IDOL SCHOOL
Chapter 10
Genre : Schoollife, Romance, Comedy
Happy Reading ^^
*************_______________***************
Pagi disekolah,
Rissa tengah duduk Sambil membaca
sebuah buku digenggaman tangannya. Semilir angin dari Samping jendelanya tak
mengindahkan kegiatannya sejak ia tiba dikelas.
“Hoooo.... rajin sekali, pagi - pagi
sudah duduk manis membaca buku.” Sam yang datang tiba - tiba mendekat tepat
dihadapan Rissa. “Hemm.. berat sekali yah. Rumus Matematika.”
Rissa menutup bukunya dan menatap
tajam kearah Sam.
Sam bergidik ngeri akan tatapan Rissa
yang tak biasanya. “Eh ada apa” tanyanya pura - pura tidak tahu apa yang
terjadi.
“Apa maksudnya dari kencan buta
kemarin Sam?” Rissa mendelik tajam.
“Eh.. hehehe.. apa maksudnya ya?” Sam
mengalihkan pandangannya.
“Jawab pertanyaanku Sam? Kenapa
pasanganku orang itu?”
“I..ii.tu hanya kebetulan saja kok.
Memangnya kamu tidak suka ya?” ucap Sam tanpa dosa.
Air muka Rissa berubah drastis
menjadi merah padam dan mencoba menyembunyikannya. “Apa maksudmu bicara seperti
itu?”
“Pagiii… apa kabar Sam, Rissa?” sapa
Inka yang menyeruak diantara jarak Sam dan Rissa.
‘Untunglah Inka datang’. Batin Sam Sambal
mengelus dadanya dan sedikit menghela nafas.
“Kenapa kau terlihat lega sekali Sam,
ada apa?” tanya Inka
Sam memberi isyarat pada Inka dengan
tatapan matanya. Seakan Inka mengerti kejadian kemarin atas ide gila mereka
terhadap Rissa. Inka hampir saja lupa dengan kencan buta yang mereka rencanakan
untuk Rissa. “Aaahhh.. aku merasakan ada aura kegelapan disini ya. Dan terasa
dingin menyeramkan..”
Rissa melirik kearah Inka.
“Aku belum sarapan, ayo kita
kekantin!” Inka mengambil langkah perlahan dan sembari menaruh tas dimejanya.
Diikuti dengan Sam yang ikut – ikutan bangkit dari kursinya.
Tatapan tajam dan menyeramkan Rissa
tak putus dengan dua makhluk hidup itu.
“Ah, Rissa kami kekantin dulu ya..
daaahh..” seru Sam dan Inka meninggalkan Rissa ditempat.
“Haaahh…” keluh Rissa. Wajahnya
kembali normal, “Apa – apaan mereka. Mau menghindari pertanyaanku ya?!”
“Hey, apa yang akan kita jelaskan
pada Rissa?” tanya Inka pada Sam yang sedang menyeruput susu stroberinya.
“Entahlah..” jawab ala kadarnya Sam.
“Kamu ini, selalu saja seperti itu.
Ide gila ini kan berasal dari pemikiranmu!”
Sam menghentikan kegiatannya, “Hey,
tolong diralat yah. Ini ide gila kita berdua.” Sam menghela nafas, “Bukankah
kita hanya ingin tau bagaimana perasaan Rissa pada Renal? Kenapa kita tidak
mengatakan hal itu saja padanya.”
Inka tengah berpikir dan mengangguk
– angguk pernyataan Sam berusan. “Kurasa itu adalah hal yang benar.”
“Karena dia terlalu tertutup
mengenai perasaannya membuatku gemas.”
“Lalu bagaimana dengan Renal
sendiri?”
Sam terdiam sejenak. “Apa kita mesti
minta keterangan darinya?”
“Kurasa. Karena hal ini begitu
mengganjal pikiranku sejak kemarin.”
“Hn? Kenapa?”
“Coba kamu pikir, kenapa Renal tidak
melakukan apa yang kita tulis pada kertas yang kita berikan?”
“Terlalu banyak.”
“Dasar bodoh!” genggaman tangan
kanan Inka mendarat mulus dikepala Sam.
“Uuhhh.. sakit tau..” Sam meringis
mengelus puncak kepalanya.
Inka mengalihkan pandangannya
keminuman yang ia pesan sejak tadi dan menyeruputnya disana. “Kamu ini kadang
pintar terkadang juga bodoh.”
“Lalu apa yang membuatmu mengganjal Inka
yang pintarr…” cibir Sam kesal.
“Aku rasa Renal mempunyai niat
tertentu pada Rissa.”
Sam hanya mengangguk – angguk. “Bisa
jadi.”
“Atau Renal punya perasaan pada Rissa?”
“Apa? Itu tidak mungkin. Kamu tau kan
Yuko selalu menempel padanya. Dan Yuko lebih cantik dibanding Rissa, jadi
tidak mungkin Renal berpaling dari Yuko.”
“Tapi Yuko bukan pacarnya Renal. Dia
hanya seorang penggemar autis yang tergila – gila pada Renal.”
“Kamu ini, bicara seperti itu jangan
kencang – kencang. Nanti ada yang dengar, bisa bahaya.”
“Ups..!” Inka membungkam mulutnya
dan melihat sekeliling kantin, khawatir ada yang mendengar pembicaraannya.
“Jadi nanti pada jam istirahat, kita
harus coba berbicara pada Renal.”
“Ya kurasa harus begitu.”
“Ya sudah, habiskan susumu itu. Kita
kembali kekelas.”
Inka mengangguk – angguk. Dan
meneguk cepat susu digelasnya.
Tanpa mereka sadari sejak tadi ada
yang mendengar percakapan mereka dengan senyum sinisnya.
***
“Kamu pasti tidak mengira Yuko
dengan informasi yang baru aku dapatkan pagi ini.” Ucap Mina mengambil posisi
duduk dihadapan Yuko.
Yuko menutup buku yang ia baca
barusan, “Informasi apa?”
“Kamu pasti tidak akan menyangka.”
“Apa maksudmu, sudah jelaskanlah.
Jangan berbelit – belit seperti itu.”
“Aku mendengar sesuatu mengenai Renal
dengan gadis aneh itu.”
“Apa?”
Mina mengangguk, “Yang aku dengar
sepertinya Renal ada perasaan pada gadis itu dan bahkan sebaliknya.”
Yuko memalingkan wajahnya yang merah
padam, “Tidak mungkin.”
“Tapi aku mendengarkan hal itu dari
informan yang sangat akurat. Kedua temannya sepertinya membuat ide khusus untuk
mendekatkan gadis itu dengan Renal.”
Yuko menggeretakkan giginya.
“Lalu apa kamu akan diam saja Yuko.”
“Tentu saja tidak Mina. Tapi yang
jelas aku tidak akan bermain kasar, aku akan bermain dengan halus. Kamu lihat
saja nanti.”
Renal tengah berdiam diri dipinggir
pembatas tembok lantai 2 kelasnya. Ia tengah memikirkan kejadian kemarin dengan
Rissa. Terkadang ia menyunggingkan senyumannya. Lamunannya buyar ketika salah
satu temannya menepuk bahunya dari belakang.
“Hoyy.. pagi – pagi sudah senyum –
senyum sendiri. Ada apa?” tanya Adrian.
“Oh.. tidak apa – apa kok.”
“Hemm.. sedang memikirkan seseorang
yah..” pojoknya.
“Apa sih.”
“Kamu sedang memikirkan Yuko?”
selidiknya.
Renal menoleh kearah Adrian, “Yuko?
Apa maksudmu?”
“Bukankah Yuko selalu ada disampingmu
setiap kamu berada.”
“Hn? Kamu terlalu berlebihan.”
“Apa kamu tidak ada perasaan
padanya?”
“Perasaan apa? Kami hanya sekedar
teman.”
“Kamu menganggapnya seperti itu?
Padahal kalau dilihat Yuko selalu mencoba mengambil perhatianmu.”
“Kamu menganggapnya seperti itu
heh?”
Adrian mengangguk pasti.
“Hahaaaa… yang jelas aku tidak punya
perasaan apa – apa padanya. Kami hanya berteman saja.”
“Hati – hati dengan ucapanmu itu,
bisa saja kamu akan jatuh cinta padanya.”
“Kenapa kamu begitu yakin?”
“Ya.. karena Yuko memang gadis cantik
disekolah kita dan dia adalah indo jepang pula.”
“Hey, masalah hati itu tidak cukup
dengan paras cantik saja. Tapi lebih kepada apa yang kita rasakan. Lagipula
sudah ada gadis lain yang mencuri perhatianku.”
“Hah? Kamu sudah mulai naksir
seseorang?”
“Hanya tertarik tidak lebih.”
“Kamu ini. Terlalu jual mahal.”
“Biar saja. Aku hanya ingin mencari
yang benar – benar cocok denganku saja kok. Ah… sudahlah bicara apa sih kamu
ini, ayo masuk kelas jam pelajaran akan segera dimulai.”
Adrian terdiam dan mengikuti ajakan Renal.
***
“Kamu yang bernama Rissa?” tanya
kedua orang siswi tepat berada didepan pintu kelas Rissa. Saat Rissa akan
keluar kelas ketika terdengar suara bel istirahat berbunyi. Rissa berniat
menyusul kedua temannya yang lebih dulu keluar terburu – buru.
“Iya, aku Rissa. Ada apa ya?”
“Kamu dipanggil Pak Sidik diruangan
persiapan.” Jawab siswi berambut panjang itu.
“Pak Sidik?”
“Iya guru olahraga.”
“Iya aku tau, tapi ada apa ya?”
“Kami tidak tau, tadi kami hanya
disuruh menyampaikan saja.”
“Oh, baiklah aku akan kesana. Terima kasih ya.”
“Oh, baiklah aku akan kesana. Terima kasih ya.”
“Oke. Sama – Sama.” Kedua siswi itu
berlalu dari kelas Rissa.
Rissa berjalan menuju ruang
persiapan yang berada dilantai 3 tepat berada diujung lorong. “Ada apa ya Pak
Sidik memanggilku? Tumben sekali.”
“Rissa!!” seseorang memanggil dari
arah belakang.
Rissa menoleh kesumber suara, “Ah,
Dila ada apa?”
“Apa kamu melihat Sonia?” tanya Dila
teman sekelasnya yang kebetulan bertemu dengan Rissa dilantai 3.
“Aku tidak melihatnya, memangnya ada
apa?”
“Walikelas kita memanggilnya, tadi
ada yang melihat dia kelantai 3 mengambil flashdisk yang tertinggal Jumat lalu
diruang komputer.”
Rissa menggelengkan kepalanya.
“Hem.. begitu ya. Eh, kamu mau
kemana?”
“Aku dipanggil Pak Sidik keruang
persiapan.”
“Ke ruang persiapan yang diujung
lorong sana?”
“Iya.”
“Ada apa memangnya?”
“Aku juga tidak tau, makanya aku
harus kesana.”
“Oh, kalau begitu aku duluan yah.”
Pamit Dila.
Rissa mengangguk dan melanjutkan
langkahnya kembali. Setelah Sampai didepan ruang persiapan, ia setengah ragu
untuk masuk kedalamnya. Pasalnya ruangan itu sangat gelap dan banyak barang –
barang tak terpakai didalamnya. Membuat suasana ruangan itu menjadi
menyeramkan.
Rissa memegang kenop pintu yang
tidak terkunci itu, “Ah tidak terkunci, mungkin Pak Sidik ada didalam.”
Kemudian ia masuk kedalam dan tiba – tiba, ‘blam’ pintu tertutup dari luar.
“Ah,, kok pintunya tertutup. Tolong dibuka, disini sangat gelap.. tolong
dibuka. Hey siapa yang mengunci pintunya!” Rissa mengedor – gedor pintunya
dengan sekuat tenaga, namun nihil tak seorangpun yang mendengar suara teriakan Rissa.
Karena ruangan tersebut berada sangat diujung lorong lantai 3 dan tak mungkin
terdengar di ruangan lain.
“Ada apa ini? Kenapa tidak ada siapapun
disini. Tidak ada Pak Sidik disini. Aku dikerjai oleh seseorang.” Ucapnya
sedikit gemetar.
Rissa mencoba mengedor – gedor
pintunya kembali berharap ada yang menolongnya.
***
“Ada apa kalian memanggilku disini?”
tanya Renal yang sudah berada ditaman belakang sekolah.
“Begini, kami ingin menanyakan
sesuatu padamu.” Jawab Inka.
“Langsung saja, kemarin waktu kamu
melakukan kencan buta dengan Rissa. Kamu tidak melakukan sesuatu sesuai list yang kami
buat. Apa kamu punya rencana sendiri.” Ucap Sam.
“Tentu saja tidak. Aku hanya malas,
terlalu banyak dan terlalu berbelit – belit kegiatan kencan buta kalian. Jadi
tidak menarik buatku.”
“Hn?”
“Jadi setelah kamu mengajak Rissa ke
arena bermain, apa yang kamu lakukan?” tanya Inka.
“Ia meminta untuk pulang kerumah.
Dan setelah itu aku antar dia kerumah.”
“Hanya itu?”
Renal mengangguk.
“Kami tidak percaya.”
“Apa aku terlihat menyembunyikan
sesuatu?”
Inka dan Sam memperhatikan mimik
wajah Renal dengan sekSama.
“Apa kamu tidak menanyakan
perasaannya?” tanya Sam.
“Hemm.. kurasa sempat ketika aku
antar dia pulang.”
“Lalu apa jawabannya.” Sam antusias
ingin mendengar jawaban Renal.
“Dia tidak menjawab.”
“Hah?”
“Hanya saja, wajahnya memerah pada
saat aku bertanya ‘bagaimana perasaanmu kencan denganku?’ kurasa itu tandanya
ia malu mengatakan bahwa ia senang.”
“Bukan itu yang kami maksud!” seru Inka
kecewa.
“Lalu?”
“Maksudnya perasaannya padamu,
apakah benar ia menyukaimu atau tidak?” jelas Inka.
“Oh… tidak.. karena bagiku itu tidak
begitu penting.”
“Ihh.. kamu ini, katanya ingin membantu
kami untuk mengetahui perasaannya padamu.” Protes Sam.
“Awalnya seperti itu, tapi kurasa
itu terlalu vulgar untuk ditanyakan. Biarkanlah perlahan ia menyadari
perasaannya padaku. Itupun jika memang benar.”
“Kamu ini memang mempunyai rencana
tersendiri!” delik Sam.
“Hahahhaa.. apa – apaan sih kalian.
Ini berjalan mengalir begitu saja kok..”
Inka menghela nafasnya, “Lalu apa
yang mesti kita jelaskan kepada Rissa, Sam?”
Sam masih kesal dengan tingkah cuek
dari Renal tersebut, “Kita katakan saja sejujurnya.” Ucapnya. “Aku merasakan
aura iblis disini, tak kusangka seseorang dihadapanku ini tidak menghargai
perasaan orang lain. Terlebih lagi mungkin karena ia merasa kalau ia itu tampan
dan pintar sehingga dengan sombongnya ia melakukan ini kepada kita dan teman
kita. Kurasa ini hanya kesenangan semata untuknya, hanya untuk mencari
kesibukan dari hari – hari sibuknya menjadi orang yang populer.” Sinisnya Sambal
memandang kesal kearah Renal.
Renal hanya mengangkat kedua
alisnya.
“Kamu ini bicara apa sih?”
“Sudahlah Ka, kita buang – buang
waktu saja. Ayo kita cari Rissa dan mengatakan padanya kalau ia sudah salah
menyukai seseorang.” Sam merangkul Inka untuk pergi dari sana.
Renal terlihat bingung dengan
tingkah Sam barusan. Ada sebuah penolakan dari pernyataan Renal yang sebenarnya
untuk Rissa.
***
tbc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar