Sabtu, 11 November 2017

Cerbung Fantasy : The world of dreams and two pendants chapter 4

The world of dreams and two pendants
Chapter 4


Genre : Fantasi, romance

This first i'am writing for a story about fantasy..
Just for my hoby for read a comic and watch a anime movie..

Happy reading and sorry for typo.. ^^
And don't plagiat!

Previous Chap 123

*********************************************************************************


Sino menyunggingkan senyum licik setelah mendengar kabar dari anak buahnya bernama Obi. Rencananya untuk gadis liontin itu dan Zida, ksatria yang bersama dengannya pergi dari tempat tinggal Zida. Karena mereka menganggapnya sudah tidak aman lagi untuk ditempati berhasil.
"Tapi tuan, menurut dari penglihatanku mereka berlari kearah utara." ucap Obi menambahkan.
"Ya memang itu tujuanku. Zida, dia sudah cukup lama tinggal dihutan itu. Jadi kemungkinan dia tahu tempat - tempat yang bisa disinggahi untuk mereka berdua. Yang bisa dianggap aman olehnya."
Obi terdiam sesaat, 'Tuan Sino punya dendam pribadikah?' gumamnya dalam hati.
"Kau sudah tahu rencana berikutnya bukan?" tanya Sino beralih topik.
"Ya Tuan."
"Segera lakukan sebelum mereka sampai."
"Baik. Saya pergi dulu." pamitnya bergegas pergi dari tempat Sino.

Obi bersimpangan jalan dengan Tara. "Kenapa anak itu?" tanyanya sendiri.
Tara terlihat mengelus - elus bagian tubuhnya tepat di ulu hati. Dia masih merasakan sedikit sakit diarea tersebut akibat perlawanan tiba - tiba oleh Ina.
Tara terdiam dan menghentikan langkah kakinya. Menurunkan tangannya, "Ah kau sudah memberi laporan pada tuan Sino."
"Hem." jawab Obi.
"Khas kau sekali ya." ejek Tara.
Obi berlalu begitu saja dihadapan rivalnya tersebut.
"Hoi, kau ini...."
"Aku tidak ada urusan denganmu, lebih baik kau urus saja pekerjaanmu dan laporkan pada tuan." selanya dan secepat kilat ia menghilang dari hadapan Tara.
Tara tersentak, "Hah.. Dia menggunakan sihir lagi? Dasar!" serunya kemudian dia berbalik dan menghampiri Sino ditempatnya.

Sino mengetahui kedatangan Tara dari penciumannya.
"Kau sudah datang rupanya?" tukas Sino memainkan sebuah tongkat digenggamannya.
Tara menghentikan langkah kakinya dan menundukkan kepalanya dihadapan Sino. "Maaf saya terlambat datang memberikan informasi."
"Bangunlah." Sino berjalan menuju kursinya dan mendudukan dirinya disana. "Jadi bagaimana?"
"Mohon maaf Tuan, kali ini saya belum berhasil merebut liontin itu. darinya. Tapi setelah ini saya pastikan mendapatkan gadis itu hidup - hidup."
Sino menyunggingkan senyumannya, "Tara, gadis ini tidak seperti gadis yang satunya. Dia terlahir sedikit lebih kuat atau agresif terhadap serangan. Jadi kuharap kau mempunyai strategi yang lebih bagus untuk melumpuhkan targetmu. Apalagi dia bersama sepupu dari ksatria bermata hijau itu."
Tara mengecilkan pupil matanya, "Saya mengerti Tuan."
"Bagus. Jangan sampai kau kalah dari Obi." ujar Sino dengan senyum liciknya.
Tara terdiam.

***

Aku membuka kedua mata, yang terlihat seberkas cahaya yang hampir saja menusuk bola mataku.
"Kau sudah bangun?"
Aku terkesiap dan reflek bangun menghindar darinya.
"Ah. Maaf aku membuatmu terkejut." Dia memundurkan wajahnya dari hadapanku.
Aku memalingkan wajah demi menyembunyikan rona merah di kedua pipiku. Ku lirik sekilas dia memandangku sedikit bingung. "Tidak apa - apa. Aku hanya kaget." jawabku pelan.
Dia menghembuskan nafasnya, "Oh. Baiklah. Makan ini." Zida memberikan beberapa buah padaku. Tanpa bicara aku menerimanya dalam diam.
"Kakimu masih sakit? Apa kau masih kuat berjalan?" tanyanya kembali.
Aku mengigit buah apel dan berhenti mengunyah. "Ehmm sedikit. Tapi jika ingin melanjutkan perjalanan aku masih kuat." lanjutku melakukan kegiatan makanku yang ku tunda tadi.
Zida menoleh kearahku, "Kau lapar rupanya. Maaf hanya bisa ini yang ku berikan." ucapnya dengan senyum kecil.
Aku melihatnya sekilas dan kembali menatap buah apel ditanganku, "Maaf aku merepotkanmu. Tapi terima kasih ini cukup mengisi perutku."
"Baguslah."
Aku masih penasaran dengan siapa yang mencoba memanahku. Apakah Zida kenal?.
"Mungkin kita akan berjalan kearah selatan. Kurasa..." Zida terdiam sejenak. Aku merasa dia tengah memikirkan sesuatu.
"Kenapa?" aku bertanya untuk melanjutkan perkataannya yang sempat berhenti tadi.
"Ah.. Tidak. Ya kita akan berjalan kearah selatan. Disana ada cukup banyak tanaman dan buah - buahan untuk kita makan." iris mata hijaunya berkilauan membuat aku tertegun saat ia tiba - tiba menatapku.
Sontak aku menundukkan wajahku. "Oke." jawabku singkat.
"Mari kubantu kau berdiri." ucapnya mengulur satu tangannya kepadaku.
Aku terima uluran tangannya itu dan akhirnya kami berjalan ke arah selatan hutan.

***

"Lain kali kalau kau membuatku kesal. Kubunuh kau!" Ina mengancam ksatria bermata biru dihadapannya.
"Eh.... Iya iya. Tadi kan aku hanya memancing amarahmu. Dasar tidak bisa baca strategi." cueknya.
Ina melirik tajam kearah Fazi yang saat itu terlihat menggali - gali lubang telinganya dengan jari kelingkingnya. "Dasar jorok!"
"Hah kau bicara padaku?" tanya Fazi polos.
Ina terdiam sesaat, "Fazi." panggilnya.
"Hn?"
"Apa kau kenal dengan orang yang menyekapku tadi?"
Fazi terdiam dan terlihat memikirkan sesuatu, "Aku tak tau pasti. Tapi menurutku dia ada maksud tertentu denganmu."
"Hah? Aku kan orang baru disini."
Fazi menatapku sebentar dan beralih ke bagian dadaku.
"Yak! Dasar mesum." satu kepalanku mendarat mulus dikepalanya.
"Ahhh..." ia tengah mengelus kepalanya, "Kau ini wanita yang kasar sekali sih. Maksudku bukan itu. Tapi liontin yang kau pakai itu." tunjuknya.
Aku tertegun dan beralih pandang, "Liontinku? Memangnya ada apa dengan liontin ini. Ini kan liontin biasa." jawabku sembari memegang liontin yang bergelantungan di leherku.
Fazi mengangkat kedua alisnya, "Darimana kau dapatkan liontin itu?" tanyanya.
Aku menatap liontin yang kupakai, berbentuk setengah hati berwarna hijau. "Nenek bilang ini dari ibuku. Sebelum meninggal, ibu memberikan ini pada nenek dan berpesan agar aku selalu mengenakannya."
Fazi mengangguk - angguk mengerti.
"Memangnya apa hubungannya dengan liontin ini?"
"Hemmm.. Aku tidak tau pasti. Yang jelas aku harus melindungimu. Karena mereka pasti mengicarmu lagi."
"Mereka?"
"Ya, yang menyekapmu itu hanya bawahannya."
Aku membulatkan mataku, "Jadi bukan dia saja yang mengincarku untuk mendapat liontin ini."
"Betul. Maka dari itu, kau harus bersikap baik padaku. Agar aku bisa melindungimu." tawarnya.
"Apa? Bersikap baik? Memangnya siapa yang membuat aku tak bersikap baik padamu. Kau kan sangat menjengkelkan." cibir Ina.
"Haishh wanita satu ini, susah sekali diajak kompromi." Fazi mendekatiku. "Hey, ingatlah ini bukan dirumahmu atau diwilayah yang kau kenal. Kau dan aku berada didalam hutan rimba, yang kemungkinan banyak binatang buas siap menerkammu kapan saja. Jadi jangan sok seperti jagoan." ucapnya berbisik ditelingaku.
Aku bergidik ngeri dan dia menyunggingkan senyum jahilnya.
"Sudahlah hari sudah semakin gelap. Sebaiknya aku cari kayu untuk dibakar. Sementara kau tunggu disini. Jangan kemana - mana." Fazi berdiri, membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju kedalam semak.
Saat ini kami memang berada disekitaran tepi sungai kecil, karena tempatnya sedikit terbuka. Aku kembali mencerna perkataan Fazi tadi, "Bukankah ini hanya liontin biasa?" tanyaku saat aku menggenggam liontin yang mengalung dileherku.

***

Obi tiba lebih lambat dari kedatangan Zida dan Iza barusan. Ia membungkukkan tubuhnya dan mengulurkan telapak tangannya kepermukaan tanah. "Hemm.. Masih baru. Mereka baru saja meninggalkan wilayah ini." ucapnya.
Ia bangkit dan memperhatikan arah sekitarnya, ia mencoba menerka kemana arah targetnya pergi. Satu titik muncul dipikirannya, "Ah, mereka pergi ke selatan rupanya, perkiraan dari tuan Sino tidak meleset. Ksatria itu pasti akan menyadari kehadiranku yang telah mengikutinya dan itu mungkin membuatnya untuk beralih mengambil arah lain, misalnya ke utara. Tempat dimana tuan Sino sudah menunggunya."
Obi adalah salah satu keturunan dari penyihir hitam. Jadi dia dapat menggunakan sihir untuk menghilangkan diri, senjata utamanya adalah busur panahnya. Jika seseorang terkena ujung dari busur tersebut sudah dipastikan akan tewas terkena racun diujung busurnya.
Maka dari itu saat ia tengah membidik ke arah sang target sebelumnya, ia sengaja tidak mengenakan sasarannya. Karena tujuan utamanya adalah mengambil liontin dari gadis itu.
"Aku harus bergerak cepat." sekejap ia menghilang dari pandangan.

Ditempat lain,
Tara berjalan sedikit santai, pikirannya masih berkecamuk. Entah rencana apa yang akan dia lakukan pada targetnya, pasalnya jika ia bertemu kembali ia harus berhadapan dengan ksatria bermata biru itu.
Tara adalah keturunan dari orang biasa didesa Goholy, walaupun kakek nenek buyutnya adalah golongan penyihir putih namun darah yang mengalir didalam tubuhnya tidak mengalir darah seorang penyihir, karena ibunya terlahir dari golongan manusia biasa.
Sejak umur 10 tahun ia dikirim oleh pamannya kenegeri seberang. Negeri dimana ibunya dilahirkan, negeri manusia biasa namun memiliki kekuatan dalam bertarung. Disana dia ditempa dan dilatih menjadi ahli pedang. Namun karena beberapa kejadian kelam yang ia derita akhirnya ia menjadi seorang penjahat atau mata - mata dari asisten Black Master.
"Kemana gadis itu pergi?Aku harus segera mencarinya. Aku tidak akan kalah dengan penyihir itu, cih." ucapnya secepat kilat ia berlari menuju suatu tempat.

***

Hari sudah mulai gelap, Zida dan Iza memutuskan untuk beristirahat malam ini. Udara dingin yang menusuk kulit putih mulus milik Iza membuatnya sedikit menggigil.
Zida yang melihatnya, langsung memberikan jubah panjang miliknya pada Iza, "Pakailah.. Walaupun tak begitu besar setidaknya kau tidak terlalu kedinginan." tuturnya.
Iza mengambil jubah itu dari tangan besar Zida dan memakainya langsung melingkari bahu hingga menutupi sebagian tubuhnya.
Sesekali pandangan Zida memperhatikan area sekitar. Ia memastikan tidak ada bahaya yang  mengincar mereka berdua.
"Hem.. Kau beristirahat dulu. Aku akan membuat api unggun." Zida mengambil beberapa ranting kayu didekatnya dan menggosok dua buah batu agar menghasilkan percikan api.
Iza masih memeluk erat tubuhnya yang dingin itu.
"Apa sudah merasa hangat?" tanya Zida khawatir.
Iza mengangguk, "Lumayan terima kasih."
"Kalau kau lelah, tidurlah. Aku akan berjaga - jaga disini."
"Eh. Apa kau tak lelah?" tanya Iza.
"Tidak terlalu. Jika semuanya kupastikan aman. Aku akan tidur." jelasnya.
"Hem. Baiklah. Jangan terlalu dipaksakan."
Zida mengangguk dan meneruskan kegiatannya.
Dalam dekapan kedua tangannya, Iza memperhatikan sosok Zida dalam gelap. 'Dia baik sekali. Tipe laki - laki sopan dan bertanggung jawab.' gumamnya dalam hati. Iza menggelengkan kepalanya, 'Ah lagi - lagi aku berpikir yang tidak - tidak.'
"Kenapa? Ada apa denganmu?" tanya Zida yang ternyata sadar akan sikap Iza.
"Eh. Tidak apa - apa kok."
"Oh begitu."
"Ehmm. Zida ada yang ingin aku tanyakan padamu."
"Hn?"
"Sebenarnya apa yang mereka inginkan dariku?"
Zida tertegun dan bingung untuk menjawabnya. Apa ia harus menceritakannya? Zida memposisikan duduknya berhadapan dengan Iza.
"Mereka menginginkan liontin yang kau pakai."
"Hah? Liontin? Maksudmu liontin ini?" tunjuk Iza pada liontinya.
Zida mengangguk, "Kau tau itu bukan liontin biasa. Sebenarnya liontin yang kau punya adalah pecahan dari satu liontin utama. Maka dari itu bentuknya setengah hati kan?" jawabnya. "Kakekku bilang ada seorang penyihir yang mengincar liontin itu untuk menguasai dunia kami."
"Untuk apa? Menguasai duniamu. Aku tidak paham."
"Iza. Kau memang bukan terlahir didunia kami. Tapi percayalah kau adalah keturunan dari dunia kami."
"Tidak masuk akal. Orang tuaku adalah orang biasa saja."
"Tidak. Mungkin diduniamu, mereka bukan orang tuamu yang sesungguhnya."
Iza mengerutkan dahinya, "Apa maksudmu."
"Kakek adalah kerabat dekat dari keturunan yang dimana diincar untuk dibinasakan. Silsilah keluarganya salah satunya adalah bekas kekasih dari penyihir jahat itu. Liontin itu adalah milik ibumu, dimana keturunan asli yang bisa memegang dan menggabungkan pecahan kedua liontin itu."
"Keturunan asli?"
"Ya keturunan asli. Keturunan dimana nenek atau kakekmu berasal dari golongan yang sama. Penyihir putih yang berasal dari penyihir hitam."
"Apa?"
"Atau dari nenek kakek buyutmu."
Iza terdiam, "Jadi. Apa yang sebelumnya terjadi hingga liontin ini menjadi sasarannya?"
"Penyihir itu dulu tersegel oleh kekuatan penyihir putih yaitu nenek moyangmu, namun dikarenakan salah satu keturunannya menikah dengan manusia yang bukan berasal dari dunia kami. Dan itu membuat segelnya tidak sekuat dulu." jelasnya, "Disamping itu dia mempunyai asisten untuk membantunya melepas segel agar dia bisa bangkit kembali dan meneruskan rencananya untuk membinasakan semua targetnya. Dan yang kutau, terakhir Ibumu yang terlacak memegang liontin penyegel itu saat mengandung."
Iza mendengarnya dengan seksama.
"Setelah ibumu melahirkan kekuatan yang ia punya melemah dan liontinnya terpecah menjadi dua bagian. Dan yang kudengar dari kakek, dia memiliki anak kembar walau tidak identik."
"Kembar? Jadi maksudmu aku punya saudara kembar?"
"Kemungkinan."
"Tidak mungkin. Kenapa kau yakin kalau itu ibuku?"
"Entahlah. Tapi aku selalu percaya pada wasiat kakek."
Iza terdiam, 'aku punya saudara kembar?'
Zida belum selesai menceritakan semua perihal apa yang terjadi sampai gadis yang disampingnya mencerna dahulu semua ucapannya. Hingga tanpa mereka sadari sesosok bayangan hitam mendekati mereka.

***

Tbc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...