehehe.” aku menggaruk tengkuk kepalaku.
Kenapa kau berkata seperti itu?” tanya Lyan dengan wajahnya yang berubah serius.
Aku menatap matanya sebentar, “Ah sepertinya aku terkena amnesia.” jawabku sekenannya.
Amnesia?” kali ini Sari melihatku dengan wajah serius.
Apa kau merasa bahwa sebenarnya kau bukan berumur 17 tahun dan merasa ini bukan kehidupanmu?” Lyan mendekat kearahku dan berbicara pelan.
Aku terkejut kenapa dia bisa tau dengan apa yang kualami. “Kenapa kau bicara seperti itu?”
Dari ucapanmu tadi bahwa kau senang bertemu dengan orang kau kenal. Itu sama saja seperti kau tidak mengenal semua teman – temanmu disekolah ini kan? Padahal kau sudah bersekolah dari kelas 1.” jelasnya.
Aku menunduk, “Aku... Aku...”
Kita merasakan hal yang sama denganmu.” selak Sari.
Sontak aku meneggakkan kepalaku kearahnya, “Benarkah? Apa kalian merasa seperti itu?”

Lyan dan Sari mengangguk cepat.

***

Tbc

Next chapter -> cerita akan dijadikan satu. Ditunggu ya. Trims ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...