Jumat, 18 Desember 2015

Cerbung Fantasi : The world of dreams and two pendants - chapter 2

The world of dreams and two pendants
Chapter 2


Genre : Fantasi, romance

This first i'am writing for a story about fantasy..
Just for my hoby for read a comic and watch a anime movie..

Happy reading and sorry for typo.. ^^
And don't plagiat!

Previous Chap 1

***

Ina dan Fazi berjalan menyelusuri hutan setelah pertemuan awal mereka hari ini. Ina berjalan didepan Fazi tepatnya, kemudian tiba – tiba ia terhenti karena mendengar sesuatu yang mengusik pendengarannya.
Fazi menyadari, “Eh? Ada apa?”
“Apa kau mendengar suara desiran air?” Ina menoleh kearah Fazi berdiri.
“Hem…” Fazi mencoba mendengar suara disekelilingnya. “Ah, sepertinya dari arah sana.” Fazi menununjukkan arah suara itu.
Ina langsung beranjak kearah suara desiran air itu dan Fazi mengikutinya.

‘Apa ini surga? Air terjunnya indah sekali’ aku nampak takjub dengan sungai yang kutemukan beberapa menit yang lalu. “Apa aku mimpi? Ada aliran sungai disini? Airnya jernih sekali.” Aku berlari ketepi sungai itu dan mencoba mengambil segenggam air dikedua tanganku, “Wah jernih sekali airnya.” Aku membasuh wajahku, “Ah.. rasanya segar. Sudah lama aku tidak merasakan sesegar ini mencuci wajahku.” Aku tersenyum pada bayanganku sendiri di sungai itu, “Benar – benar sangat jernih. Benar kan Fa…….” aku tertegun dengan pemandangan didepanku membuat tubuhku bahkan wajahku menjadi kaku. “Aaaa……..” teriakku seketika ketika melihat Fazi yang sudah bertelanjang dada membasuh tubuhnya tak jauh dari tempatku.

Aku berhasil mencari tempat untuk menyembunyikan tubuhku dan apa yang kulihat tadi, “Apa tadi? Sangat tidak sopan!” omelku. Aku yakin wajahku masih memerah.
“Hei, apa – apaan kau ini. Berteriak seperti itu. Apa aku terlihat seperti penjahat.” Dia sudah berada dihadapanku dengan pakaiannya yang komplit bak prajurit.
Aku berdiri berhadapan dengannya, “Kau ini. Apa kau tidak sadar bahwa ada seorang wanita bersamamu? Bagaimana bisa kau bertindak seperti itu didepanku!” protesku dengan menggembungkan kedua pipiku.
Dia hanya tersenyum dan memalingkan wajahnya, “Hah!” ia menghela nafasnya. “Memang apa salahnya?” tanyanya tanpa dosa dengan mengangkat kedua tangan setara dengan bahunya.
“Apa? Kau ini.. rrggghhh..” aku berhasil menendang kaki kirinya hingga ia terjatuh.
“Aahhh…” ia mengelus – elus betisnya yang kutendang tadi. “Kau ini wanita apa sih? Kasar sekali.”
“Kau itu laki – laki mesum!”
“Apanya yang mesum. Aku hanya ingin membasuh tubuhku. Aku hanya ingin mandi. Apa itu salah?” ia mulai terlihat geram.
“Tapi tidak didepanku tau!” aku tak kalah geram.
Aku dan dia saling menatap tajam dan beberapa lama kemudian kami saling membuang muka kearah berlawanan.

***

“Sudah kubalut dengan perban, semoga kakimu cepat pulih.” Ucapnya sambil menaruh perlengkapan obat dimeja.
“Ah, terima kasih.”
Dia hanya mengangguk.
“Hmm.. a..anu.. apa kau tinggal sendirian ditempat ini?” tanyaku saat ia beranjak keluar rumah kecilnya.
Dia menghentikan langkahnya dan berbalik kearahku. “Aku tinggal sendiri disini, kalau kau butuh sesuatu panggil saja aku. Aku ada didepan.” Ia kembali beranjak keluar rumah.
Aku terdiam sambil terus mengenggam liontin yang tergantung dileherku, ‘Aku… sebenarnya aku ada dimana? Tempat ini begitu asing bagiku.’ Aku melihat kearah jendela yang terbuka dengan beberapa baris kayu berbentuk tabung yang rapi. Aku melihat punggungnya, wajahnya begitu bersinar dengan pantulan cahaya senja saat ini.
Aku menundukkan wajahku dan berpikir, “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” aku menampar pipi kananku sengaja, “Sakit.” Aku menderu pelan dan mengelus pipiku. “Ini bukan mimpi, tapi?” banyak pertanyaan yang berkecamuk dipikiranku.

“Apa kau lapar?” dia masuk tanpa aku tau dan berdiri tegap didekat pintu, cahaya senja itu masih memantulkan sinar bias diwajahnya. Aku tertegun melihat kilauan dikedua bola matanya yang hijau. “Kenapa kau diam saja?” tanyanya lagi membuyarkanku.
“Ah, maaf.” Aku menunduk malu. “A..aku hanya sedikit.” Jawabku tanpa menatapnya.
“Baiklah. Jangan kemana – mana. Akan kucarikan makanan untukmu.” Langkah kakinya terdengar semakin menjauh.

Tidak ada seorangpun tau bahwa gadis yang berada dirumah tua itu tengah diintai oleh salah satu suruhan dari Sino, si asisten Black Master. Seringai kejamnya terlihat disudut bibirnya dan ia kembali ke tempat persembunyiannya.

“Apakah gadis itu yang dimaksud oleh kakek?” Zida tengah bertanya pada dirinya sendiri, saat ia mencari buah – buahan untuk gadis yang ia temuinya hari ini. Kakek Zida adalah salah satu keturunan dari seorang penyihir putih yang tersisia. Dahulu kala beratus tahun yang lalu ada kelompok yang terdiri dari penyihir putih dan penyihir hitam yang dimana keduanya memiliki perjanjian untuk tidak menganggu satu sama lain dan hal itu berlangsung selama bertahun – tahun. Namun karena suatu peristiwa terjadi hubungan terlarang antara penyihir hitam dengan penyihir putih yang menjadikan penyihir hitam itu harus menjadi atau beralih menjadi penyihir putih, sang mantan kekasihnya menjadi murka dan membuat rencana balas dendam untuk menghancurkan keduanya hingga keturunan penyihir putih itu habis.
“Kurasa ini cukup.” Zida telah selesai memetik beberapa buah apel dihutan itu dan kembali ke rumahnya.
Beberapa saat kemudian, Zida sampai dirumahnya dan hari sudah mulai gelap.
“Maaf lama menunggu.” Zida masuk dan menemukan Iza tertidur pulas ditempat tidurnya. Dia menghampiri gadis manis itu dan duduk ditepi tempat tidurnya. “Huff.. ternyata kau sudah tidur. Aku taruh buahnya dimeja, jika kau lapar makanlah.” Ucapnya tanpa menghiraukan gadis yang tertidur lelap itu.
Zida memandangi wajah teduh gadis itu, ia sedikit terpesona dengan pesona yang terpancar dari diri gadis itu. Ia tersenyum kecil dan berlalu keluar rumah.

***
“Hem, jadi apakah kalian sudah menemukan dimana kedua gadis itu berada?” Tanya Sino ketika ia mendapatkan informasi keberadaan dari kedua gadis itu.
“Iya tuan, namun benar adanya bahwa ada seorang pemuda bersama gadis itu. Apa yang harus kami lakukan tuan? Kami menunggu perintahmu.” Jawab salah satu pengikut Sino yang berambut hitam legam dengan kedua mata hijau muda berpupil seperti mata ular.
“Hem..” Sino Nampak berpikir, “Bagaimana denganmu Obi?” tanyanya pada pengikut setianya.
Obi yang sejak tadi hanya mendengarkan laporan dari rekannya, Tara. Melangkahkan kakinya untuk mendekati tuannya. “Aku telah menemukan gadis lainnya dirumah tua itu dan ia bersama salah satu kastria yang terkenal itu.”
Sino menganggukkan kepalanya, “Jadi cucu dari kakek tua itu sudah maju satu langkah dariku rupanya. Hem..” Sino nampak berpikir dengan senyum jahatnya. “Baiklah kita atur rencana untuk mereka. Beri mereka kejutan dan ingat jangan gegabah. Karena Black Master menginginkan batu liontin itu.”
“Baik Tuan.” Jawab mereka berdua dan berlalu pergi.

Dilain tempat,
“Apa kau tidak ada tempat tinggal?” Tanya Ina yang saat itu terlihat sangat tidak nyaman dengan hadirnya suasana malam dihutan.
Fazi terlihat biasa saja, “Tidak ada.”
“Hah? Lalu kita akan tidur dimana?”
“Dimana saja.” Jawabnya ringan.
“Huh!” Ina terlihat sangat kesal dengan sikap Fazi.
Fazi menghentikan langkahnya dan tanpa ijin menarik tangan Ina, “Ikut aku!”
Ina tersentak, “Eh Hei.”
Fazi memperhatikan sekitarnya, memastikan tidak ada gangguan dari hewan buas atau semacamnya. “Aku rasa kita bisa istirahat disini.” Ucapnya pada Ina yang sudah menekukkan wajahnya.
“Kau ini!” Ina mendudukan diri direrumputan. Sedangkan Fazi bersandar pada sebuah pohon besar yang rindang.
Ina melirik sekilas kearah Fazi, “Hoi, kau ini siapa sebenarnya? Kenapa berkeliaran dihutan seperti ini?”
“Aku?”
“Yak Kau! Memangnya ada manusia lagi selain dirimu disini. Huh!”’
“Ohh..” Fazi terdiam, “Aku hanya seorang ksatria pengelana. Itu saja.” Ucapnya santai dengan mata terpenjam.
Ina mengeryitkan dahinya, “Ksatria pengelana? Apa maksudmu?”
“Sebenarnya aku ingin mencari seseorang dihutan ini.”
“Eeehh… apa ada manusia lagi disini?” Ina terlihat antusias.
Fazi mengangguk. “Dia kakak sepupuku. Aku dengar dari paman bahwa dia pergi tanpa ada alasan yang jelas ke sebuah hutan setelah ia bertemu dengan kakek. Aku diminta untuk mencarinya, dari pusat kota sampai seluruh hutan sudah aku datangi. Tapi dia tidak ada.”
Ina mendengarkan Fazi bercerita dengan seksama.
“Dan terakhir kudengar bahwa ada seorang ksatria yang tinggal dihutan ini. Ciri – cirinya sama persis dengan kakak sepupuku. Dan jadilah aku disini.”
“Oh begitu?”
Fazi mengangguk. “Tapi ada satu masalah baru.”
“Hah? Masalah?”
“Ya bertemu denganmu itu membuat masalah baru untukku.”
“Apa!!!” Ina menjitak kepala Fazi dan Fazi hanya meringis kesakitan.

***
Suara kicauan burung sedikit menganggu tidurku, perlahan kedua mataku terbuka. Aku mendudukan diri ditepi tempat tidurnya. Aku melihat sekelilingku, ‘Dia tidak ada?’. Aku mencoba berdiri walau dengan rasa nyeri sedikit dipergelangan kakiku.
“Kemana orang itu?” aku bertanya sendiri ketika sudah berada didepan pintu.
“Apa kau mencariku?”
Aku terkejut, “Ah.”
“Oh. Maaf aku meninggalkanmu sebentar. Ini aku bawakan air sungai untuk kau minum. Airnya segar dan bisa diminum.” Ucapnya dengan wajah datar.
Aku menerima pemberiannya dan kuteguk sedikit air itu. “Hmm.. terima kasih.”

“Apa kakimu sudah tidak sakit?”
“Ah, sedikit. Tapi aku masih bisa berjalan.” Aku mendudukan diri disebuah pohon dengan telah ditebang itu. Dia duduk berseberangan denganku.
Kami berdua terdiam dalam pikiran masing – masing. Dia menoleh kearahku tiba – tiba.
“Hmm.. apa aku boleh bertanya sesuatu?” ungkapnya.
Pipiku merona dan tak sengaja aku memalingkan wajahku. Ku lihat ia terkejut atas reaksiku.
“Oh, maaf kalau aku lancang.”
“Mmm.. tidak. Kau boleh bertanya padaku.” Aku tanpa mengalihkan pandanganku padanya.
Dia terdiam sesaat, “Apa yang ada dilehermu itu sebuah kalung?”
Aku melihat kalung dan liontin yang aku pakai, “Iya, ini sebuah kalung serta liontin yang sudah aku pakai sejak kecil. Entah kenapa aku tidak bisa lepas darinya.” Aku mengeluarkan liontin yang bergelantung itu dari kerah bajuku.
“Ah!” Zida sedikit terkejut setelah melihat liontinku namun tidak lama ekspresi wajahnya menjadi normal kembali. ‘Apa jangan – jangan liontin itu benar? Apa gadis ini yang memiliki liontin itu?’ gumamnya dalam hati.
“Ada apa?” aku bingung melihat reaksi dari wajah Zida barusan, “Apa ada yang menganggu pikiranmu?”
“Ah, Oh tidak ada.” Jawabnya singkat dan terdiam kembali, ‘Kalau begitu gadis ini harus aku lindungi. Tapi kakek bilang liontinnya ada dua.’ Pikirnya. “Hmm.. apa kau mempunyai saudara kandung?”
“Aku anak tunggal dikeluargaku.”
‘Ah, tidak mungkin. Menurut informasi liontin itu adalah pecahan liontin utama dari seorang wanita yang meneruskannya kepada anak kembarnya.’ Ucapnya dalam hati.
‘Kenapa dengan reaksinya, wajahnya begitu serius.’ Batinku. “Memangnya ada apa?”
Dia menoleh kearahku, “Tidak ada apa – apa.” Jawabnya. “Hah!” dia terkejut dan dengan sigap ia berlari kearahku dan menangkap tubuhku hingga aku terjatuh. Aku benar – benar terkejut. Ia menatapku dengan wajah penuh kekhawatiran, “Kau tidak apa?” tanyanya. Aku mengangguk.
Ia mengalihkan pandanganku kearah lain, “Sial!” serunya ketika ia melihat sipemanah berlari pergi.
Dia melepaskan pelukannya, “Maaf.”
“Hem.”
Dia berdiri dan mengambil panah yang tertancap disebuah pohon dekat dengan posisiku. “Ah, apa ini? Seseorang ingin mencelakaimu.”
“Apa?” aku berdiri dan menghampirinya.
“Lihat. Sebuah busur panah. Tidak sengaja tadi aku melihat sesuatu kearahmu. Dan buktinya ini.”
“Hah?” aku tercengang dengan hal ini, sebuah busur meluncur tepat kearahku tadi, maka apa yang dilakukan Zida tadi adalah melindungiku dari busur ini.
“Sepertinya ada seseorang selain kita berdua dihutan ini. Kita harus meninggalkan tempat ini sebelum orang itu mencelakaimu lagi.”
Aku yang masih shock hanya bisa mengangguk pelan.

***

Fazi terus saja menguap sepanjang perjalanan, rasa kantuknya tidak pernah lepas sejak ia bangun dari tidurnya pagi ini.
“Haahh… kau ini menyusahkanku.” Ina berjalan dengan kesal.
“Ehh?? Aku menyusahkanmu?”
“Iya, kau ini susah sekali dibangunkan. Membuatku kesal. Memangnya kau mau tidur berapa lama hah!”
“Hei, aku kan lelah. Jadi wajar saja aku tidurnya lama. Kau tidak ingat semalam kau terus saja berceloteh.”
Ina menghentikan langkahnya dan berbalik, “Jadi kau tidak suka kalau aku bicara banyak?”
“Eh.. bukan begitu. Tapi mengertilah sedikit, aku kan hanya ingin tidur lebih lama saja. Jangan egois.” Jawabnya santai.
“Apa? Kau bilang aku ini egois! Dasar bodoh! Yang egois itu kan kau tau!” protes Ina.
“Heh?? Aku egois?”
“Kau selalu makan buah hasil petikan kita lebih banyak. Kau selalu membuka bajumu ketika kita baru saja sampai disungai dan tidak ijin padaku dulu. Apa itu bukan egois namanya!” Ina menampilkan ekspresi emosinya dengan berlebihan, wajahnya merah padam dan kedua bahunya naik turun. “Kau ini!” Ina menghampiri Fazi dan meluncurkan pukulan andalannya.
“Aadduuuhhh.. tidak usah seemosi ini….” Fazi terkapar.
“Rasakan.” Ucap Ina puas berbalik dan melangkah pergi.
Sesaat kemudian, Fazi tengah membersihkan bajunya yang sedikit kotor karena debu tanah akibat insiden kecil tadi.
“Aaarrhhhhhh… tooollloooongggg Faaazzziiiiii!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” terdengar suara Ina meminta tolong tidak begitu jauh.
“Hah? Ina?” Fazi langsung berlari kesumber suara. “Ah!” Fazi menghentikan langkahnya ketika melihat tubuh Ina yang disekap oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Ina meronta – ronta pelan pasalnya kini dirinya tidak bisa berkutik apa – apa. Lehernya di lilit oleh salah satu lengan orang itu dan sebuah pedang yang siap menusuk leher putih milik Ina.
Fazi menghunuskan pedangnya, “Jika terjadi sesuatu pada dirinya, maka tidak segan – segan aku akan membunuhmu!” gertaknya dengan posisi siap berperang dengan musuh bertopeng itu.
Orang itu hanya tersenyum jahat dari balik topengnya.


***

To be continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...