Sabtu, 17 Februari 2018

CERBUNG : REVERSE Chapter 9.3

REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 9.3

Prev Prolog123456789.19.2


***

Sejak kejadian hari itu, aku belum bertemu dengannya. Setiap aku melewati kelasnya, ia tidak ada disana. Aku menghela nafasku pelan, 'Ahh.. Pasti dia berpikir aku sudah gila!'.
'Bruk', Andika mendudukan dirinya dihadapanku membuatku sedikit tersingkap.
"Ah.. Kau!" kulihat wajahnya lesu, "Ada apa?"
Andika menoleh kearahku dengan tatapan sendunya, "Aku ditolak."
"Eh?"
"Aku nekat menembaknya tadi, dan jawabannya tidak bisa. Kau tau kenapa?"
"Kenapa?" walaupun sebenarnya aku tidak ingin tau.
Andika melirik kearah seseorang yang duduk dipojok depan kelas, "Tuh!" tunjuknya dengan isyarat mata.
Aku mengikuti arah matanya, "Ahh... Dia penggemarnya?" ucapku asal. Ya, dia adalah orang nomor satu disekolah dalam segala bidang prestasi, karena itu dia sangat sibuk mengikuti ajang perlombaan antar sekolah. Dia juga ketua kelas ini, namun semua tanggung jawabnya dialihkan padaku karena kesibukkanya.
"Bukan.. Dia pacarnya." lirihnya.
"Apa?" aku tidak percaya.
"Sari bilang padaku untuk tidak mengatakannya pada siapapun disekolah. Mungkin mereka menyembunyikannya, dia dan Sari satu SMP. Dan mereka sudah berpacaran sejak kelas 1. Tanpa sepengetahuanku..." jelasnya dengan raut wajah sedih.
Aku sedikit iba melihatnya, 'Ahh.. Jadi maksudnya dia ya? Orang yang dikenalnya dikelasku tempo hari.'

Andika sudah lebih dulu keluar kelas karena ada pertemuan antar anggota basket. Aku berjalan sendiri dan tak sengaja bertemu dengan Sari.
"Sari." panggilku.
Ia menoleh, "Eh ya Dimas. Ada apa?"
"Hm.. Aku tidak melihat Lyan belakangan ini. Apa kau tau dia dimana sekarang?"
"Hn? Kau tak tau?"
Aku menggeleng.
"Sudah tiga hari dia tidak masuk karena sakit."
"Sakit?"

Satu jam kemudian,
Aku berdiri didepan gerbang rumahnya sejak 5 menit yang lalu tanpa bergeming. 'Aku sedang apa disini?' gumamku.
Aku meminta alamat rumah Lyan pada Sari dan ia memberikannya.
"Sudah sampai sini Dimas, kau mau apa?" tanyaku sendiri. "Dasar bodoh!"
'Cklek' suara pintu akan terbuka. Aku terkejut melihat siapa yang keluar dari rumah itu dan kami bertatapan tanpa suara.

"Ini tehnya, silahkan diminum." tawarnya.
"Terima kasih." aku meliriknya, ia duduk agak jauh dariku. "Hem.. Kudengar kau sedang sakit?"
"Ah.. Sudah mendingan kok."
"Oh.. "
"Tau dari Sari ya?"
"Hn? Ah ya..." jawabku agak canggung. "Rumahmu sepi sekali."
"Iya... Ibuku sedang menjemput adikku ditempat les. Ayahku sedang kerja keluar kota." jawabnya. Wajahnya sejak tadi tidak menatapku.
"Maaf..."
Dia menoleh, "Hn? Maaf untuk?"
"Hal itu..."
Dia terdiam, "Tidak apa. Lagipula kau kan sudah menjadi pacarku sejak itu."

***

Sudah sebulan statusku berubah. 'Sekarang kau adalah pacarku!', ucapan yang begitu spontan itu keluar dari mulutku setelah aku menciumnya. Dan sampai saat ini aku tidak tau harus melakukan apa ketika sudah menyandang status itu.
Lyan-pun bersikap sama denganku, kami hanya menyapa seadanya jika berpapasan. Kami hanya berbalas pesan singkat yang tidak penting.
Aku menghela nafasku panjang entah sudah berapa kali, Andika menyadari itu.
"Hey.... Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Sejak tadi hanya menghela nafas saja." celetuknya.
"Tidak tau." jawabku.

Bel istirahat berbunyi, Aku berniat menuju kantin dengan Andika namun langkahku berhenti seketika.
Kuhampiri dia disana,
"Ada apa?" tanyaku pada Lyan.
Kedua manusia itu menoleh padaku, ya Lyan dan Eka.
Eka melirikku sekilas, "Tidak ada urusannya denganmu."
Aku terdiam sesaat, "Aku pacarnya." tukasku.
Ia terlihat terkejut, "Benarkah?" tanyanya padaku, "Benarkah itu Lyan?" beralih padanya.
Lyan hanya mengangguk - angguk. Aku melihat raut wajah tak suka disana.
"Ah..hahaa... Jadi ini alasannya kau menolakku?" lirihnya.
Lyan mengangkat wajahnya, "Iya. Sudah kubilang bukan? Ada orang lain yang aku suka, tapi kau malah melakukan hal memalukan itu." ucapnya pelan.
Oh, aku tau sebabnya kenapa Lyan terlihat tidak suka dengan situasi ini. Andika disampingku hanya melihat percakapan kami bertiga.
"Aku minta maaf..." ucap Eka kesekian kali.
"Sudah kumaafkan kok. Aku harus ketempat Sari. Permisi." ujar Lyan sambil berlalu.
Eka hendak memanggilnya namun bahunya kutahan, dia menoleh tajam kearahku.
"Kau tidak lihat ekspresi wajah tidak sukanya padamu. Jadi jangan menganggunya lagi. Atau kau akan  berurusan denganku." bisikku didekat telinganya.
Ia hanya mengernyitkan dahinya tak terima.

Hari sudah hampir senja, karena tugas tambahan dari guru fisika, aku harus menyelesaikan secepatnya hingga sore hari. Langkah kakiku berhenti ketika melihat sesosok gadis berdiri dekat kelasku.
"Sedang apa?" tanyaku menghampirinya.
Dia terkesiap, "Ah.. Anu.. Aku hanya ingin bilang terima kasih untuk yang tadi." ucapnya sedikit gugup.
Kulihat wajahnya memerah, tanpa sadar aku memegang dahinya, "Kau sakit? Agak panas."
Dia menundukkan wajahnya, "Tidak. Sudah dulu ya. Aku duluan." jawabnya membalikkan tubuhnya. Namun aku menarik tangannya. "Eh?"
"Ayo pulang bersama." ucapku.
Dia mengangguk.

***

Kala itu Lyan berlari kecil kearahku, "Dimas.."
"Hem?"
"Hari ini kau bisa temani aku ke..."
"Maaf aku tidak bisa, aku harus merangkum buku ini diperpus. Lain kali ya." selakku.
"Ah ya..." lirihnya

Hari berikutnya, jam olahraga,
"Ahh... Bolanya menggelinding..." ucap Andika hendak berlari mengambilnya.
"Biar aku saja.." ucapku.
"Oh oke."
Aku berlari menghampiri bola itu.
"Ini." Lyan menyerahkan bola itu padaku.
"Terima kasih." jawabku dingin dan berlalu begitu saja.

Hari berikutnya, jam istirahat,
"Dimas.." panggilnya menghampiriku.
"Ya."
"Apa hari ini kau ada waktu kosong?"
"Tidak."
"Ah begitu ya..." ada raut kecewa diwajahnya.
"Kenapa?"
"Aahh.. Tidak ada apa - apa kok. Aku kekelas dulu. Dah." ucapnya sambil berlalu.
Aku terdiam sesaat memperhatikan tubuhnya dari belakang, "Hari ini sampai jam 4 Sore. Setelahnya tidak ada acara apa - apa." lanjutku.
Dia berhenti dan menoleh kearahku, "Ah.. Baiklah aku akan menunggumu di bangku dekat lapangan." jawabnya tersenyum.
"Oke."

Pukul 17.30 Wib, satu jam lebih lambat dari waktu yang ku katakan padanya. Aku hampir lupa karena terlalu serius belajar diperpus tadi. Aku berlari menuju lapangan tempat dia menunggu. 'Ku harap dia sudah tidak menunggu. Jika tidak....' aku mengatur nafasku yang tersengal - sengal dan berhenti berlari ketika melihat ia tertidur disana.

"Seharusnya kau pulang saja. Jika sudah menunggu selama itu." ucapku ketika kami sudah berada dibus.
"Ah.. Aku ketiduran tadi...hehee.." jawabnya.
Aku meliriknya sekilas, "Dasar. Kau membuatku khawatir!" seruku.
Dia tertegun, "Maaf."
Aku menatapnya, "Lain kali jika aku tidak menepati seperti itu. Kau pulang saja." ucapku kemudian mengalihkan pandanganku kearah lain, "Hah... Menyusahkan.." lirihku.
Saat itu aku tidak tau bahwa ia mendengar perkataanku yang terakhir dan salah mengartikannya. Yang ku tau belakang bahwa hatinya merasa sakit mendengarnya.

Hari demi hari berlalu begitu saja, Lyan tidak lagi menemuiku seperti sebelumnya bahkan ia-pun tidak mengirim pesan singkat padaku.
Awalnya aku biasa saja, namun entah kenapa aku terus memikirkannya.
'Brak' pintu kelas mendentum keras. Andika menghampiriku dengan wajah cemasnya.
"Hey ada apa?"
"Kau harus ikut denganku. Cepat aku mendapat sms dari Sari penting!"
Aku mengernyitkan dahiku sampai ia memperlihatkan sms itu dari layar ponselnya. Tanpa pikir panjang aku berlari menuju tempat yang disebutkan oleh Sari.

From : Sari
To      : Me

Tolong sampaikan pada Dimas. Lyan sedang dalam bahaya, ku lihat ia dibawa pergi paksa oleh seorang siswa dan kelompoknya. Dan aku mengikutinya sampai dibelakang sekolah. Aku tunggu! Cepatlah!

----
Sesampainya ditempat kejadian, terlihat Lyan terduduk lemas dibawah, sedangkan Eka dan Reihan berkelahi dengan sekelompok siswa yang tidak kukenal. Aku dan Andika menghampiri mereka, "Hey!!!"
Andika membantu melerai mereka, aku dengan sigap menghampiri Lyan dan mengangkat tubuh lemasnya ke tempat yang aman.
"Kau terluka?" tanyaku cemas.
Dia terdiam, yang kudengar hanya isak tangis dari bibirnya. Jujur saja hatiku terasa sakit dan amarah mulai menyelimuti diriku. Ketika aku hendak berdiri, tanganku ditahan olehnya, "Hn?"
Dia menatapku sendu dengan kondisi sudut bibirnya mengeluarkan darah beku dan kedua mata yang masih basah itu. Dia menggelengkan kepalanya, bahwa aku tidak perlu terlibat perkelahian itu. Aku mengcengkram kuat kedua tanganku kesal karena tidak bisa berbuat apa - apa.
Tiba - tiba Sari berlari diikuti oleh seorang Guru BK.
"Ayo Pak. Disana! Lihat Pak!" teriak Sari.
"Hey berhenti dan diam ditempat.!" serunya.

Saat ini kami semua berada diruang kepala sekolah, kulirik Sari tengah menenangkan Lyan.
"Erhem.." Kepala Sekolah, "Apa yang terjadi?" tanyanya tegas.
"Hanya perkelahian biasa saja Pak." ucap salah seorang siswa berambut cepak itu.
"Diam kau! Bapak kepala sekolah tidak bertanya padamu!" seru Guru BK padanya.
Kulirik Lyan mengangkat wajahnya, "Dia menarik paksa saya untuk ikut dengannya. Dan dia menampar pipi saya sebanyak dua kali. Ketika dia ingin meninju wajah saya, dua teman sekelas saya datang menghadang namun mereka malah terlibat perkelahian. Satu orang dari kelas lain datang mencoba melerai mereka dan yang satunya membantu saya untuk berpindah tempat yang lebih aman. Begitulah cerita yang sebenarnya." jelas Lyan tanpa ragu.
Tatapan kedua mata kepala sekolah terlihat tajam. "Hem.. Pak kemari sebentar." ujarnya pada Guru BK, dan ia berbisik padanya.
"Kalian semua ikut saya keruang BK." ucap Guru BK setelahnya.

"Kalian bertujuh akan mendapatkan surat skorsing dari sekolah. Kalian, Eka dan Reihan dari kelas 2B walaupun niat kalian menolong namun terlibat perkelahian adalah salah satu tindakan tidak baik, jadi kepala sekolah memutuskan kalian mendapatkan surat skorsing selama 3 hari." tegasnya pada Eka dan Reihan. "Dan kalian, Gendra, Jaya, Andri, Jenos dan Hari kalian akan mendapatkan surat skorsing selama 2 minggu karena kalian melakukan tindak kekerasan kepada orang lain." lanjutnya. "Dan satu lagi, kau Hari! Kau akan dinonaktifkan sebagai tim inti sepak bola sekolah selama masa skorsing. Sudah jelas semua?" tanyanya.
Semua menunduk dan terdiam hanya siswa yang bernama Hari itu tetap menegakkan wajahnya tanpa rasa sesal.
"Kalau sudah jelas sekarang bubar dan kembali kekelas. Ayo!" serunya.
Kami semua berhambur keluar dari ruangan BK. Hari dan teman - temannya itu berlalu begitu saja tanpa minta maaf.
Lyan berjalan dibantu oleh Sari. "Apa masih terasa sakit? Ayo kuantar kau ke ruang UKS." ajaknya.
"Tunggu sebentar." lirih Lyan meringis.
"Eka, Reihan... Terima kasih ya telah menolongku." ucap Lyan.
"Iya sama - sama." jawab Reihan.
"Maaf gara - gara aku kalian kena skors."
"Tidak apa kok. Yang penting kau tidak apa - apa." jawab Reihan.
"Tidak usah berterima kasih Lyan. Anggap saja kita impas." ucap Eka tiba - tiba.
Lyan tertegun, "Hem.."
"Sudahlah obati lukamu dulu sana." ujarnya kembali.
Lyan mengangguk kemudian menatap Andika, "Terima kasih juga padamu."
"Ah ya. Sama - sama." jawab Andika.
Lyan menatapku, "Terima kasih ya dan maaf kalau aku jadi menyusahkanmu lagi."
Aku tertohok, suaraku tercekat ditenggorokan. Apa ini?.
"Ayo Lyan aku obati lukamu." ajak Sari.
"Iya."
Aku terus menatapnya, menatap tubuhnya yang lemas itu.
"Hey, jika kau tidak bisa menjaganya lagi. Aku tidak akan segan - segan mengambilnya darimu." ancam Eka padaku dan berlalu pergi.
Aku terdiam tidak bisa berkata apapun.
"Kau tidak apa - apa? Dia seperti mengancammu?" tanya Andika khawatir.

***

Aku seperti orang bodoh belakang ini, memikirkan perkataan Eka tempo hari. Aku merasa ada yang mengganjal, aku tidak menerimanya tapi aku juga tidak bisa melakukan apapun.
"Sebenarnya kau menyukai Lyan atau tidak?" tanya tiba - tiba dari Andika.
Aku terkesiap dari lamunanku, "Eh?"
"Kau pacaran dengannya tapi tidak terlihat seperti itu."
"Memangnya aku harus apa?"
"Haaa... Tuan pintar satu ini, kau kalah romantis dengannya..." tunjuknya kearah Oki yang sedang duduk membaca buku dikursinya. "Dia yang begitu acuhnya masih bisa romantis dengan pacarnya. Yah walaupun aku tau semua cerita itu dari Sari. Sakit mendengarnya tapi jika Sari bahagia kenapa tidak?" susulnya.
Aku tengah berpikir selama ini aku sudah melakukan apa dengan Lyan. "Ah.. Aku kan sudah menciumnya waktu itu."
"Hee.... Memang itu saja cukup?! Haduh... Kau itu terlalu acuh dan agak dingin padanya."
"Hn?"
"Aku tidak pernah melihatmu bicara mesra berdua dengannya?"
"Hah? Apa itu perlu?"
"Oke skip. Tidak perlu. Itu hanya akan menambah penderitaanku menjadi jomblo." ungkapnya, "Hemm.. Begini, berilah perhatian dan pengertianmu padanya. Ajaklah ia kencan diakhir pekan ini akan membuat hubunganmu dengannya bertahan lama."
"Akhir pekan? Ah tidak bisa. Aku ada les tambahan."
"Haiissh... Pindah jadwal saja. Lagian kau sudah pintar kenapa harus les tambahan segala sih. Les apa?"
"Les bahasa asing."
"Eh? Bukankah kau bisa bahasa inggris?"
"Aku les bahasa jepang dan jerman."
"Haaahhhh... Yasudah bagaimana jika hari biasa disekolah. Ajak ia kekantin bersama?" ujarnya dengan sumringah.
"Hem?? Ah... Itu akan menjadi pusat perhatian. Aku tidak begitu suka." jawabku, sebab aku pernah melihat orang berpacaran dikantin dan itu sangat menggelikan.
"Mati saja kau!" Andika merajuk.
"Hah? Bicara apa kau ini!"
"Kalau kau bersikeras seperti itu, kuharap kau tidak akan menyesal jika pacarmu direbut orang lain." kesalnya.
"Heh? Kau bilang apa barusan? Direbut? Siapa yang akan merebutnya dariku?" tekanku kesal.
"Kau tidak mau dia direbut orang lain?"
"Tentu saja!."
"Ck. Kau egois sekali sih. Kusarankan kau harus mencoba bicara berdua dengannya sekali saja sejak kejadian kemarin kau belum bertemu dengannya lagi kan?"
Aku melemah mendengar ucapanya Andika.

Aku mengirimkan pesan singkat ke nomor ponselnya. Aku menunggu kedatangannya setelah pulang sekolah di taman belakang.
Aku menatap langit yang berwarna biru cerah hari ini, tidak terlalu terang dan cuaca yang begitu hangat seakan seirama.
"Dimas..." Lyan berlari kecil kearahku.
Aku menatapnya, 'Dia manis.'
"Maaf tadi aku mengumpulkan tugas keruang guru. Lama menunggu?" tanyanya mendudukkan diri disampingku.
"Tidak." aku mengubah posisi dudukku menghadapnya dan itu membuat ia sedikit terkejut.
"Ada apa?"
"Apa kau menyukaiku?" 
"Eh kenapa tiba - tiba?" wajahnya memerah.
"Jawab saja."
"Hemm.. Ya.." gugupnya.
Aku mengubah kembali dudukku menghadap samping, menghirup udara sebanyak - banyaknya dan menghembuskannya perlahan.
"Apa kau merasa bahagia pacaran denganku?"
"Eh?... Ehmmm..."
"Tidak ya?"
Ia tertegun, "Bukan... Bukan begitu."
Aku menoleh dan menatapnya. Ia menengadahkan wajahnya menatap langit. Rimbunnya pohon membuat bayangan yang menutupi sebagian wajahnya yang terkena sinar matahari itu. Aku tertegun, ada rasa berdebar dihatiku ketika melihatnya.
"Aku saja yang serakah... Kau sudah menembakku saja itu sudah membuatku terkejut sekaligus senang. Sebenarnya sebelum kau berbohong pada kakak sepupumu, kurasa aku sedikit menyukaimu. Tapi aku tidak berani mengakuinya, karena aku tau tidak pantas bagiku berharap lebih." jedanya, "Waktu aku mendengar kau mengatakan 'menyusahkan' aku mulai berpikir, selama ini mungkin aku menyusahkanmu, memintamu ini dan itu, menganggu waktumu hanya untuk kepentinganku saja."
"Ah.. Itu...." aku merasa tidak enak hati.
Dia menoleh kearahku dan tersenyum, "Aku tidak apa kok, kau tidak perlu berubah hanya untukku. Kau sudah mengakui aku sebagai pacarmu saja aku sudah senang."
Aku tidak percaya ini, ia yang ku perlakukan dengan biasa, dengan sikap acuhku, sikap dinginku dan bahkan aku tidak mengelak bahwa aku sempat berpikir pacaran itu sangat merepotkan. Tapi dengan sesederhana itu ia ungkapkan, membuat hatiku terenyuh.
"Aku... Menyukaimu..." ucapku.
Ia membulatkan matanya seolah tak percaya dengan apa yang kukatakan, "Terima kasih." jawabnya disusul dengan senyuman manisnya.
Aku membalasnya dengan senyuman dan tanpa sadar aku mendekatkan wajahku kearahnya, 'chu~'. Lagi, aku menciumnya untuk kedua kali.

Flashback off

***

Lyan merengut dan menyipitkan kedua matanya.
"Kenapa denganmu?" tanya Dimas aneh.
"Kau bercerita hanya dari sisimu saja. Mana aku tau keseluruhan ceritanya.. Bagaimana dengan keluargaku?"
"Hehhh.. Kau tidak pernah menceritakan keluargamu tau. Jadi kuanggap kondisi keluargamu baik - baik saja. Lagi pula Ibumu itu periang, jika aku kesana dia selalu heboh dengan memberiku banyak makanan."
"Apa? Begitu ya? Hemm.. Seperti bukan ibuku saja... Biasanya kan agak pelit ya.." terka lyan.
"Ck. Sudahlah. Aku lapar, kau mau makan tidak." selakku.
"Tentu saja." sahutnya.
"Kalau begitu ayo!" seru Dimas menggandeng tangan Lyan.
"Eh tapi tunggu, jadi waktu aku menanyakan perihal Hari dan kau terlihat tidak suka karena hal itu ya?"
"Hm." Dimas mengiyakan.
"Tapi waktu itu kenapa ya dia menarikku dan menamparku?"
"Mana kutau." jawabnya asal.
"Hah? Makanya kalau cerita yang jelas dong jangan sepotong - sepotong begitu!" serunya kesal dan melepas pegangan tangannya.
"Hey, kalau mau protes ke authornya saja sana!" Dimas tambah kesal. "Kau ini kenapa sekarang jadi cerewet sekali sih."
"Memangnya aku dulu tidak begini?"
"Tidak. Kau dulu pendiam tapi pemberani. Sekarang kau ini cerewet sekali."
"Kau tidak suka? Kalau tidak suka ya sudah, pergi sana. Memangnya aku yang mau jadi seperti ini. Hilang ingatan lalu berubah sikap. Memangnya siapa yang mau susah - susah seperti ini. Apa aku terlihat berpura - pura?" ungkapnya.
Dimas terdiam seolah sedang memutar otaknya untuk menghadapi gadis yang dicintainya itu. Dimas menarik tangan Lyan kembali dan menggenggamnya erat.
"Maaf... Kau yang dulu ataupun sekarang adalah Lyan yang kusukai. Ah ralat... Aku cintai, jadi mau pendiam atau cerewet sekalipun itu tidak berpengaruh apapun bagiku." jawabnya dengan memberikan senyuman maut miliknya yang tak diperlihatkan oleh siapapun kecuali pada Lyan.
Wajah Lyan merona, "Apa sih. Tidak jelas.." alihnya sambil melangkah pergi, menyembunyikan rasa malu dengan berjalan mendahului Dimas.
"Eh..." Dimas hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum geli.


***
Chapter 9 End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...