IDOL SCHOOL
Chapter 11
Genre : School life, Romance, Comedy
Happy Reading ^^
**********_____________________***********
Yuko terlihat tersenyum jahat sejak
bel istirahat tadi, seperti ada sesuatu yang ia lakukan kepada orang lain.
Tanpa disadarinya Renal sudah menduduki kursinya.
“Renal, bagaimana apa kau akan ikut
olimpiade matematika tersebut?” tanya Adrian segera memposisikan duduknya
didepan meja Renal.
“Hem? Masih ku pikirkan permintaan
walikelas kita.” Ucapnya dingin.
Adrian yang melihat ada kejanggalan
diraut wajah Renal langsung bertanya, “Ada apa? Seperti ada yang dipikirkan?”
“Hn?”
“Ayolah Nal, masalah gadis itu?”
“Hah? Gadis yang mana?” tanya Yuko
tiba – tiba berdiri disamping Adrian.
Kedua laki – laki itupun menoleh
kesumber suara.
“Eh, ada Yuko. Mau duduk?” alih –
alih Adrian berubah sikap didepan siswi tercantik diangkatannya itu.
“Enggak makasih.” Jawabnya jutek.
“Tadi kamu bilang gadis. Siapa gadis yang kamu maksud Adrian?” tanyanya.
“Ah… itu gadis yang ada dipikiran Renal.. hahahaha..” godanya.
“Ah… itu gadis yang ada dipikiran Renal.. hahahaha..” godanya.
“Apaan sih!” seru Renal tidak suka.
“Tuh lihat Renal jadi kesal gara –
gara ucapan bodohmu!” Yuko mengomeli Adrian.
“Lah, kok jadi aku yang salah?”
“Iyalah. Gadis apa? Mana ada gadis
lain yang ada dipikiran Renal selain aku!” seru Yuko tak mau kalah.
“Ihh… segitu percaya dirinya..”
jaawab Adrian bergidik geli.
“Ugghh.. apa – apaan ekspresimu
itu.”
“Hey kalian berdua! Bisa tidak
bertengkar ditempat lain, jangan didepanku.” Selak Renal dengan nada dingin
khasnya.
Mereka berdua sontak terdiam.
“Dia duluan Nal, aku kan…” ucap Yuko
dengan nada lembut.
“Apaan kamu duluan yang mulai.” Sela
Adrian.
Yuko melirik tajam dan
mengisyaratkan ‘Mau diam atau aku cakar mulutmu itu’. Adrian langsung membungkam
mulutnya.
“Oke, aku kembali ketempat dudukku.”
Adrian bangkit dari duduknya dan sedikit menjulurkan lidahnya kearah Yuko.
Kedua mata Yuko membelakak melihat
tingkah Adrian barusan. Dan Renal hanya menghela nafasnya. Yuko memposisikan
duduknya dihadapan Renal.
“Re, minggu depan temani aku yuk.”
Ajaknya.
“Kemana?”
“Hem.. aku mau ketoko buku. Ada buku
yang harus ku cari untuk referensi ujian nanti.” Jelasnya dengan wajah
sumringah.
Renal terdiam sejenak. “Apa tidak
ada teman wanitamu yang lain. Yang bisa kamu ajak pergi?”
Yuko menggelengkan kepalanya dan
mengeryutkan bibirnya.
“Aku tidak bisa.”
“Apa kamu ada acara lain?”
“Tidak penting kamu tau atau tidak.”
Jawabnya acuh. Mood Renal saat ini sedang tidak baik, mungkin akibat
percakapannya dengan dua orang teman Rissa barusan.
Yuko tengah memutar otak. “Jangan
begitu, kita sudah dekat lama. Masa kamu tidak mau memberitahuku.”
“Kamu rasa begitu?”
Yuko mengangguk manja.
‘Hah.. gadis ini!’ eluhnya dalam
hati. Renal memajukan badannya kedepan tepat dengan batas dari mejanya.
Menopang dagu dikedua telapak tangannya dan siap bersikap manis. “Yuko yang
cantik. Tidak semua sesuatu yang berhubungan dengan teman dekat dapat
diberitahu. Ada bagian pribadi dimana bagian itu sudah ada pembatasnya. Apa
kamu paham?” tekannya dengan memberikan senyum manis palsunya itu.
Yuko terhenyak sebentar, namun dalam
hatinya ada rasa kecewa disana. Ini jelas penolakan dari laki – laki pujaannya
itu.
***
Dalam ruangan begitu gelap dan
pengap, Rissa masih terkunci disana. Entah siapa yang melakukan hal itu
padanya. Yang jelas dalam pikirannya saat ini, ia berharap ada yang
menyelamatkannya dari situasi ini.
‘tok tok tok’. Suara ketukan pintu
membuyarkan lamunan Rissa.
“Apa ada orang didalam?” tanya orang
lain dari luar pintu.
Rissa sedikit mempercepat langkahnya
mendekati pintu, “Ya ada. Tolong aku terkunci disini.”
“Oh, Rissa kamu didalam?”
“Seperti suara Inka?” lirihnya, “Iya
betul, aku Rissa. Tolong aku.” Pintanya dengan suara sedikit gemetar.
“Tunggu, Sam sedang mengambilnya
diruang guru.” Jawab Inka dari balik pintu. Ia nampak khawatir dan berjalan
mondar mandir didepan pintu menunggu kedatangan Sam.
“Inka, ini kuncinya.. hosh..
hoshh..” Sam tiba dengan cepat, ia berlari dari ruang guru ke ruang persiapan
di ujung lorong lantai atas. “Rissa benar ada didalam?” tanyanya sambal
mengatur nafasnya.
Inka hanya mengangguk – angguk
sembari mencoba membuka kenop pintu yang terkunci itu. – klik –. “Ah…
akhirnya.”
Pintu terbuka, Rissa langsung
memeluk Inka dan ia menangis tersedu – sedu.
Di ruang UKS,
“Siapa yang menyuruhmu keruang itu?”
tanya Sam kesal.
Rissa yang tengah berbaring dikasur
ruang UKS dan Inka yang duduk disampingnya menatap sendu kearah Rissa.
“Aku tidak tau. Mereka datang
kekelas dan memberitahuku kalau aku dipanggil pak Sidik kesana. Aku menurut
saja.” Jawab Rissa pelan. Kedua matanya masih terlihat sembab dan ia masih
lemas.
“Kamu tidak mengenalnya?” kini
gentian Inka yang bertanya.
Rissa menoleh kearahnya dan
menggeleng pelan.
Inka menatap Sam, “Siapa ya kira –
kira orang yang jahat melakukan hal itu. Tega – teganya mereka membuat orang
lain menjadi seperti ini.”
“Berapa orang? Apa kamu tau ciri –
ciri mereka?” tanya Sam selidik.
“Hem… ada dua orang. Yang satu
berambut panjang dan yang satu pendek namun ikal.” Jawab Rissa lagi.
Sam nampak berpikir. Rissa terdiam
dan menghela nafasnya.
“Hem… terima kasih ya kalian sudah
menolongku. Kalau tidak, mungkin aku akan kehabisan nafas diruang yang hampir
kedap udara itu.”
“Iya sama – sama Rissa.” Jawab Inka.
“Tapi darimana kalian tau kalau aku
terkunci disana?”
“Ah.. itu. Tadi saat jam pelajaran
dimulai kamu tidak ada dikelas dan ibu guru mencarimu. Lalu Dila bilang kalau
kamu dipanggil pak Sidik ke ruang persiapan.” Jawab Inka.
“Tapi bu guru bilang kalau pak Sidik
hari ini ijin tidak masuk. Jadi kami langsung ijin untuk menghampirimu.” Susul
Sam.
“Oh.. begitu. Bagaimanapun aku
sangat berterimakasih pada kalian berdua.”
“Iya Rissa.” Senyum Inka. “Ngomong –
ngomong, kami juga ingin minta maaf padamu pasal kencan buta minggu lalu.”
“Iya Rissa, kami minta maaf ya.”
Susul Sam dengan tatapan sendunya.
Rissa menatap mereka berdua dalam
diam. Hal itu membuat pikiran Inka dan Sam bertanya – tanya. Apakah Rissa masih
marah atau kesal kepada mereka.
“Awalnya aku ingin menyusul kalian
yang terburu – buru keluar saat jam istirahat. Seolah – olah menghindariku. Aku
ingin penjelasan dari kalian kenapa pasangan kencanku dia?. Dan jujur aku kesal
kepada kalian berdua. Aku merasa dikerjai oleh kalian.” Omel pelan Rissa, lalu
ia menghela nafasnya, “Tapi setelah kalian menolongku, anggap saja impas. Aku
memaafkan ulah kalian.” Ucapnya tersenyum kecil.
“Ah… Rissa aku menyayangimu…” peluk
Sam menindih tubuh Rissa yang tengah berbaring itu.
“Hmmmpppphhh…” Rissa terkejut dan
mencoba menahan berat badan Sam.
“Hei, kamu bisa membuat Rissa sesak
nafas tau!” Inka menyangkal lengan dan tubuh Sam dari tubuh Rissa. “Ughh.. kamu
ini Sam!” protesnya.
“Hehehee.. maaf..” Sam menjulurkan
lidahnya dan tersenyum gaje (?).
Inka mengalihkan pandangannya,
“Sebenarnya, kami hanya ingin tau apakah kau memliki perasaan kepadanya. Karena
kamu selalu menyembunyikannya. Awalnya kami hanya penasaran, tapi….” Ucapannya
berhenti.”
“Sudah tidak usah dilanjutkan lagi.
Rissa, aku katakan padamu untuk berhenti nge-fans sama laki - laki menyebalkan
itu.” Sela Sam dengan menekuk wajahnya.
Tiba – tiba wajah Rissa memerah dan
ia bangun dari tidurnya, “Eh, laki – laki mana?” tanyanya malu.
Inka sedikit terkejut dengan sikap
Rissa, “Eh..”
“Siapa lagi kalau bukan Renal.” Sam
menekankan.
“A…a…kuu tidak suka padanya kok.”
Bohongnya dengan menyembunyikan rona merah dikedua pipinya.
“Eh… benarkah?” tanya goda Inka
mendekati Rissa.
Rissa memalingkan wajahnya, namun
telak Sam tengah menatapnya dengan tatapan menggoda. Rissa memalingkan wajahnya
lagi dari Sam dan bertemu wajah Inka. Alhasil ia menundukkan wajahnya malu.
“Hahaa… Rissa Rissa.. kamu ini,
pemalu banget sih anaknya. Tapi kamu juga terkadang aneh.” Ucap Sam terbahak –
bahak.
Inka ikutan tertawa pelan, “Ssstt…
ini di UKS. Jangan berisik. Takut kedengaran keruang sebelah.”
“Tau ih, Sam pelankan suaramu itu.”
Kata Rissa yang wajahnya masih terlihat seperti kepiting rebus. “Ehmm.. bukankah kalian yang
mengidolakan dia? Kenapa jadi aku yang kalian kerjai. Kenapa bukan kalian saja
yang kencan dengannya?” susulnya.
Tawa Sam terhenti dan melipat kedua
tangan didepan dadanya, “Itu dulu! Detik ini sudah tidak lagi!” serunya.
Inka yang melihat sikap Sam terdiam.
“Hah? Ada apa?” tanya Rissa.
“Panjang ceritanya Rissa, nanti kami
akan ceritakan padamu.” Jelas Inka. Disusul dengan anggukan Sam.
***
Rissa termenung didalam kamarnya,
sejak kepulangannya dari sekolah tadi sore. Ia masih memikirkan siapa orang
yang telah mengerjainya hari ini. Kalau saja sahabatnya tidak menolongnya,
dipastikan ia akan kehabisan nafas didalam ruangan itu.
Sambal menggosokkan rambutnya yang
basah dengan handuk mandi, “Kenapa belakangan ini aku sering dikerjai ya? Baik dari
teman sendiri maupun dari orang lain. Huffftttt…” eluhnya.
-
Tok tok tok – suara ketukan pintu kamar Rissa.
“Masuk, tidak dikunci.” Ucapnya.
“Bibi masuk ya.”
“Ah iya Bi.” Jawabnya sambil
menggeser duduknya ditepi tempat tidur.
“Begini, untuk 3 hari kedepan bibi
dan paman akan pergi mengunjungi makam nenek didesa. Jadi bibi akan
meninggalkanmu dengan Arya dirumah. Apa kamu tidak apa – apa?”
“Jadi bibi akan pergi ya.”
Bibinya mengangguk. “Kamu pasti
khawatir kalau Arya akan mengerjaimu ya?” tanyanya.
Rissa menggangguk.
“Bibi pastikan dia tidak akan macam –
macam denganmu.” Ucapnya dengan tersenyum. “Jika dia macam – macam, telepon
bibi saja ya. Bibi akan marahi dia.”
“Tidak usah khawatir. Aku kan anak
baik – baik Bu.” Selak Arya yang sejak tadi berdiri didepan pintu kamar Rissa. Sambil
menyandar.
“Tuh, kayak hantu. Tiba – tiba muncul
buat orang kaget saja!” cibir Rissa.
“Aih aih.. itu bibir manyun sampai
berapa centi?” goda Arya menghampiri.
“Huh!” Rissa memalingkan wajahnya.
“Pffttt.. kalian ini seperti kakak
adik betulan ya.” Tawa kecil Bibi Hanum, Ibu dari Arya.
“Tidak sudi Bi, punya kakak seperti
dia.” Ketus Rissa.
“Hei, siapa pula yang mau memiliki
adik manja dan ketus sepertimu.” Sangkal Arya tak mau kalah.
“Manja? Aku tidak manja tau!”
serunya penuh dengan penekanan.
“Cihh anak manja tetap saja manja…”
“IIhhh… kamu ini….”
“Sudah sudah jangan bertengkar.” Lerai
Bibi Hanum. “Kamu mengingatkan Bibi dengan Maya.” Ucapnya sambil menatap dan
membelai kepala Rissa.
Rissa menjadi terharu melihat
tatapan sendu Bibinya dan mengukir senyum diwajahnya, “Maaf ya Bi, kalau Rissa
selalu membuat Bibi repot.”
“Tidak apa Rissa, bagaimanapun kamu
juga anak Bibi kok.” Jawabnya sambil memeluk erat Rissa. Dan Rissapun balas
memeluk Bibi Hanum.
Arya yang melihat pemandangan itu
ikut terharu, sejenak iapun teringat adik tercintanya itu. Dia sangat mirip
dengan Rissa. Dibalik dari kejahilannya terhadap Rissa, sebenarnya ia hanya ingin
menyimpan kesedihan dan kerinduannya terhadap mendiang adiknya.
“Aduhh enaknya dipeluk begitu.” Celetuk
Arya.
Mereka berdua melepas pelukannya.
“Apaan sih menganggu suasana saja
tau!” seru Rissa.
“Kamu ini Arya, jangan usil dan
jahil pada Rissa selama Ibu dan Ayahmu pergi ya.”
“Tuh dengerin.”
“Hhaaahh… iya iya Bu. Arya tidak
akan usil dan jahil pada Rissa.” Akunya.
“Nah, kamu dengar sendiri dari mulut
orangnya kan Rissa.” Kata Bibi Hanum.
Rissa mengangguk – angguk senyum.
“Tapi… tidak dengan menggodamu..
hahahahaaa…” ucapnya sambil berlalu dari kamar Rissa.
“Apaaaa????”
***
“Hem.. jadi Ayah tidak akan pulang
lagi minggu ini?” tanya Renal dengan ponsel yang menempel ditelinga kirinya. Ia
bersandar di balik pintu kamarnya.
“Ada urusan kantor yang mendadak
harus diselesaikan disini Renal, jadi kepulangan Ayah kerumah sepertinya akan
tertunda lagi.” Jawabnya dari seberang.
“Sampai kapan?”
“Tidak bisa diperkirakan waktunya.”
‘Hah.. selalu seperti itu!’ gumamnya
dalam hati. “Baiklah Yah, selamat bekerja.”
Klik. Sambungan telepon itu
diputusnya.
Renal menghampiri sebuah meja
didepannya dan duduk dikursinya. Ia terdiam, wajahnya terlihat muram. Ada kekecewaan
dan rasa kesal disana. “Dia selalu mendahulukan pekerjaannya dibanding anaknya
sendiri.” eluhnya.
Renal merebahkan tubuhnya, ia
menatap langit – langit kamar. Mengatur deru nafasnya yang sejak tadi terasa
sulit. Sesak didada yang ia rasakan, amarah yang terkumpul dalam dirinya. Menciptakan
rasa benci untuk ayahnya, yang selama ini ia perjuangkan untuk tidak terjadi
dalam hidupnya.
“Untuk apa rumah mewah dan bisa
memiliki apa saja, kalau kebahagiaan memiliki keluarga yang utuh bahkan rasa
kasih sayang selayaknya orang tua untuk anaknya. Aku tidak pernah rasakan.” Ucapnya.
“Kalau saja Ibu masih ada, mungkin aku bisa merasakan kasih sayangnya.” Kedua mata
Renal terpenjam sejenak, sebulir air mata masih menetap disudut kedua matanya.
Beberapa jam kemudian, setelah Renal
tertidur nyenyak. Ia beranjak dari tempat tidurnya, menuruni tangga rumahnya,
menghampiri dapur untuk mengambil segelas air minum untuk menghilangkan
dahaga. Ia kembali melangkahkan kakinya keruang keluarga, menduduki dirinya
disofa yang cukup panjang itu. Pandangannya masih setengah sadar sampai ia
melihat selembar bekas tiket disana. Tanpa ragu ia mengambilnya dan menatap
tiket itu.
“Ini?” Renal mengingat – ingat, “Oh,
ini tiket kewahana bermain minggu lalu dengan gadis aneh itu.” Ucapnya tanpa
disadari senyumannya terukir dibibirnya.
“Didekatnya sangat menyenangkan,
seolah – olah aku melupakan masalahku. Dia gadis aneh yang pertama aku temui
sekaligus gadis yang menarik. Gadis yang mudah untuk dijahili. Ckck. Kenapa aku
jadi membicarakannya? Kenapa aku jadi ingin bertemu dengannya ya?”
***
Tbc
***
Tbc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar