Kamis, 31 Desember 2015

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 9

IDOL SCHOOL

Chapter 9

Genre              : School life, Romance, Comedy

Happy Reading ^^

Previous Chapter 1-2-3-4-5-6-7-8

*********______________________********

Sam dan Inka tengah membututi kegiatan Renal dan Rissa dicafe tersebut, mereka mengendap – endap.
“Hei Inka. Apa ini tidak berlebihan? Aku merasa kita seperti pencuri atau penjahat?” Sam khawatir pasalnya semua mata pengunjung taman kota itu hampir melihat kearah mereka karena terlihat mencurigakan.
“Apa sih Sam. Kamu bicara apa?” Tanya Inka balik. Ia sedang mencari cara agar pembicaraan Rissa terdengar olehnya.
“Apa tidak sebaiknya kita masuk kedalam cafe itu?” Sam mencolek – colek pinggang Inka.
“Sssttt.. suaramu mengangguku! Aku tidak bisa mendengar percakapan mereka.” Inka protes ia membalikkan tubuhnya. “Kamu ini bodoh yah! Kamu yang merencanakan hal ini. Masa kamu mau terang – terangan dihadapan Rissa.”
“Eh bukan begitu maksudku.” Sam gelagapan (?). Ia membisik, “Kamu tidak lihat banyak pasang mata kearah kita. Dari tatapan mereka, kita dianggap seperti pencuri.”
Inka mendaratkan kepalan tangannya tepat dikepala Sam, “Dasar bodoh!”
“Aduh, kenapa kamu memukulku!” seru Sam sambil mengelus – elus kepalanya.
“Ikut aku!” Inka menarik Sam pergi dari cafe tersebut dan mencari tempat aman bagi keduanya.

***
Keduanya terdiam tanpa ada yang membuka pembicaraan. Wajah Rissa sudah merona sejak tadi. Ia menahan rasa malunya saat itu.
“Apa kamu mau memakan sesuatu?” tawar Renal.
“Ah.. tidak..” ucap Rissa. ‘kkrrrrrruuuuyyuuukkk’ muncul suara dari perut Rissa dan membuat Renal terkejut dan menahan tawanya.
“Sepertinya kamu belum sarapan.” Renal menahan tawanya.
Rissa yang melakukan hal memalukan tadi hanya tersenyum kecut, “Maaf..”
“Oke. Aku pesankan makanan untuk kita.” Kemudian Renal memanggil pramuniaga disana dan memesan dua porsi roti panggang coklat. Renal melirik sekilas kearah Rissa yang masih menundukkan kepalanya karena malu dan ia tersenyum lebar. “Kamu ini aneh.”
Rissa menenggakkan wajahnya, “Aneh?”
“Kamu tidak pandai berbohong rupanya.”
“Ah, he.. iya.” Rissa mengalihkan pandangannya, “Maaf yang barusan. Itu tidak sengaja.”
“Aku tau.”
“Hmmm.. anu.. aku ingin bertanya sesuatu.”
“Hn?”
“Apa temanku yang memintamu untuk ini?”
“Siapa?”
“Ah.. iya.. namanya Inka dan Sam. Mereka teman satu kelasku. Kurasa kamu pernah bertemu dengan mereka.”
“Ahhh..” Renal mencoba mengingat dihadapan Rissa. Padahal ia sudah mengetahuinya.
Pramuniaga datang dan menghidangkan dua porsi roti panggang coklat disana, “Silahkan.”
“Ah, terima kasih.” Jawab Renal. Dan pramuniaga itu kembali ketempatnya. “Silahkan dimakan, kurasa cacing yang ada diperutmu sudah menunggu lama.” Goda Renal dan ia langsung menyantap roti tersebut.
Rissa merasakan hawa yang panas saat itu, entah ia merasa bertambah malu atau bagaimana. Dan iapun menyantap makanannya tanpa menagih jawaban atas pertanyaan pada Renal tadi.
“Bagaimana dengan kegiatan belajarmu? Apakah kamu sudah hafal dengan rumus matematikanya?” tanyanya ditengah kegiatan makannya.
“Hmmm.. lumayan.” Rissa menyelesaikan kunyahannya, “Kurasa sedikit ada yang hinggap diotakku.”
“Apa kamu mau aku ajarkan?” tawarnya.
“Hah? Kamu mau mengajarkanku?” sontak Rissa.
Renal mengangguk, “Kalau memang kamu bersungguh – sungguh dalam belajar agar nilai ujian matematikamu bagus. Aku akan membantumu seperti waktu itu.”
“Ah iya waktu itu kamu membantuku menyelesaikan PR-ku.”
“Tapi ada satu syaratnya.”
“Eh, syarat?” Rissa menghentikan kegiatan memotong roti dipiringnya.
“Hmm..” Renal mengangguk.
“Apa syaratnya?”
“Kamu harus jadi pacarku….”
“HAH?!!” Rissa tersentak dengan ucapan Renal yang begitu tiba – tiba. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus saat itu. “Apa kamu sedang bercanda?” tanyanya kembali dengan hati yang terus berdebar – debar dan ia merasakan aliran darah disekucur tubuhnya mengalir sangat deras. Saat ini perutnya terasa banyak kupu – kupu yang berterbangan disana.
“Aku belum menyelesaikan ucapanku tadi.” hela Renal, “Hah… sebenarnya ini sangat berat aku ucapkan. Dan sejujurnya aku tidak tau ini keputusan yang baik atau tidak. Hal ini menguntungkan untuk kita berdua atau tidak. Aku belum tau pasti, tapi aku rasa aku harus mencobanya.”
“Heh??? Apa maksud perkataanmu?” Rissa menyandarkan bahunya, dirinya menjadi tegang.
“Kalau kamu bersedia menolongku. Aku mau kamu menjadi pacar bohonganku.”
“Heh?? Pacar bohongan? Apa itu?” Rissa semakin tidak mengerti tujuan ucapan Renal. ‘Apa sih orang ini?! Aku tidak mengerti!’ gumamnya dalam hati.
Renal memejamkan kedua matanya dan sedikit berpikir. “Begini aku memiliki saudara perempuan yang jauh silsilahnya dengan keluargaku. Sekarang dia tinggal diluar kota bersama kedua orang tuanya. Minggu depan dia akan kerumahku, kamu tau kan kalau aku ini tinggal seorang diri.”
Rissa mengangguk – angguk dan dengan seksama ia mendengarkan ucapan Renal. Bahkan ia menyiapkan kedua telinganya untuk menangkap semua maksud dari perkataan Renal.
“Hah….” Helanya, “Tidak memungkinkan kalau ia akan tinggal denganku dalam beberapa minggu kedepan. Jadi mau tidak mau kemarin aku berkata padanya untuk menginap dirumah pacarku. Karena ia terus meledekku kalau aku tidak mempunyai pacar.”
“Ehh? Kenapa kamu tunjuk aku sebagai pacar bohonganmu? Aku tidak mengerti.”
“Aku tidak terlalu dekat dengan seorang teman wanita. Setelah beberapa hari ini aku berpikir kalau kamu adalah satu – satunya teman wanita yang pernah jalan berdua denganku.”
“Apa?” kedua mata Rissa membulat sempurna. ‘Ini tidak mungkin! Seorang idol sekolah, tidak mungkin ia tidak pernah jalan bersama gadis lain! Apa dia tengah membohongiku? Atau dia sedang menggodaku lagi!’
“Bagaimana dengan kesepakatan ini, apa kamu akan menyetujuinya?”
“Apa maksudmu? Kesepakatan apa? Aduh kepalaku jadi pusing.” Rissa menangkup kepalanya dengan kedua tangan. Sikap Rissa berubah dari yang biasanya kalem jadi agak ekspresif atau mungkin berlebihan.
Renal memperhatikan tingkah Rissa, “Hahahahhaaaa…..” dia tidak bisa menahan tawanya. “Kamu ini benar – benar gadis aneh.”
Rissa berhenti dan menatap Renal yang sedang tertawa lepas, ‘Apa – apaan dia itu? Kenapa dia tertawa diatas kepusinganku atas perkataannya barusan.’
“Kamu ini.. jangan bersikap seperti anak kecil yang sedang gelisah karena kehilangan mainannya.” Renal berhenti tertawa dan memandang wajah Rissa yang kelihatan bingung. “Maaf, aku hanya bercanda tadi.”
“Hah?!!!!” serunya dan bangkit dari kursinya, “KAMU INI MENGERJAIKU LAGI YA!” teriaknya dihadapan Renal yang menahan tawanya kala itu.

***
Semilir angin pagi terhempas mengiringi tirai – tirai dijendela kamar Yuko berterbangan dengan lembut. Sedikit bias cahaya matahari pagi menerpa wajah putihnya yang sedang menumpu pada meja belajarnya. Yuko terlihat memikirkan sesuatu.
‘Tok tok’ suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Yuko. Ia menoleh, “Masuk.”
Maruka masuk kedalam kamar Yuko dan duduk ditepi tempat tidur, “Kamu tidak ada acara minggu ini?”
“Tidak ada hubungannya denganmu.” Jawabnya ketus.
“Hei, jangan ketus begitu dengan kakakmu sendiri.”
Yuko berbalik, “Ada apa? Jika ada perlu langsung saja tidak usah basa basi.”
“Hah…” keluh Maruka dan ia melipat kedua tangannya. “Yuko, apa kamu masih marah padaku?”
“Bukan urusanmu.” Yuko menatap pintu kamarnya. Ia malas menatap kearah kakak satu – satunya itu. Entah mengapa ia membenci Maruka.
“Baiklah. Aku tidak ada maksud untuk membuatmu marah. Aku hanya ingin kamu tidak membenci ayah.”
“Kalau kamu mau membahas orang itu, silahkan pergi dari kamarku.”
“Kamu ini kasar sekali dengan kakakmu sendiri.”
Yuko bangkit dari duduknya dan berjalan kearah pintu. Ia membuka pintu kamarnya lebar, “Sudah aku buka, silahkan keluar.”
Maruka mengernyitkan dahinya dan menahan amarahnya. “Yuko!” serunya dan ia menghampiri Yuko untuk berhadapan dengannya. “Apa aku begitu menjijikan dimatamu?”
Yuko terdiam dan membuang wajahnya, “Aku membenci orang yang membela orang itu.”
Kedua tangan Maruka mengepal kuat, “Yuko, dia ayahmu. Bagaimanapun juga ia ayahmu. Walaupun ia telah melakukan kesalahan pada keluarga kita. Tapi tetap saja dia itu ayahmu.”
“Aku tidak menganggap dia adalah seorang ayah.” Yuko menekan suaranya. Ia menunduk dalam dengan wajahnya yang merah padam. “Kamu dibayar berapa sampai kamu membela orang itu?”
“Apa? Apa maksudmu?”
“Kenapa kamu terus membahas orang itu dihadapanku? Aku sudah tidak mau mendengarkannya lagi.”
Maruka menunduk, “Ayah menelponku kemarin. Dia berkata kalau ia ingin minta maaf kepadamu. Dia rindu denganmu, dia rindu dengan wajah dan tawamu.”
“Cih, aku tidak peduli.”
“Yuko…” Maruka terdiam, bibirnya bergetar. “Mungkin aku bukanlah kakak yang baik untukmu, tapi aku tidak menyerah bagaimana aku harus mencari cara untuk itu. Aku tau bahwa Ayah pernah melakukan hal yang sampai sekarang membekas dihatimu.” Maruka menarik nafas panjang, “Tapi aku tidak mau kamu terus berlarut dengan hal itu, aku ingin kamu terlihat seperti dulu. Yuko yang selalu ceria dan bahagia.”
Yuko melirik Maruka yang tengah menunduk itu.
“Aku pikir aku harus mencari sesuatu hal yang bisa membuatmu bahagia. Tanpa harus membenci siapapun. Aku tau ayah meninggalkan kita demi perempuan lain. Jangan kamu pikir aku tidak kecewa dengan tindakan ayah pada kita terutama pada ibu. Tapi semua itu tidak membuat ibu berlarut sedih karena ibu sadar, dia memiliki kita.” Kedua bahu Maruka terlihat naik turun, ia menahan tangisnya. “Ada sesuatu yang tidak boleh aku beritahu padamu, tapi sepertinya ini sudah saatnya aku memberitahumu.”
“Sesuatu?”
“Aku pernah membenci ayah saat itu sama seperti dirimu. Tapi ketika melihat ibu menangis dan aku bertanya padanya. Bahwa kamu membenci ayah melebihi aku, ibu berkata padaku. Dia memohon padaku untuk membuatmu tidak membenci ayah…”
Yuko terdiam.
“Dia tidak bisa membujukmu atau memaksamu karena dia terlalu sayang padamu. Tapi apakah kamu tau, ibu masih mencintai ayah sama seperti dulu.”
“Apa? Apa ibu sudah gila? Bagaimana ibu bisa mencintai ayah, padahal apa yang sudah dilakukan oleh ayah telah menghancurkan perasaannya!”
Maruka menenggakan wajahnya dan terlihat tatapan pilu dikedua bola matanya. “Aku tau.”
“Lalu apa? Apa yang dipikirkan oleh ibu? Kenapa?”
“Jangan katakan Maruka.” Ucap Ibunya yang tiba – tiba datang dihadapan mereka.
Yuko dan Maruka terkejut dengan kehadiran Ibunya yang sudah ada dihadapan mereka.
***

Rissa berjalan lebih dulu didepan Renal, wajahnya terlihat sangat kesal. Ia tidak bisa melupakan kejadian dicafe tadi. ‘Sungguh memalukan, aku digoda dan dikerjai olehnya. Aku tidak habis pikir!’ gumamnya dalam hati.
Renal meraih pergelangan tangan Rissa, “Kamu mau kemana?”
Rissa menoleh, “Aku mau pulang.” Ucapnya dengan wajah cemberut.
“Ohh.. kamu masih kesal denganku gara – gara hal tadi?” Tanya Renal tanpa dosa.
‘Apa – apaan dia? Seperti tidak punya dosa.’ Rissa memalingkan wajahnya.
Renal tersenyum kecil tanpa melepas genggamannya dipergelangan tangan Rissa. “Hmm selanjutnya melakukan apa ya kalau sedang kencan?” ucapnya mengalihkan.
Rissa sontak menoleh kearahnya, “Eh, apa masih berlanjut?”
“Tentu saja, ini masih jam 11 siang. Apa kamu mau pergi kearena bermain?” tawarnya dengan senyum menggodanya.
‘Eh? Apa itu? Dia menggodaku lagi dengan senyumannya. Jangan harap!’
“Kalau kamu diam saja berarti kamu setuju.” Renal menarik Rissa untuk mengikutinya.
“Hei.. jangan langsung menyimpulkan seperti itu.”
“Sudahlah ikut saja. Jangan banyak bicara.”
“Apa? Tadi kau bertanya padaku. Bagaimana sih?”
“Aduh kamu ini bawel sekali.”
“Apa? Aku bawel?”
“Sudah diam..”
“Bagaimana aku harus diam, kalau nanti kamu terus mengerjaiku…..”
Rissa dan Renal tengah bertengkar kecil dalam perjalanan mereka.

Tanpa diketahui bahwa Inka dan Sam tengah menyembunyikan diri agar tidak terlihat oleh mereka berdua.
“Sepertinya memang ada chemistry antara mereka berdua.” Ucap Inka senang.
Sam mengangguk – angguk, “Tapi kenapa wajah Rissa sepertinya kesal ya? Apa Renal telah berbuat sesuatu padanya.”
“Mungkin saja, kita tidak bisa mendengarkan percakapan mereka dicafe tadi.”
“Ayo kita ikuti mereka pergi.” Inka dan Sam melangkah kakinya kembali mengikuti mereka.

Renal berhenti diarena bermain, kebetulan pusat kota disana memiliki arena bermain didalam ruangan. Hampir mirip dengan arena bermain di Dunia Fantasi seperti di Jakarta. “Hmmm.. bagaimana kalau kita naik Roll Coaster.” Renal kembali menarik Rissa untuk mengikutinya.
“Eeehhhh…aku belum tentu mau…” rintih Rissa menarik tangannya bertujuan agar Renal melepaskan.
Renal berhenti dan mendekati Rissa. “Aku tidak akan melepaskanmu. Sudah ayo ikut.” Paksanya.
“Eeehhh.. apa – apaan ini… aaaa….” Rissa terlihat tidak bisa menang dari paksaan Renal.
Renal tengah membeli tiket masuk ke wahana arena bermain tanpa melepaskan cengkraman tangannya.
‘Bagaimana bisa ia membeli tiket dan mengeluarkan uang didompetnya tanpa melepaskan genggaman tangannya ini.’ Eluh Rissa dalam hati, ia terlihat pasrah sekali.
“Ayo!” serunya lagi menarik Rissa untuk mengikuti kemauannya.
‘Apa maksudnya orang ini. Aku tidak mengerti, apa semua kencan buta seperti ini.’
Renal meminta Rissa untuk duduk disampingnya. Saat ini mereka sudah berada didalam kursi Roll Coaster. Rissa sepertinya belum tersadar sepenuhnya jika ia sebenarnya tidak pernah berani menaiki wahana ini.
“Hei, turunkan pembatasnya.” Ucap Renal saat ia menyadari bahwa Rissa terlihat sedang melamun. “Huh, gadis ini.” Renal menurunkan pembatas dikursi Rissa dan hal itu menyadarkan Rissa.
“Eh, kenapa?”
“Sudah mau dimulai, jadi pembatasnya harus dipasang agar kita tidak jatuh.”
“Apanya yang mau dimulai. Memangnya kita sedang naik apa?” tanya Rissa gugup.
“Naik Roll Coaster.”
“HAH? APA? TIDAAAAKKKK!!!!!!!!!!!!!” serunya dan wahana itupun telah mulai berjalan.
Jeritan dan teriakan histeris dari semua orang yang sedang berada dalam wahana tersebut terdengar sangat kencang, terkecuali Rissa. Wajahnya pucat pasi, ia terdiam menahan ketakutannya. Sedangkan Renal tengah berteriak senang dan setelah wahananya berjalan dilintasan yang cukup datar. Ia menoleh kearah Rissa dan ingin melihat reaksi Rissa. Renal tertegun dengan keadaan Rissa saat itu.
Tanpa berpikir panjang, ia meraih jemari tangan Rissa dan digenggamnya. Rissa menoleh kearahnya dan ia tersenyum. “Jangan takut aku ada disini. Teriaklah! Jangan ditahan.” Ucapnya.
Rissa merasakan kehangatan yang datang memenuhi hatinya dan perlahan ia tersenyum.
“Rissa.” Teriaknya.
Rissa menoleh.
“Berteriaklah!” serunya.
Rissa tersenyum, entah kenapa ia merasa tidak takut lagi dan ia mencoba untuk berteriak dan merasakannya senangnya menaiki wahana ini.

Sam terlihat sedih. “Bagaimana bisa dia tidak mengikuti rencana kita Inka?” ia membungkuk didepan pintu gerbang arena bermain itu.
“Eh, sudahlah. Mungkin kita membuat rencana yang terlalu banyak. Maka dari itu ia tidak melakukannya karena pusing.” Inka mencoba menenangkan Sam.
“Tapi lagi – lagi kita tidak tau apa yang mereka akan lakukan diarena bermain ini.. huaaaa…” isak Sam.
“Ya! Sam, jangan menangis disini. Memalukan tau!” bisik Inka dan menarik Sam dari sana.
“Tapi Inka, aku ingin kesana. Aku ingin tau apa yang mereka lakukan.”
Inka menghela nafasnya, “Apa boleh buat, kita tidak ada budget untuk masuk kesana.” Pasrahnya. “Lebih baik kita menunggu mereka disini.” Usulnya.
“Untuk apa hanya buang – buang waktu saja.. aku tidak rela…”
“Sam, kenapa sih kamu bersikap seperti anak kecil seperti itu. Biasanya kamu ini terlihat paling cool diantara kita.” Inka mulai jengkel dengan tingkah Sam.
“Aku hanya tidak rela kalau Renal berjalan bersama Rissa. Huuaaaa…”
“Hah?”
“Apa yang kamu katakan, bukankah kamu yang merencanakan semua ini. Dasar bodoh.”
“Iya aku tau. Tapi…..”
“Sudahlah, aku sudah mengatakannya sejak tadi. Kamu atau aku bukan tipe Renal tau. Sudahlah kalau memang mereka memiliki perasaan yang sama restui saja, apa boleh buat.”
“Hn? Apa kamu akan menyerah begitu saja?”
“Hah…” eluh Inka, “Aku kan hanya penggemarnya saja, tidak ada niat untuk berpacarannya dengannya. Bisa repot nanti.”
Sam mengangguk – angguk, “Benar juga ya. Tapi kalau mereka berpacaran, maka yang akan bahaya adalah….”
Inka membulatkan kedua matanya, “Astaga, aku lupa…”
“RISSA.” Ucap mereka bersamaan.
Pasalnya disekolah banyak rumor yang mengatakan jika ada gadis yang dekat dengan Renal, maka dia akan berurusan dengan Yuko dan teman – temannya.

***

tbc 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...