Rabu, 25 Januari 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 4




REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 4

Prev Prolog123


“Hn? Jadi kalian berdua satu kelas?” tanya Sari.
Lyan dan Eka mengangguk bersamaan.
“Aku baru tau kalau kami sekelas. Karena sebelumnya aku tidak melihatnya.” Jawab Lyan sambil menyeruput susu stroberi yang ia beli dikantin sebelumnya.
“Karena aku tidak masuk beberapa hari.” Susul Eka. Ia berjongkok disamping Lyan.
“Heh.. kenapa apa kau sakit?” tanya Sari.
Eka menggeleng, “Aku hanya perlu waktu memikirkan apa yang terjadi padaku saat itu. Jadi aku memutuskan untuk meliburkan diri.”
“Pantas saja setiap absen, aku selalu mendengar nama yang begitu familiar ditelingaku tapi orangnya tidak ada terus. Ternyata itu benar – benar kau.” Ucap Lyan.
“Jadi kalian juga tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada kita?” Eka bangun dan berdiri ditengah – tengah Sari dan Lyan.
“Tidak.” Jawab Sari. “Tapi Lyan bilang sementara kita ikuti saja alur kehidupan disini.”
Lyan mengangguk – angguk.
“Apa kalian tidak mengingat sesuatu begitu?” tanya Eka lagi sambil melipat kedua tangannya.
“Aku hanya merasa ada keanehan. Seperti ‘Oh aku tidak pernah begini’ atau ‘sepertinya bukan begini’ itu saja.” Jawab Lyan.
“Iya aku juga merasakan hal yang sama.” Susul Sari.
Eka menghela nafasnya perlahan.
“Eh, apa kau mengingat sesuatu?” tanya Lyan.
“Aku hanya merasa umurku 10 tahun lebih tua dibanding sekarang.” Ibu jari dan telunjuk membentuk huruf v mangatuk – atuk di dagunya yang sedikit tirus itu. “Dan apakah kalian tau, setelah aku beberapa kali melihat cermin, aku merasa sedikit lebih tampan.” Eka dengan percaya dirinya.
Tanpa sadar Lyan dan Sari saling pandang, kemudian beralih memandang Eka bersamaan.
Eka terdiam menatap mereka berdua, “Ada apa?”
“Kau ini! Kenapa sok – sokan bilang kau ini tampan hah!” cibir Lyan.
Sari memanyunkan bibirnya.
“Eh.. hehehee.. itu tambahan.” Eka memberikan cengiran lebar.
“Hemm.. sebentar, tadi kau bilang kau merasa 10 tahun lebih tua?” tanya Sari.
Eka mengangguk.
“Kau yakin?” susul Lyan.
“Ya, aku merasa begitu. Karena aku merasa sudah pernah lulus sekolah dan kuliah.”
“Lyan, berarti ingatan Eka lebih baik dibanding kita berdua.”
“Benar. Kenapa kita tidak ingat apa – apa ya. Kita hanya punya perasaan aneh saja.”
“Nah itulah, wanita memang selalu mementingkan perasaan daripada logika.” Selak Eka.
“Apa sih, tidak ada hubungannya tau!” seru Lyan.
“Hem.. sebentar. Apa kita mesti mencari sesuatu ditempat dimana kita pertama kali kedunia ini?” saran Sari.
“Untuk apa?” Eka menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal itu.
“Untuk mencari sesuatu, kan barusan aku bilang begitu.”
“Maksudmu mungkinkah ada petunjuk mengapa kita ada disini?” kali ini Lyan ikut bicara.
“Tepat sekali. Mungkin saja kan?” Sari membelakangi mereka berdua.
Lyan dan Eka terdiam.
“Eh, Lyan apakah kau sudah menanyakan sesuatu mengenai dirimu pada pacarmu itu?” Sari membalikkan tubuhnya kembali dan menjentikkan jarinya dihadapan Lyan.
“Belum. Sejak tadi aku tidak bertemu dengannya.” Jawabnya disertai gelengan kepala.
“Kau sudah punya pacar?” Eka memposisikan tepat dihadapan Lyan dan itu membuat Lyan sedikit terkejut.
Lyan mengangguk. “Memangnya kenapa?”
“Eh.. tidak apa – apa kok.” Eka memundurkan dirinya sedikit kebelakang dan mengalihkan pandangannya kearah lain. ‘Pantas kalau dia sudah punya pacar, wajahnya sudah berubah menjadi cantik daripada waktu SMP dulu.’
Sari menyelidik dari kedua bola matanya, “Kau cemburu ya…” godanya pada Eka.
“Eh, apa aku cemburu? Tidak kok!” pungkasnya.
“Ah, kau ini tidak pandai menipu.” Sari kembali menggodanya.
“Sudah kubilang tidak.” Eka sedikit meninggikan suaranya.
“Mengaku saja. Hahaa”
“Tidak.”
Lyan hanya memanyunkan bibirnya. “Hey kalian berdua!” serunya sembari menulak pinggang. “Sudahlah seperti anak kecil saja sih.” kemudian melerai mereka. “Kamu juga Sari, kalau kau masih suka padanya tidak usah pura – pura menyembunyikannya.”
“Apa katamu? Masih suka. Tidak kok!” elaknya namun wajahnya sedikit memerah.
“Apa kau bilang Lyan?!”
“Ah, kalian ini. Kalau saling menyukai jadian saja.” Usulnya ditambahi dengan senyuman lebar.
“Ih.. apa sih kau ini!” Seru Sari dengan wajahnya yang sedikit merah padam.
Eka melirik Sari, “Memangnya kau menyukaiku?”
“Apa? Itu tidak mungkin!” serunya.
“Bohong saja. Hahaa…” celetuk Lyan menahan tawanya.
Sari memukul kecil pundak Lyan, “Diam…”
“Lagian siapa juga yang mau denganmu.” Tukas Eka membela.
“Apa……” Sari terus saja mengomeli Eka dan ditimpali oleh Eka kembali, Lyan hanya tertawa – tawa saja.
Tanpa mereka ketahui, Dimas tak sengaja memperhatikan dari lantai bawah. Didalam penglihatannya hanya terlihat gadisnya itu tertawa dengan seseorang yang tak lain adalah laki – laki yang pernah mengancamnya. Hatinya bergemuruh, ada rasa tidak suka disana.

***

Lyan merasa mudah mengerjakan soal ulangan hari ini. Ia bahkan mengakui dirinya memang pintar disini. “Ah, ini soalnya mudah sekali. Tanganku tidak berhenti menulis dan menghitung rumus – rumus ini.” Lirihnya. Ia terlihat sangat menikmati mengerjakan ulangan dimejanya itu.

“Baiklah waktunya sudah habis. Harap kumpulkan kedepan.” Perintah sang guru.
Riuh kecewa yang membahana disebuah kelas itu, sebagian siswa bahkan masih belum selesai mengerjakan soal – soal sulitnya.
Guru matematika itu memeriksa berlembar – lembar kertas. Dihitungnya dengan teliti berapa banyak yang sudah dikumpulkan sesuai absensi siswa yang hadir hari ini.
“Oke. Sampai disini dulu perjumpaan kita. Untuk sisa waktu pelajaran yang masih ada boleh kalian gunakan untuk istirahat. Namun tidak boleh kekantin ya.” Ucapnya.
“Baik Bu…” Koor semua siswa disana.
Sang gurupun melangkahkan kakinya untuk keluar kelas.
“Hem.. aku ingin ke perpustakaan ah.” Ucap Lyan pada dirinya sendiri. Ia bangkit dari duduknya dan melangkah keluar kelas.

Dari dalam kelas 3 A saat itu, Dimas tak sengaja melihat Lyan berjalan keluar kelas. Ia bangkit dari duduknya berniat mengikuti Lyan.
“Hey kau mau kemana?” tanya Andika menahan pergelangan tangannya.
“Aku mau keluar sebentar.” Jawabnya singkat.
“Hn? Tugasmu sudah selesai?”
“Sudah. Nanti tolong bantu kumpulkan ya.” Pintanya lalu bergegas meninggalkan Andika yang belum selesai bertanya.
“Haaiisshh…”
Dimas mengikuti kemana perginya Lyan.

Lyan memasuki ruangan yang sunyi senyap itu, ia berjalan diantara rak – rak buku yang tinggi dan tersusun rapi. “Wah banyak ya bukunya. Rapi juga susunannya.” Lirihnya.
Lyan menghentikan langkahnya karena ada sesuatu yang menganggu telinganya.
Ada yang berbisik menyebut nama Dimas? Siapa itu? Aku mencari sumber suara yang sedikit mengusik telingaku. Aku penasaran dan akhirnya disana ada dua orang perempuan yang tengah asik bergosip.
“Kau tau kan Kak Dimas?” tanya murid perempuan berambut kuncir satu duduk bersebrangan dengan temannya yang lain.
“Aku tau. Kakak gemas nan tampan itu kan.” Jawabnya dengan logat manja.
‘Hah gemas?.’ Gumamku dalam hati.
“Dia sudah punya pacar apa belum ya?”
“Ku dengar gosipnya sih, kak Dimas sudah ada yang punya.”
“Yah, siapa? Cantik tidak? Kalau tidak cantik aku akan berlomba memenangkan hatinya…” ucapnya dengan mata berbinar.
‘Hah? Memenangkan hatinya? Ada – ada saja anak itu.’ Gerutuku lagi.
“Tidak secantik yang kita bayangkan kok. Gadis itu biasa – biasa saja.” Jawabnya cuek.
‘Ish.. apa dia bilang biasa saja? Aku dibilang biasa saja.’ Aku memanyunkan bibirku.
“Benarkah? Apa kau pernah melihatnya?”
“Tidak pernah. Tapi aku suka mendengar gosip dari orang lain. Yang jelas pacarnya itu tidak secantik Kakak kelas 3 E sang model itu.”
“Owhh.. kok bisa ya kak Dimas mau dengan perempuan yang biasa – biasa saja. Seleranya rendah sekali.” Cibirnya.
“Bukan salah kak Dimas, mungkin saja perempuan itu yang mengejarnya dulu. Karena capai dikejar makanya kak Dimas terima.”
‘Hah?? Issshhh…’ aku mengepalkan kedua tanganku kesal.
“Tapi kudengar kak Dimas orangnya cuek dan acuh gitu dengan perempuan. Dan tak mudah ia menerima pengakuan cinta dari orang lain.”
“Ah.. itu sih…..”
“Sstttt kalau mau bergosip jangan diperpustakaan. Diluar saja.” Tegur siswa yang karena merasa terganggu dengan obrolan mereka.
Tanpa pikir panjang mereka pergi keluar perpustakaan. Kedua mataku mengikuti langkah mereka.
“Dasar penggosip.” Gerutuku.
“Kalau mereka penggosip, lalu dirimu apa? Penguping?!” ucap seseorang dengan suara agak berat dibelakangku.
Aku sedikit terkejut dan menoleh kebelakang, tenggorokanku tercekat. DIMAS!
“Dasar penguping.” Susulnya dengan tatapan yang dingin.
Aku hanya terdiam kaku.
***

Lapangan tennis indoor,
Dimas mengajak Lyan kesana untuk menanyakan hal yang mengganjal dihatinya sejak tadi.
“Sepi ya.” Ucap Lyan ketika baru tiba didepan pintu masuk lapangan indoor itu.
Dimas hanya mengangguk, “Kesini.” Ajaknya.
Lyan mengikuti langkah Dimas dan duduk diantara kursi penonton yang berada disana.
“Ada apa kau mengajakku kemari?” tanya Lyan membuka pembicaraan. Karena ia tak menyangka kalau Dimas ada diperpustakaan dan berada dibelakangnya sejak ia menguping pembicaraan kedua siswi itu.
Dimas terdiam sesaat kemudian melirik kearah Lyan yang tengah memainkan kedua jemarinya. Ia menghela nafas, “Kau masih berhubungan baik dengan laki – laki itu?” tanyanya to the point.
Lyan menoleh, “Laki – laki?”
Kali ini Dimas menoleh kearah Lyan dan menatap kedua matanya dalam diam.
Lyan terhenyak akan tatapan mata kekasihnya itu, “Ma.. maaf tapi aku benar tidak tau maksudmu. Laki – laki yang mana?” ucapnya hati – hati, ia tak mau membuat Dimas marah.
Dimas melemah, ia menundukkan kepalanya. “Eka, laki – laki yang pernah menyukaimu.”
“Eka?” ulangnya, “Eka teman sekelasku?”
“Iya.”
“Kamu hanya berteman saja. Tidak lebih kok.” Jawabnya dengan polos, karena memang itu yang dirasakan oleh Lyan. “Eh, tapi tadi apa yang kau bilang? Menyukaiku? Eka pernah menyukaiku?”
Dimas menoleh kembali, “Kau tidak ingat dengan itu?”
Lyan menggelengkan kepalanya.
“Ah.. aku terlupa kalau kau mengalami amnesia yang aneh.”
“Tapi tidak juga, aku kenal dengan Eka karena ia teman SMPku kan.”
Dimas sedikit terkejut, “Itu kau mengingatnya.”
“Hanya sebatas itu saja.”
“Kau ini.” Dimas terdiam dan kemudian menatap kedepan. “Tapi benar kau tidak ada hubungan khusus dengannya?”
“Benar kok.”
Ada kelegaan yang hinggap dihati Dimas saat itu. “Baiklah kalau begitu, aku harap kau hanya mengingat dia hanya sebatas teman SMP-mu saja tidak lebih.”
“Eh, memangnya ada hal yang lain yang terjadi?”
“Tidak perlu kau tau!”
“Aku perlu tau, kau kan sudah janji akan membantuku untuk mengingat semuanya.”
“Point – point penting saja yang akan ku beritahu, selebihnya tidak.”
“Hah? Tapi…”
“Sudah jangan protes. Kalau tidak mau ya sudah.” Acuhnya.
“Hah?” Lyan merasa aneh dengan sikap Dimas.
“Bel istirahat sudah berbunyi tuh, ayo kita keluar dari sini.” Sela Dimas sembari bangun dari duduknya dan berjalan perlahan meninggalkan Lyan yang masih terpaku dengan sikap acuhnya. Dimas menoleh kebelakang, “Kau mau membatu disitu sendirian?”
Lyan tersadar, “Eh, tunggu!” serunya kemudian menyusul Dimas.
“Berhenti, kau tidak boleh berjalan bersamaku didepan orang – orang.” Pintanya.
“Eh, kenapa?”
“Nanti gosip mengenai aku ini memiliki selera gadis yang rendah terlihat.”
“APA?” Lyan terlihat shock dengan ucapan Dimas barusan.
Dimas membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Lyan yang mengumpat pelan dengan senyum jahilnya.

***

Sari kelihatan kebingungan, ia mencari wajah sahabatnya itu.
“Kau mencari Lyan?” tanya salah satu siswa dikelas tempat ia berdiri sekarang.
“Ah, Iya kemana ya dia?” jawabnya.
“Dari tadi Lyan sudah keluar kelas saat jam pelajaran terakhir.”
“Eh,”
“Tadi kami baru saja ulangan, karena masih ada sisa waktu jadi sebagian siswa keluar kelas. Tapi aku tidak tau Lyan pergi kemana.”
“Oh begitu ya. Baiklah terima kasih ya.”
“Oke.”
Sari membalikkan tubuhnya dan berniat kembali kekelasnya sebelum ada seseorang yang memanggilnya dari belakang.
“Sari!” seru seorang siswa laki – laki yang keluar dari kelas 3A.
Sari memperhatikannya dari jauh hingga saat laki – laki itu berada dihadapannya.
“Heeii.. apa kabar?” sapanya dengan senyuman manis.
Sari bingung karena ia belum mengenal laki – laki ini, “Kau yang memanggilku?”
“Iya. Apa kabarmu?” dia mengulang pertanyaannya.
“Eh, kabarku baik – baik saja. By the way siapa kau?” tanya Sari dengan senyum gaje (?).
Laki – laki itu sontak terkejut dengan ucapan Sari barusan.

Mereka berdua tengah berada disisi lapangan basket. Andika, laki – laki yang memanggil Sari tadi memberikan minuman kotak padanya. Sari merasa tidak enak pada Andika, karena hal tadi.
“Maaf ya perihal tadi.” Ucapnya.
“Tidak apa kok.” Jawab Andika sambil meneguk air mineral yang dibelinya.
“Maaf juga perihal SMS yang kau kirimkan padaku beberapa hari lalu. Aku tidak membalasnya karena tidak tau siapa kau.” Sari menjelaskan kesalahannya pada laki – laki.
Sebelumnya Sari telah mengatakan kalau ia telah kehilangan beberapa ingatannya pada Andika. Ia mengatakan bahwa ini diluar dari nalarnya dan untungnya Andika mengerti.
“Tidak apa. Aku minta maaf kalau sebelumnya aku tidak tau kalau kau ada masalah kehilangan ingatan itu.” Jawab Andika bijaksana.
“Terima kasih.”
“Sari. Karena kau tidak mengingat apa yang sudah terjadi. Aku mencoba untuk mengulangnya lagi, kuharap kau bisa menjawabnya.”
“Eh, apa yang sudah terjadi?”
“Bukan apa – apa kok. Ini hanya sebagian kecil dari peristiwa yang penting bagiku.”
“Penting? Sepenting apa? Dan peristiwa apa itu?”
“Hem…Aku pernah mengatakan kalau aku…” ucapanya terhenti, Andika menarik nafasnya dan menghembuskan perlahan.
Sari hanya memperhatikan setiap gerak Andika dengan seksama.
“Aku.. aku menyukaimu Sari, lebih dari sekedar teman biasa. Maukah kau menjadi pacarku?” ucap Andika sontak membuat Sari terkejut dan terdiam dalam beberapa saat. “Aku tau ini hal yang sulit untukmu, apalagi kau hilang beberapa ingatan. Tapi bolehkah aku membantumu mengembalikan ingatanmu lagi. Bukan karena ada kesempatan kalau aku akan memanipulasi ingatanmu atau bisa saja aku berkata bohong kalau kau sudah menjadi kekasihku. Aku hanya ingin mengulangnya dari awal bahwa aku menyukaimu apa adanya. Dan kuharap suatu hari nanti kau juga memiliki perasaan yang sama denganku.” Jelasnya panjang lebar.
Sari terdiam sesaat kemudian ia menghela nafasnya pelan, “Terima kasih, akan aku pertimbangkan permintaanmu itu. Maaf aku tidak bisa jawab sekarang.”
“Tidak apa kok. Aku akan tunggu sampai kau siap untuk menjawab.” Andika tersenyum tulus pada Sari dan dibalas tersenyum oleh gadis pujaannya itu.

Sari termenung dimeja kelasnya, masih terngiang perkataan Andika padanya. Bagaimana jawaban yang baik dan seharusnya ia jawab. Ia masih bingung dengan kenyataan keberadaannya didunia  ini, bahwa banyak kejadian dan hal – hal yang ia tidak ketahui dan sangat buta.

***

Seorang siswi cantik bernama Mira dari kelas 3 D disekolah itu memberikan sekotak cokelat pada Eka. Eka menerima dengan tangan terbuka dan hal itu membuat hati Mira senang bukan main, pasalnya setiap pemberiannya selalu diacuhkan oleh Eka.
“Terima kasih cokelatnya.” Ucap Eka diselingi senyum tipisnya.
Mira yang melihat itu merasa ada kupu – kupu berterbangan didalam perutnya, menggelitik dan hatinya merasa meleleh walau hanya melihat senyum tipis dari laki – laki yang sudah disukainya sejak tahun lalu. “Sama – sama. Aku permisi dulu ya.” Jawabnya sambil melangkah kakinya keluar kelas tanpa putus memandang Eka dari kejauhan dan senyumannya yang tak hilang dari parasnya nan cantik itu.
Eka hanya mengangguk dan kembali fokus pada kotak cokelat digenggamannya sekarang.
Reihan yang sejak tadi melihat hal itu lalu mendekati Eka.
“Kau menerima pemberiannya? Ini diluar dugaanku.” Ucapnya.
“Hn? Memangnya kenapa?”
“Kau tak ingat, kau selalu mengacuhkan pemberian hadiah apapun darinya. Bahkan kau mengacuhkan sapaan dia setiap bertemu.”
“Apa maksudmu, aku tidak mengerti.”
“Haiissshh kau ini, kau benar – benar lupa rupanya.”
“Memang.”
Reihan menepuk dahinya.
“Memangnya dia siapa?” tanya Eka sembari membuka sebungkus cokelat dan memasukkannya kedalam mulutnya, “Kau mau?” tawarnya.
Reihan yang ditawarin itupun mengangguk cepat dan mengambil satu didalam kotak itu, “Jadi begini. Gadis itu bernama Mira. Dia pindahan dari sekolah lain waktu kelas 2. Dan dia tak sengaja bertemu denganmu saat jam olahraga kita bersamaan.”
“Lalu?” tanyanya lanjut sambil mengunyah.
“Saat itu kita sedang bermain futsal, ketika kau menendang ternyata bolanya kearah yang salah dan sempat mengenainya. Kau mengambil bola itu dan meminta maaf padanya. Sejak itu dia mulai mengejarmu.”
“Oh, jadi intinya dia salah satu penggemarku?”
“Tepat sekali. Dan biasanya kau selalu mengacuhkannya.”
“Memangnya kenapa aku mengacuhkannya?”
“Heh? Kau malah berbalik tanya padaku. Kau sendiri yang mengacuhkannya kenapa kau menanyakan hal itu padaku.”
“Aku kan sudah pernah mengatakannya padamu. Kau lupa kalau aku ini…” Eka mendekatkan bibirnya ditelinga Reihan, agar ucapannya tidak terdengar dengan orang lain.
“Ah, iya aku lupa.” Ucap Reihan disertai dengan cengirannya.
“Pokoknya aku tidak tau mengapa kau mengacuhkannya. Itu saja.”
“Hem.. ya sudah kalau begitu. Nih cokelatnya lagi.”
“Hah? Aku boleh tambah?” tanyanya gembira.
“Tentu saja.”
Disaat yang bersamaan, Lyan tengah berjalan dari pintu kelasnya menuju mejanya. Tak sengaja Eka memperhatikannya. Ia merasa ada sebuncah rasa yang tak jelas hadir dihatinya ketika itu. Lyan bergumam sendirian dimejanya, ada raut kesal dan wajahnya yang cemberut disana yang membuat Eka tersenyum memandangnya dari kejauhan.

***


Tbc

Selasa, 10 Januari 2017

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 12

IDOL SCHOOL

Chapter 12

Genre              : School life, Romance, Comedy

Happy Reading ^^

Previous Chapter 1-2-3-4-5-6-7-8-9-10-11


************_______________*************



Keluarga Bibi Hanum dan Rissa tengah menyantap sarapan mereka diruang makan.
“Arya, nanti tolong kamu antar Rissa kesekolahnya ya.” Pinta ibunya.
Arya menghentikan kegiatannya menyatap nasi goreng buatan ibunya itu, “Hah? Kenapa mesti aku antar Bu? Bukannya dia biasa naik bus sendiri.”
“Hem.. beuu..nuerr bi.” Jawab Rissa dengan mulut yang penuh makanan.
“Hei, kamu ini perempuan. Jorok sekali sih, kalau mau bicara berhenti dulu makannya!” protes Arya.
Rissa meneguk segelas air putih dan membersihkan mulutnya dengan tisu. “Biarin.”
Arya menghela nafasnya dan menggelengkan kepala.
Bibi Hanum dan suaminya tersenyum geli melihat tingkah mereka berdua.
“Arya kamu kan akan mengantar kami berdua ke stasiun dan arahnya sama dengan jalur sekolah Rissa, jadi setelah kamu mengantarkan kami antarlah Rissa kesekolahnya.” Ucap Paman Aditya, ayah dari Arya.
“Haahhh…” keluh Arya panjang, “Iya deh iya.”
“Eh jadinya aku semobil dengan paman dan bibi?”
“Iya sekalian kan bisa antar kami kestasiun.” Jawab Bibi Hanum.
“Hem.. pantas saja bibi membangunkanku pagi – pagi sekali.” Ucap Rissa dengan cengirannya.
Bibi Hanum mengangguk – angguk.

“Sudah siap semuanya?” tanya Paman Aditya.
“Sudah…” koor mereka.
“Oke, sekarang kita jalan….” Kata Paman Aditya semangat dengan menyetir mobil Arya.

Sesampainya di stasiun kereta,
“Arya, ingat ya pesan Ibu.” Ucap ibunya.
“Iya Bu, Arya ingat kok.”
“Jaga rumah dan jaga adik sepupumu itu ya Arya. Jangan diapa – apakan!” perintah ayahnya.
“Siiiaapppp..”
Rissa terkekeh geli melihat Arya yang terlihat malas karena diberi mandat ini dan itu oleh ayah ibunya.
“Rissa, jaga baik – baik ya dirimu. Bibi tidak akan lama kok perginya.” Ucap Bibi hanum kemudian memeluk tubuh Rissa.
“Iya Bi. Pasti kok.” Jawabnya.
“Kalau Arya macam – macam telepon paman saja ya.” Tambahnya.
“Siap paman.” Jawabnya lagi.
“Kena lagi aja deh.” Keluh Arya.
Mereka bertiga terkekeh.

***

Rissa hanya diam saja didalam mobil. Saat ini mereka berdua, Arya dan Rissa sedang dalam perjalanan menuju sekolah Rissa.
“Hei, kamu mau jadi patung saja disitu? Membatu!” gerutu Arya.
“Memangnya mau apa lagi?” tanyanya malas.
“Kamu menganggap apa aku ini, supirmu?”
“Kamu merasa seperti itu? Yasudah aku tidak memaksa.” Ketusnya.
“Aih.. anak ini.” Kesal Arya. “Hei, kapan ayahmu akan pulang?” Arya mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Entah. Ia mengatakan padaku bulan depan.”
“Ohh…”
Rissa tersentak dengan pertanyaan Arya, “Apa maksudmu menanyakan itu? Kamu tidak suka aku tinggal dengan bibi? Apa kamu ingin aku pergi secepatnya dari rumahmu?”
“Hah? Aku tidak berkata seperti itu. Jangan berasumsi yang berlebihan.” Jelasnya sambil fokus menyetir.
“Hoooo… aku kira.” Rissa mengambil posisi menghadap depan.
“Apa kamu merindukan ayahmu?”
“Tentu saja. Aku kan jarang bertemu dengannya.”
“Hmmm…” sejenak Arya terdiam. “Sudah berapa lama ya Ibumu meninggal?”
Rissa terdiam, “Sudah lama. Aku tidak mau menghitungnya. Bagiku ibu masih bersamaku sekarang.”
Arya menoleh sebentar memastikan raut wajah Rissa, “Maaf kalau aku menanyakan hal itu.”
“Tidak apa – apa kok. Bulan depan Ayah akan pulang dan menjemputku sebentar untuk pergi ke makam ibu.”
“Hem..” jawab Arya mengangguk – angguk. Ia tetap mengfokuskan menyetirnya.
“Ayahmu pasti sangat menyayangi kalian berdua.”
“Tentu. Dan aku pun juga sangat menyayangi mereka berdua.”
“Nah, sudah sampai.” Ucapnya saat tiba digerbang sekolah Rissa.
“Hn? Cepat ya. Okelah kalau begitu. Aku turun dulu, terima kasih sudah mengantarku.” Ucap Rissa sambil membuka pintu kiri mobil Arya.
“Iya, belajar yang benar ya. Dan jangan telat pulang sekolah.” Kata Arya.
“Heehh.. macam orang tua saja.. hahahaha..” ucap Rissa segera menutup pintu mobilnya.
“Hah apa! Heee… dasar anak itu.” Gerutu Arya. Tatapan terhenti pada seseorang yang berjalan didepan mobilnya. “Itu bukannya adik Maruka?”

***

Rissa melangkah kakinya menuju kelas, ia sangkutkan kedua jemari tangannya pada tas ransel sedang yang bergelantungan dipunggungnya. Senyum kecil milik Rissa yang saat itu masih mengembang tiba – tiba memudar sesaat setelah melihat seseorang yang berada dihadapannya.

Renal memandang Rissa dari kejauhan, ia tidak mengira akan bertemu Rissa sepagi ini. Ia menghentikan langkah sebentar sebelum ia melanjutkan langkahnya untuk menghampiri Rissa.

Rissa menelan ludahnya perlahan, ia terdiam sesaat sebelum ia mengalihkan pandangannya kearah lain.
“Hei, apa kabarmu?” tegur sapa Renal dengan senyuman hangatnya.
Rissa melirik sekilas, jujur ia tak kuat menahan senyum manis milik idolanya itu. ‘Tuhan, cobaan apa ini? Datangnya pagi sekali. Tahan Rissa, tahan. Tahan jangan sampai wajahmu memerah karena melihat senyumannya itu’ Rissa meneguhkan dirinya.
Renal memperhatikan logat aneh Rissa, ia mendekatkan wajahnya, “Hooiiii… aku bicara padamu!” serunya pelan.
“AH, ya!” Rissa terkejut saat ia menoleh dan tepat wajah mereka berdekatan.
Renal tersenyum kembali, “Aku pikir kamu tidak mendengarkanku?”
Tak kuasa menahan malu, wajah Rissa merubah menjadi semerah tomat.
“Hn? Kamu sakit? Kenapa wajahmu menjadi merah seperti itu?” polosnya Renal menggoda.
Rissa segera menangkup kedua pipinya dengan kedua tangannya, “Se..sebab.. wajahmu terlalu dekat tau!” gugupnya.
“Hooooo….” Renal menjauhkan wajahnya dan mundur selangkah.
“Hah, ada apa?”
“Hem.. aku hanya menanyakan kabarmu?”
“Kabarku baik kok.”
“Hemm begitu ya.”
Rissa memainkan bola matanya, ia tak ingin terus melihat kearah Renal.
“Oke, kalau begitu sampai bertemu lagi.” Ucapnya diakhiri dengan tepukan dibahu kiri Rissa dan meninggalkan Rissa yang terdiam bingung.
“Haaaahhh??... apa maksudnya itu?”

***

Bel istirahat berbunyi,
Yuko menyeka keringat yang bercucuran didahinya, ia dan teman – teman sekelasnya telah mengakhiri pelajaran olahraga hari ini.
“Nih, minum.” Tawar Mina sembari memberikan sebotol air mineral pada Yuko.
“Ah, terima kasih.” Yuko langsung meneguknya.
Mina menghela nafas panjang, diselonjorkan kedua kakinya menyentuh permukaan lapangan basket disana dan memijitnya perlahan, “Capeknya…” eluhnya.
Yuko mengangguk – angguk, disambung dengan senyuman lebar dibibir mungilnya itu.
“Hei, kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Mina.
“Kamu lihat didepan itu, ada laki – laki yang aku sukai. Sangat aku sukai. Aku menyukainya melebihi siapapun.” Jawabnya dengan mata berbinar – binar.
Mina mengikuti arah tatapan mata sahabatnya itu, “Hooooo…. Pantas saja. Itukan idolamu.”
“Bukan sekedar idola Na, dia laki – laki pertama yang membuat hatiku merasa hangat dan tidak karuan.” Ungkapnya dengan terus melihat Renal yang tengah bermain basket dengan teman – temannya.
“Huuuu.. iya deh iya.” Kalah Mina.
Seorang siswi berlari kecil kearah Yuko dan Mina.
“Hn? Ada apa kamu kesini?” tanya Mina yang sadar dengan kedatangan anak perempuan itu.
Siswi itu berbisik ketelinga Mina dan diperhatikan oleh Yuko. Mina membulatkan kedua matanya.
“Kamu yakin?” tanyanya memastikan.
“Ada apa sih?” tanya Yuko penasaran.
Mina menoleh sebentar kearah Yuko kemudia beralih kembali pada siswi berambut pendek itu, “Tapi apakah ada yang tau masalah ini?”
“Tidak. Seperti masalahnya tidak diperpanjang.” Jawabnya.
“Baguslah kalau begitu. Oke terima kasih atas informasinya.”
Siswi itu mengangguk dan meninggalkan mereka berdua.
“Ada apa sih Mina? Katakan padaku.” Paksa Yuko.
Mina mendekatkan bibirnya ketelinga Yuko dan membisikkan sesuatu disana.
“Iishh.. gagal ternyata.” Yuko mengepal tangannya.

***

Sam meruntuki nasibnya hari ini, pasalnya ia dan Inka terlambat datang kesekolah membuat mereka menerima hukuman yaitu membersihkan kamar mandi dan tidak mengikuti jam pelajaran pertama dan keduanya.
Inka mengeluh panjang dan menyandarkannya punggungnya disisi dinding kamar mandi bersebrangan dengan tempat Sam bersandar.
“Hahhh.. ini semua karena kamu Inka!” protes Sam.
“Hah? Kok aku sih?” Inka menunjukkan wajahnya dengan telunjuknya.
“Iya, coba kalau tadi kita tidak terlambat lebih dari 15 menit. Pasti hukumannya tidak seperti ini.” Sam menekuk wajahnya.
“Ishh kamu ini, pura – pura lupa ya? Siapa yang bangun kesiangan dan memintaku untuk menunggumu dihalte?” kesalnya dengan melempar gumpalan tissue yang berada didekatnya.
“Aduh, apa sih itu kan kotor!” seru Sam geram. “Rasakan ini” Sam melempar sepercik air bekas mengepel lantai kamar mandi.
“Aahhhh… Sam kamu ini jorok banget sih.” Reflex Inka menutup sebagian tubuhnya dari percikan air itu. “Kamu ini udah salah, tidak mau minta maaf dan menyalahkan orang lain lagi. Dan sekarang malah membuat masalah denganku.”
“Hoooo… lalu siapa yang menelponku semalaman untuk mendengar curhatannya?” Sam kembali mengejek Inka.
Inka geram dan mengepal kedua tangannya, “Iiihh.. tapi kan kamu yang menelponku duluan Sam, kenapa jadi aku yang salah sih.”
“Aku hanya ingin memberitahumu, tapi malah kamu panjang lebar cerita ini dan itu.” Ucapnya tanpa peduli.
“Iiikkhh.. kamu itu dari SMP tidak pernah berubah, selalu menyalahkan orang lain dasar!” Inka menghentakan kakinya.
“Hoooo.. miss Inka marah rupanya. Harusnya aku yang marah padamu tau.” Susulnya tak mau kalah.
“Issh.. dasar bule kampung!”
“Apa? Bule kampung?” geramnya, Sam mengambil secup air bekas pel dikedua tangannya dan disiramnya kearah Inka. “Bwahahahhaaa…”
“Kyaaaaa…..” jerit Inka melengking dan sedikit tergagap karena wajahnya tersiram. “Ih kamu ini Sam!” Inka mencari – cari benda untuk membalas perbuatan Sam. Ia membuka kotak sampah disampingnya dan mengambil beberapa disana dan melempar kearah Sam. “Rasakan pembalasanku!”
“Apa ini? Ini kan bekas… eerrghhhh kamu cari masalah denganku…” Sam menghampiri Inka dengan gagang pelnya.
Inka menahannya, “Kamu mau berbuat apa Sam?”
“Aku akan memukulmu, karena kau melempar tissue bekas itu padaku!”
“Kamu duluan sih yang mulai…” belanya dengan masih menahan sergapan Sam.
“Karena memang semua salahmuu…”
“Kamu.”
“Kamu.”
“Kamu.”
“Ka…”
“Ya ampun, apa – apaan ini! Kalian berdua sedang apa?!” seru Ibu Mira, guru BP yang tadi pagi memberi hukuman kepada Sam dan Inka. Ia menggelengkan kepalanya, “Kalian berdua akan dihukum dengan hukuman tambahan!” serunya dengan gaya bertulak pinggang dan wajah yang geram.
“Haaahhhhh….” Eluh panjang mereka berdua.

***

Arya menekan beberapa tombol angka diponselnya saat jam makan siang.
“Halo.” Sapa dari seberang.
“Ah, halo Maruka.”
“Ya ada apa Arya?”
“Apa hari ini kamu ada waktu, aku ingin kita bertemu. Ada hal yang ingin aku tanyakan.”
“Hmm? Sepertinya hari ini aku free setelah pulang kerja. Baiklah kita bertemu dimana?”
“Di cafĂ© tempat biasa bertemu. Oke?”
“Baiklah, sampai bertemu nanti ya. Bye.”
“Bye.”
Klik. Arya menutup pembicaraannya dengan Maruka. Ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan pada Maruka, salah satunya mengenai masalah kekasihnya itu dengan adiknya.
Arya melanjutkan lagi makan siang yang sedikit tertunda itu, sambil terus mengunyah ia memikirkan sesuatu, “Hemm.. jadi dia satu sekolah dengan Rissa ya? Apa mereka saling kenal?”


***

Tbc

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...