Minggu, 31 Mei 2015

Cerpen : Secret Heart

Secret Heart

Genre : Romance

 Aku menyukainya dalam diam, aku mencintainya dalam diam. Tak satu katapun kata yang dapat keluar dari mulutku ketika berhadapan dengannya. Seburat garis merah sangat suka hinggap di wajahku, entah untuk keberapa kalinya aku terus dan terus menghindar dari hadapannya, hanya memandang dari jauh saja yang dapat aku lakukan.

Bukan, bukan karena aku benci dengan perasaanku saat ini. Itu lebih karena aku malu, malu akan perasaan yang tak pantas untuk dibalas. Banyak wanita menyukainya dan memuja - muja sosoknya dan aku merasa aku tak layak jika dibandingkan mereka.

Setiap hari aku memperhatikannya, saat itu juga degub jantungku berdetak dengan cepat. Lagi, aku hanya bisa mencintainya dalam diam. Rasa yang tidak akan pernah diketahuinya dan itu menghasilkan rasa sakit yang dalam. Cintaku padanya bagai sebuah candu bagiku.

Aku berjalan dan menatap langit biru, walaupun terasa panas hari ini. "Sudah hampir 3 tahun ya." aku masih mengenggam diaryku dan melanjutkan perjalanan menuju rumah.

***

Pagi menjelang dan aku melakukan aktivitas sekolahku seperti biasa. Saat ini aku terduduk ditepi jendela kelas, angin bertiup lembut menghempas wajahku lembut. Sedetik kemudian ada aliran darah mengalir deras ditubuhku, aku melihat sosoknya. Mataku berbinar dan wajahku memerah, "Fikri Pramudya anak kelas 3 C yang aku suka." 

"Bu guru datang..." salah seorang temanku berteriak dikelas. Seketika keriuhan yang terjadi menjadi sunyi senyap.

Detik berlalu, menit berlalu hingga 2 jam pelajaran telah usai. Tugas yang harus dikumpulkan siang ini dan harus dikoreksi olehku juga, karena siang ini ada rapat guru mendadak. 

Aku, Deandra Adistya siswi yang sangat mencolok dikalangan para guru disekolah, mereka menganggap aku sebagai murid nomor 1 disekolah dalam 2 tahun terakhir. Tapi itu tidak banyak membuat persoalan hatiku menjadi baik. 

Aku menghela nafas pelan, ada rasa cemburu dihatiku saat jam istirahat tadi melihatnya bergurau dengan wanita lain. Diam, diam dan diam itu yang dapat dilakukan. "Aku ingin ketoilet sebentar" aku memutuskan perbincangan dengan teman - temanku dikelas. 

"Hiks hiks hiks" lagi, kesekian kalinya tempat ini menjadi saksi bisu akan rasa sesak yang aku rasa. Air mata terus mengalir dikedua pipiku membuat wajahku menjadi sembab.
"Kau tidak apa - apa Dea?" tanya teman sebangkuku yang terlihat khawatir kepadaku.
Aku menggeleng pelan dan mencoba tersenyum, "Tidak, aku baik - baik saja."
"Kalau ada masalah, kau bisa berbagi." tawarnya.
"Iya." jawabku tersenyum. "Maaf aku tidak bisa jujur padamu." gumamku dalam hati.
Kilauan sinar matahari menerpa wajah muramku saat ini.

***

"Ibu mempercayakan tugas ini padamu, jika sudah selesai tolong taruh saja dipinggir rak sana ya." ujar Bu Guru padaku.
Aku mengangguk pelan, "Baik Bu."
"Oke, kalau begitu ibu pergi rapat dulu ya. Terima kasih sebelumnya." ucapnya sambil berlalu pergi.
Aku menghela nafas, sendirian diruang guru seperti ini. "Baiklah, aku akan selesaikan siang ini juga." ujarku menyemangati diri.

Hanya bunyi detikan jam yang menemaniku diruangan ini, sendirian. Jari dan kedua mataku hanya terfokus pada berlembar - lembar kertas ulangan. Beberapa menit kemudian, aktivitasku terganggu dengan suara kenop pintu -cklek-, aku tertegun dengan siapa yang datang.
"Oh maaf ternyata ada orang ya." ucapnya sedikit kaget, kemudian kembali dengan wajah normalnya.
Aku memalingkan wajah dan menunduk, "I..ii..ya" ucapku terbata - bata.
Dia kemudian menghampiriku, aku merasakan detak jantungku melacu dengan cepat.
"Meja Bu Lisy dimana yah?" tanyanya dengan senyum, terlihat sekilas dari sudut mata kananku.
"Disana." jawabku keringat dingin dan tanpa menatapnya.
"Oh, terima kasih." ujarnya sambil berlalu.
Aku tetap menundukkan wajahku, "Bodoh!" umpatku dalam hati.
"Aku duluan ya." katanya sambil membuka kenop pintu.
Aku menegakkan kepalaku saat dirinya sudah pergi, "Fiuhhh.. Untung saja aku tidak pingsan."

Beberapa jam berlalu, tugas mengoreksi ulangan tersebut telah selesai. "Hah, akhirnya selesai juga." ucapku sembari memijat leher kananku yang terasa pegal, menghempaskan tubuhku dipembatas kursi yang aku duduki.

***

"Sudah jam 4 sore yah?" aku menengok jam tanganku dan kembali melangkahkan kakiku untuk pulang.
Aku berhenti sebentar, menatap pohon besar yang begitu rindang terdapat banyak bangku taman disana, "Kalau kesana sebentar sepertinya enak untuk melepas lelah." segera aku berjalan menuju bangku taman tersebut.

Aku menghela nafas pelan, menutup kedua mataku dan merasakan sejuknya udara sore disekolah yang penuh dengan rahasia hatiku, aku tersenyum merasakan semuanya walau terkadang rasa itu membuat aku sedih.

"Ternyata kau masih disini ya, aku kira sudah pulang." ucapnya membuat aku kaku, aku hafal betul dengan suaranya. Suara seorang yang selama 2 tahun lebih aku cintai.
Perlahan aku membuka kedua mataku, aku menatap kearah depan tak berani untuk menoleh kearahnya. Aku mengangguk pelan, wajahku memanas saat ia memutuskan untuk duduk disampingku.
"Udaranya sejuk ya, aku suka duduk dibawah pohon rindang seperti ini." ucapnya menatap lurus kedepan.
Aku menunduk, "Iya aku juga menyukainya.." susulku, aku yakin wajahku makin memerah sekarang dan aku berusaha tenang mengambil nafas karena saat ini jantungku berdetak kencang sekali.
"Ini." sepucuk surat darinya diberikan padaku. Aku terkejut melihat surat itu, perlahan aku mengambil dari tangannya.
"Sudah lama, aku ingin memberikan itu padamu bacalah." baru kali ini ia terlihat malu dan apa? Wajahnya memerah.

Perlahan aku buka surat itu,

Hai, aku Fikri dari kelas 3 C,

Maaf jika aku menganggumu, disini aku ingin mengungkapkan perasaanku padamu.
Tepatnya 2 tahun lalu, saat itu aku bertemu denganmu disebuah taman sekolah, kau duduk sendiri sambil membaca buku dan kau sering duduk ditepi jendela agar kau bisa melihat kearah luar kelas.
Saat itulah aku memperhatikanmu dan aku rasa aku menyukaimu.

Aku ingin bisa sekelas denganmu, namun apa daya kau adalah murid nomor 1 disekolah ini. Guru - guru memujamu disetiap kelas, kau terkenal tapi kau tidak populer, itulah yang aku suka darimu.

Aku berusaha belajar untuk memperbaiki nilai - nilaiku agar aku bisa sekelas denganmu, tapi ternyata itu sulit. Kau selalu dikelas A.

Awalnya aku ingin mundur untuk mendekatimu, kau kulihat selalu sibuk dengan pelajaran ataupun guru - guru kita, mungkin kau tidak tertarik dengan laki - laki. Tapi seorang teman bilang kepadaku, kalau kau tak coba bagaimana kau tau perasaannya.

Aku tak berharap banyak padamu, kau sudah mengetahui perasaanku aku juga sudah senang.

Deandra, aku menyukaimu.

Salam,
Fakri P.

Aku tak bisa bernafas, aku tertegun dengan apa isi surat ini. Dia yang aku kagumi memiliki perasaan yang sama.

"Kau menyukaiku?" tanyaku dengan mata berlinang. Ku genggam suratnya kedalam dekapanku.
"Iya, hehe maaf ya kalau surat itu me.."
"Tidak, ini tidak mengangguku."
Dia kaget, "Lalu kenapa kau menangis?" ucapnya terlihat khawatir.
Aku menoleh kearahnya dengan mata yang sedikit berair aku tersenyum, "Aku senang ternyata kau juga menyukaiku."
Lagi, dia terkejut atas ucapanku, "Apa?? Kau mempunyai perasaan yang sama padaku?"
Aku mengangguk dan tersenyum bahagia. Diapun begitu, "Terima kasih."
"Bukan, aku yang harusnya berterima kasih padamu." ucapnya tersenyum senang.

- kriuk kriuk - kami terkejut akan suara itu, satu sama lain saling menatap.
"Kau lapar?" tanyanya.
Aku menunduk malu, sedetik kemudian aku tersenyum dan mengangguk.
"Haah.." dia menahan tawanya.
"Haha... Haha.. Haha.." aku merasa lucu akan tingkahku, suara perut laparku menganggu suasana.
"Maaf yah.." ujarku.
Akhirnya kami tertawa bersama.

Dan sejak saat itu, rahasia hatiku terungkap oleh seseorang yang aku sukai bahkan aku cintai. Aku bahagia.

End.

Selasa, 26 Mei 2015

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 3

IDOL SCHOOL

Chapter 3

Genre : School life, Romance, Comedy

Happy Reading ^^

**************__________________**************

Pagi yang cerah menemani perjalanan Rissa menuju sekolah, didukung dengan kondisi bus yang dinaiki Rissa sangat lengang. Memang tidak biasanya seperti ini, kondisi dimana dewi fortuna sedang hinggap didekatnya. Rissa terlihat bersenandung kecil sambil berjalan di pinggir trotoar setelah turun dari bus, senyum manisnya tidak hilang semenjak ia bangun dari tidur, membayangkan kejadian beberapa hari lalu yang dialaminya.
Tepat didepan pintu kelas laki – laki pujaannya, Rissa berhenti sesaat. Jantungnya berdegup kencang dan berkali – kali dia mencoba menarik nafas lalu dikeluarkan kembali sampai – sampai ia tidak menyadari tingkah konyolnya itu dilihat oleh para siswa dan siswi yang berlalu lalang disekitarnya.
Rissa mulai mengambil aba – aba untuk segera berlari menghindari kelas itu, “Siap....” ucapnya sambil ancang – ancang, “Ya!” Rissa tidak berlari melainkan berjalan dengan posisi miring dan membelakangi kelas itu setelahnya ia menghelas nafasnya, “Fiuuhhh....”.

“Selamat pagi Rissa.” Sapa Sam dengan senyumnya ketika tiba didepan pintu kelas mereka.
“Pagi Sam.” jawab Rissa.
“Bagaimana PR matematikamu, apa sudah selesai?” tanyanya ketika sudah duduk ditempatnya.
Rissa terlihat sibuk mengeluarkan buku dari tasnya, “Hmmm.. seperti biasa.”
“Belum?”
Rissa menjawab dengan anggukan.
“Selamat pagi Rissa, Sam.” sapa Inka yang baru saja datang.
“Sedang mencari apa Ris?” tanya Inka yang melihat Rissa sibuk mengeluarkan isi tasnya itu.
“Handphoneku tertinggal sepertinya.” jawab Rissa muram. “Dewi fortuna sudah pergi dariku.” ucap Rissa dalam hati.
“Ohhh..” jawab bersamaan mereka.
Rissa hanya memanyunkan bibirnya.

***

Bel sekolah berbunyi tiga kali, pertanda sekolah hari ini telah usai.
“Rissa, maaf hari ini aku tidak bisa membantumu untuk menyelesaikan PR matematikamu. Karena aku diminta menemani Ibuku berbelanja.” ucap Sam.
“Aku juga Rissa, aku harus menjaga adikku dirumah karena kedua orang tuaku pergi keluar kota.” susul Inka.
“Hmm. Baiklah, aku tidak apa kok.”
“Kalau tidak salah ada buku rumus – rumus matematika di perpustakaan. Jika kamu perlu buku itu, pergilah ke perpustakaan ya.” usul Sam.
Rissa berpikir sebentar, dikarenakan PR matematikanya harus terkumpul besok mau tidak mau Rissa harus belajar sendiri di perpus. Pantang bagi dia untuk mencotek hasil belajar teman – temannya itu. “Oke, aku coba belajar dengan buku itu.”
“Baiklah, kami pulang duluan yah. Dah Rissa.” ucap mereka bersamaan.
Rissa membereskan meja dan bukunya, kemudian bergegas keluar kelas menuju perpustakaan.

Sesampainya didepan pintu perpus,
“Permisi” ucap Rissa pelan sambil membuka pintu perpus.
“Masuk” jawab ibu penjaga perpus. “Eh, kamu Rissa sudah lama tidak mampir keperpus.”
“Hehehe, iya Bu. Maklum sibuk dirumah.” jawab Rissa tersenyum geje (?). “Hmmm... Bu ada buku rumus matematika?”
“Oh ada, diujung rak sana. Dari sini belok kekanan, 2 blok dari pinggir rak terakhir.”
“Oh.. terima kasih.” jawab Rissa, kemudian mengikuti arahan ibu penjaga perpus tadi.
Rissa berjalan perlahan sambil melihat – lihat judul buku yang tersusun rapi dan sejajar dirak perpus itu, jemarinya menyelusuri buku – buku yang sama sekali tak berdebu. “Aha, ini dia.” Hap. Dia ambil buku tersebut dan sekilas melihat judul dari buku tersebut 'BELAJAR MATEMATIKA TINGKAT SMA DENGAN RUMUS TERMUDAH'.
Rissa sedikit celingukkan mencari tempat yang pas untuk dia belajar, sedetik kemudian matanya tertuju pada satu tempat dipojok kanan sana yang masih kosong dan ia segera menghampirinya.
“Yey, aku tepat duduk disini. Hihihi.” Rissa terkekeh sendiri. Rissa mulai membuka halaman di buku itu...
Sedetik, dua detik, tiga detik, satu menit, dua menit, satu jam telah berlalu tapi buku yang tengah dibacanya tidak ada satupun yang hinggap diotaknya...
“Haiissshhh...” Rissa menidurkan kepalanya dimeja tertelungkup dengan bukunya, “Aku tidak suka dengan matematika!” serunya sambil meringis. “Sepertinya dewi fortuna tengah menjauhiku sejak tadi.. huaaaaa....” Rissa bertingkah lucu dibangkunya.
“Ssttttsssttt” ucap siswa yang berada dibelakanganya.
“Ah,” Rissa menoleh kebelakang dan meminta maaf dengan kedua telapak tangannya sambil berhadapan (?) seperti orang meminta maaf pokoknya. ^^v.
Rissa melanjutkan belajarnya, sedikit kecewa dengan sikap temannya yang meninggalkan Rissa di sekolah sendirian, tanpa handphone pula. Rissa terlihat sangat frustasi, sesekali ia menggaruk – garuk rambutnya hingga berantakan tak karuan. Lagi, Rissa menidurkan kepalanya diatas mejanya, “Aku sudah tidak kuat....”. -cling- muncul lambang lampu bercahaya diatas kepalanya, “Aku mau tanya Ibu perpus..” Rissa bangkit dari duduknya dan menghampiri Ibu perpus didepan.
“Bu, Bu..” panggilnya pelan.
Ibu penjaga perpus menoleh kearah Rissa, “Ada apa?”
“Hehehe... disini masih ada buku komik?” tanya Rissa tersenyum geje (?).
“Hah? Hmmm.. seperti biasanya ya.. kalau sudah penat pasti baca komik.” jawab Ibu penjaga perpus yang sudah hafal dengan tingkah Rissa. Rissa hanya tersenyum. “Ada dirak sebelah kanan dari bangkumu.”
“Oh, oke Bu. Terima kasih.” ucapnya pelan dan bergegas mengampiri rak yang ditunjukkannya tadi oleh Ibu penjaga perpus.
Jari jemari Rissa menyelusuri barisan komik yang dibilang umur komik ini cukup lama, karena beberapa adalah sumbangan dari murid – murid. “Love stage.” ucapnya membaca judul komik yang dia ambil, kemudian ia kembali ke bangku semula.
Selang beberapa menit ia telah menghabiskan dua komik sekaligus, cepat yah kalau baca komik ^^. “Hei, ke perpustakaan selama berjam – jam hanya membaca komik?” tanya seorang siswa laki – laki duduk disamping Rissa. Rissa sedikit tersentak, “Eh, hehehe hanya menghilangkan penat.” jawab Rissa dengan senyum tak jelasnya itu (antara malu dan senang).
Rissa merubah posisinya menghadap siswa itu, “Ma....” ucapnya terhenti, “Haaahhhhh....” Rissa tercengang dengan senyuman dari siswa laki – laki itu, “Re...renal...” ucapnya terbata sembari menelan saliva yang tercekat ditenggorokannya.
Laki – laki itu tersenyum sembari menopang pipi kanan ditangannya dan tangan kirinya masih memegang sebuah buku. “Apa kabar, Rissa?” tanyanya.
Wajah Rissa memerah, dan dia menjadi salah tingkah, “Eh... anu.. e... aku... baik kok.. hehhee.” ucapnya sambil tertawa tak jelas. 'Ahhh.. bagaimana ini, memalukan tingkah konyolku ketahuan oleh Renal, Bodoh!' umpat  Rissa dalam hati. Diluarnya Rissa masih tersenyum dengan tangan gemetar.
Renal merubah posisinya menjadi duduk sempurna menghadap tembok mejanya, “Sukurlah kalau begitu.”
Wajah Rissa masih merah padam dan sedikit menunduk, “Iya.”
“Kamu ada kesulitan?”
Rissa sedikit bergembira, karena masih ada orang yang peduli dengan masalahnya saat ini tanpa ragu ia langsung mengambil buku rumus matematikanya tadi dan menghampiri Renal disamping, “Ini, aku kesulitan dengan rumus – rumus dibuku ini.” ucapnya memohon.
Renal sedikit tersentak dengan tingkah Rissa yang tiba – tiba, namun kemudian ia bisa kembali normal seperti biasa, “Kamu ini, sungguh aneh.”
“Eh, aneh?” tanya bingungnya.
“Tadi wajahmu memerah dan sekarang tingkahmu berubah seolah – olah tidak ada yang terjadi sebelumnya.” kata Renal sembari membuka lembar – lembaran buku itu.
“Hehehe, begitulah...” Rissa mulai menggaruk – garuk tengkuk belakang kepalanya. “Bagaimana apa kamu bisa mengajarkannya padaku. Kamu kan jago matematika.” ucapnya semangat.
“Kenapa?”
“Hmmm.. maksudnya?”
“Kenapa aku harus mengajarkan rumus ini padamu.”
“Eh..” Rissa kaget, “Kenapa ya?” batinnya bertanya. Rissa sedikit menunduk.
“Kamu suka komik kan?”
“Hmm..” Rissa menenggakan kepalanya kembali.
“Ada syaratnya.”
“Syarat?”
“Kamu ingin aku ajarkan rumus matematika ini kan?” tanya Renal yang mulai merubah posisi menghadap Rissa. Rissa sedikit terkejut, pasalnya tatapan mata laki – laki itu tepat ke matanya, pipinya mulai merona kembali.
“Hei, kamu ini suka sekali membuat pipimu merah seperti itu ya.” kata Renal lugu sambil menunjukkan telunjuk ke arah kedua pipi Rissa, sontak Rissa salah tingkah kembali.
“Ah... tidak tidak, aku tidak apa – apa. Ini bukan disengaja.. hehehe... bagaimana ya menjelaskannya.” Rissa mulai berbicara ngawur (?).
“Sstttssstt” sela dari siswa siswi yang berada diperpus tersebut, menandakan bahwa tidak boleh berisik.
Rissa dan Renal menjadi diam dan kembali meminta maaf karena telah mengganggu belajar mereka.
“Jadi?” tanya Renal kembali.
“Iya aku suka baca komik.”
“Kalau begitu, aku akan mengajarkan rumus ini padamu sebagai imbalannya kamu ikut aku hari minggu ke pameran komik dipusat kota.”
“Hah?? aku?” kali ini Rissa berteriak, sontak semua siswa yang berada diperpus menoleh kearahnya dan menatap Rissa tajam. Rissa tersadar akan tingkahnya itu dan kembali menundukkan kepalanya memohon maaf. Renal hanya tertawa kecil.
“Suaraku keras yah.. hehhe..”
“Hmm.” Angguk Renal, “Bagaimana keputusanmu?”
Wajah Rissa masih memerah bahkan tambah merah, “Bagaimana ya?” sambil menunduk dan memainkan jemarinya itu.
“Kalau tidak mau ya sudah, aku tidak memaksa.”
“Ahh... bukan bukan itu.” Rissa sontak menolak ucapan Renal barusan.
Renal menoleh kearahnya dan menunggu jawaban Rissa.
“Hmmm.. apa aku tidak menyusahkanmu?”
“Tidak.”
“Hmmm...” dengan mata berbinar, “Baiklah, ajarkan aku ya.. aku yakin pasti aku bisa setelah diajarkan olehmu.” tingkahnya berubah 180 % dari beberapa detik lalu. “Ayo!”
Renal tertawa pelan, “Mulai dari mana kita?”
“Di rumus ini.” ucap Rissa bersemangat menunjukkan dihalaman mana yang ia tidak mengerti. Dan hari ini merupakan sebagian hari – hari Rissa yang bahagia, dewi fortuna mendatangkan kesempatan untuknya hari ini, bisa bertemu dan berbicara dengan Renal, bahkan minggu ini ia bisa berjalan bersama ke pameran komik dipusat kota bersama laki – laki pujaannya.

***

Tbc

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...