Kamis, 20 Juli 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 6

REVERSE





Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 6

Prev Prolog12345


Reihan menyeruput kuah bakso yang dipesannya dikantin. Eka tengah merapikan sendok dan garpu yang telah ia pakai untuk makan siomay.
"Rei, ada yang ingin ku tanyakan padamu."
"Uhuk uhuk.." Reihan tersedak kuah bakso.
Segera Eka menyerahkan sisa air mineral botol miliknya dan menepuk pelan bahu Reihan, "Pelan pelan dong!"
Reihan meneguknya disusul dengan anggukan.
Eka pindah tempat duduk berhadapan dengan Reihan. "Hei, sudah bisa menjawab pertanyaanku belum?"
"Ssshhh. Pertanyaan apa?" Reihan mendesis karena kepedasan sembari mengipas - ngipas mulutnya dengan salah satu tangan.
"Aku curiga mengenai kejadian tadi."
"Kejadian mana sih?"
"Kau seperti terlihat mencurigakan ketika melihat reaksiku terhadap Lyan dan laki - laki itu. Sebenarnya ada apa?"
'Eh dia menyadarinya? Apa dia tidak mengingatnya ya?' gumam Reihan, "Hemm tidak ada apa - apa kok."
"Benarkah?"
"Apa aku terlihat berbohong?"
"Ya."
"Eh." kejutnya.
"Cepat katakan padaku, apa ada sangkut pautnya dengan diriku dimasa lalu yang tidak aku ingat?"
Reihan terdiam sesaat, "Aku tidak tau apa ini baik atau tidak. Tergantung dari pemikiranmu."
"Hah? Maksudnya?"
"Hem.." Reihan tengah berpikir, "Kau harus janji jangan terlalu gegabah dalam memikirkan hal yang akan aku katakan ini ya."
"Haaahhh. Baiklah." eluhnya.
"Antara kau dan laki - laki itu pernah terjadi konflik. Sampai sekarangpun dia masih menjaga jarak denganmu. Maka dari itu dia terlihat dingin padamu kan?"
"Hm, ya. Tadi dia melihatku seperti itu."
"Nah itu dia."
"Hn? Kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa aku dan dia terjadi konflik."
"Ini bersangkutan dengan seseorang dan perasaanmu."
"Hah?"
"Kemarilah sedikit, aku tidak bisa bicara terlalu keras. Takut ada yang mendengar." Reihan memajukan badannya dan diikuti oleh Eka. "Kau, dia dan Lyan." bisiknya.
"Hah? Apa maksudmu?? Lyan?" Eka terkejut.
"Sshhttt. Jangan kencang - kencang." desis Reihan.
"Eh iya iya." angguknya dengan melihat sekeliling menatap mereka berdua. "Terus bagaimana bisa? Kenapa? Kalau cerita jangan sepotong - sepotong dong." ujarnya sedikit kesal.
"Sabar... Begini aku tidak tau pastinya seperti apa. Karena kau juga tidak selalu terbuka denganku. Ini menurut apa yang aku dengar dan lihat saja." jelasnya, "Kau menyukai Lyan, namun disatu sisi Lyan menyukai laki - laki itu bahkan sebaliknya. Namun saat itu belum ada hubungan apa - apa diantara mereka."
"Hah?" Eka tak percaya.
"Dan saat ini mereka sudah berpacaran kurang lebih satu tahun lamanya."
"Apa ceritamu benar adanya?" tanyanya kembali.
"Iya itu benar. Aku bicara jujur kok."
Eka terdiam, 'Aku menyukai Lyan?' pikirnya. 'Tapi dulu waktu SMP aku memang sempat menyukainya tapi yang aku tau hanya sekedar rasa suka karena dia adalah orang yang baik dan berbeda dengan gadis yang lain.'
"Apa tidak ada ingatanmu yang masih menempel akan hal itu?"
Eka menggeleng, "Memang beberapa waktu lalu, Lyan pernah mengatakan kalau dia sudah memiliki pacar. Itu saja yang ku tau"
"Nah apa sekarang kalian sudah akrab kembali?"
"Apa maksudmu? Kita berdua memang sudah kenal dan akrab sejak SMP. Tidak mungkin aku dan dia akan diam saja ketika bertemu."
"Haisshh. Aku paham akan hal itu, tapi semenjak Lyan dan Dimas menjalin hubungan. Lyan terlihat menghindarimu dan menjaga jarak. Bahkan dia jarang sekali berinteraksi denganmu. Kaupun sama. Tapi pada dasarnya kau hanya ingin memegang janjimu pada laki - laki itu."
"Janji?"
"Ya janji jika mereka sudah berpacaran, kau tidak boleh mendekati Lyan lagi bahkan kau diharuskan menjaga jarak dengannya."
"Konyol sekali." elaknya.
"Tapi itu kenyataan yang aku tau. Sebagian hal itu kau ceritakan padaku. Walaupun tidak terlalu detil."
"Aku harus menanyakan pada Lyan mengenai hal ini. Ini tidak boleh terjadi, hanya karena masalah perasaan hubungan pertemanan sampai diputus seperti itu. Itu kan konyol!" Eka bergegas meninggalkan kantin untuk pergi menemui Lyan.
"Eh tunggu Ka, itu aku belum bayar baksonya..."

***

"Apa yang akan kau bicarakan?" tanya Lyan.
Dimas menatap intens pada gadis yang dicintainya itu.
Suara degub jantung Lyan terasa terdengar keras dalam dirinya, 'Apa sih kenapa jadi berdebar begini' gumam Lyan.
"Kau marah?"
"Tidak."
"Perihal kemarin?"
"...."
"Pfftt.." Dimas menahan tawanya.
Lyan sedikit terkejut, "Hei, kenapa kau tertawa. Mau mengejek atau menggodaku lagi ya." sebuah pukulan pelan mendarat di dada Dimas.
"Saat kau terlihat merajuk seperti itu, wajahmu lucu."
"Hah?"
"Aku bercanda. Sudahlah maafkan atas sikapku kemarin. Aku tidak serius saat itu hanya sedikit menggodamu."
"...."
"Akhir pekan kau ada acara?"
"Sepertinya tidak ada." jawabnya datar.
"Hn? Gayaku sudah menular padamu ya?"
"Apanya?"
"Gaya sok cool seperti itu."
"Heh..."
"Kalau tidak ada, aku akan menjemputmu dirumah."
"Untuk apa?"
"Berkencan denganmu. Sudah lama aku tidak mengajakmu kencan. Kau mau kemana?"
Kedua pipi Lyan bersemu merah mendengar ajakan kencan tersebut, "Hemmm. Kemana saja. Yang penting menyenangkan."
"Pipimu bersemu merah, apa kau senang dengan ajakanku? Berarti ini tandanya kau tidak marah padaku lagi kan."
"Apanya yang merah, ini karena disini agak panas. Jadi pipiku memerah. Lagipula tadi aku katakan tidak marah padamu." Lyan sembari menutup kedua pipinya.
Dimas tersenyum kecil melihat tingkah gadisnya itu, "Baiklah pukul 10 pagi aku akan datang menjemput oke."
Lyan menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu ayo kekelas." ajaknya.
"Ya." Lyan berjalan dibelakang Dimas dengan senyuman dibibirnya. 'Kencan ya..'

***

Sari terdiam sesaat dan meneruskan langkah kakinya yang sempat terhenti seketika teringat apa yang baru saja didengarnya dari Andika. Dia bingung haruskah ia mempercayai perkataan Andika barusan?.
Lyan yang baru saja tiba didepan pintu kelas tak sengaja melihat Sari dan memanggilnya.
"Sari" panggilnya sambil menghampirinya.
"Eh, Lyan." jawabnya datar.
Lyan yang sejak tadi tersenyum - senyum tiba - tiba menghilang garis senyum dibibirnya. "Eh ada apa denganmu? Kok murung begitu?"
"Ah tidak apa - apa kok." elaknya.
"Hem? Tidak mungkin. Ayo katakan. Raut wajahmu mengatakan bahwa ada sesuatu yang terjadi."
"Aku hanya sedikit bingung. Barusan Andika mengatakan sesuatu padaku. Dia bercerita apa yang dia tau dalam kehidupanku disini. Aku tidak tau harus kupercaya atau tidak. Hanya saja..."
"Hanya saja kenapa? Memang apa yang ia katakan padamu? Hal yang burukkah?" Lyan mengerutkan keningnya.
"Aku tidak bisa cerita disini Lyan. Lagipula informasinya belum kudapat semua. Baik dari keluargaku ataupun orang lain."
"Hah?"
"Nah, apa kau sudah mendapatkan petunjuk mengenai dirimu sendiri?" Sari berbalik tanya.
"Hn? Aku? Belum tapi yang jelas aku masih berusaha untuk mencari tau."
"Kalau begitu, jika kau sudah mendapatkan informasi baru mari kita bertukar cerita. Itu baru adil."
"Hah? Huh baiklah kalau begitu."
Sari tersenyum kecil, "Oke kalau gitu aku masuk kekelas dulu ya."
"Hem, aku juga dah." Lyan berbalik badan dan berjalan menuju kelasnya. Begitu juga Sari yang sudah dulu masuk kelas.
Tak berapa lama, Eka sedikit mempercepat langkahnya.
"Ah itu dia. Lyan!" panggilnya saat melihat punggung Lyan.
Lyan menoleh kesumber suara, "Oh Eka. Ada apa?"
"Sebentar. Aku ambil nafas dulu..hosh hosh.." Eka terengah - engah. Dibelakangnya menyusul Reihan sambil berlari.
"Hoii,, Eka tunggu sih.. Ya ampun!"
"Kenapa kalian berdua? Habis main kejar - kejaran?" tanya Lyan menahan tawanya.
"Enggak!" jawab kompak mereka berdua.
"Wuih kompak banget jawabnya. Haha"
"Sudah tidak penting itu. Lyan aku harus bicara dengan pacarmu." kata Eka dengan wajah serius.
"Eh, ada apa?"
"Aku ingin meluruskan sesuatu yang salah disini." jawab Eka lagi.
"Kau ini keras kepala ya Ka." susul Reihan.
"Diam kau." desis Eka pada Reihan.
"Ada apa? Kenapa kau ingin bicara dengan Dimas? Dan sesuatu apa yang salah?" tanya Lyan kembali.
"Perihal kita harus menjaga jarak karena kau berpacaran dengannya."
"Hah? Apa maksudmu?"
"Reihan bilang padaku, jika kau berpacaran dengan Dimas. Aku tidak boleh berhubungan denganmu dan menjaga jarak denganmu. Apa menurutmu itu bagus? Apa - apaan semua itu. Kita ini kan teman lama."
"Hn?" Lyan mengerutkan dahinya, 'waktu itu Dimas juga menanyakan hubunganku dengan Eka. Apa ini ada sangkut pautnya dengan yang dikatakan Eka barusan?' ucapnya dalam hati.
"Lyan. Apa kau mendengarku?" Eka melambaikan telapak tangannya dihadapan wajah Lyan.
"Ah ya. Tentu saja." sontak Lyan tersadar. "Tapi aku tidak tau soal hal itu."
"Kau harus menanyakan hal itu padanya dan aku harus bicara pada Dimas juga."
"Tidak bisa semudah itu Ka." selak Reihan.
"Apa maksudmu?" tanya Eka.
"Sudah kubilang itu sudah berlangsung cukup lama. Dan akupun aneh sekali melihat kalian berdua beberapa hari belakangan ini. Seperti tidak terjadi apa - apa dan kalian bisa bicara seperti biasa."
"Bukankah kami memang sudah berteman sejak SMP kan? Jadi wajar saja kalau kami bisa bicara seperti biasa." kali ini Lyan yang menjawab.
"Haahhhh... Lyan kalau kau ingin jelasnya. Tanyakan saja pada pacarmu itu." ucap Reihan.
"Baiklah nanti aku akan tanyakan. Dan juga aku akan bilang padanya kalau kau Eka ingin bicara dengannya."
"Oke. Kabari aku ya Lyan."
"Hm. Bel sudah berbunyi. Ayo masuk kelas." ajak Lyan yang berjalan didepan mereka.
Ekapun mengangguk dan mengikuti Lyan dibelakangnya. Sedangkan Reihan hanya menghela nafasnya panjang.
"Aduh duh bakal ada perang dunia laki - laki tampan lagi nih kayaknya." gumamnya.

***

"Hn? Kau sudah kembali?" Dimas menoleh kearah Andika yang baru saja tiba dikelas.
"Ya." Andika mendudukkan dirinya dikursi.
Dimas memperhatikan wajah Andika yang sedikit berbeda dari biasanya. "Kau sudah mengatakannya?"
"Hm?"
"Pada Sari."
"Oh. Ya."
"Kenapa jawabanmu pendek sekali. Ada apa?"
"Hemmm.. Tidak. Hanya saja aku melihat ekspresi wajah Sari yang terdiam seperti itu membuatku berpikir apa yang aku katakan padanya akankah dipercayainya?"
"Kau bicara yang sesungguhnya?"
"Ya. Semua yang kutahu. Tak ada yang ku buat - buat." Andika menatap meja dihadapannya dengan tatapan sendu.
"Jangan menyerah. Tetaplah pada apa yang kau tuju. Walaupun semua itu tidak mudah. Aku yakin Sari lambat laun akan percaya. Tidak mudah memang seseorang yang mengalami amnesia bisa langsung percaya dengan apa yang didengarnya. Dia butuh bukti dan keyakinan akan hal itu. Jadi bersabarlah." Dimas menepuk bahu Andika memberi semangat.
Andika tersenyum, "Ya. Aku takkan menyerah. Walaupun harus dimulai dari nol."
"Itu baru sahabatku." Dimas membalas dengan senyuman dan tatapan beralih keluar jendela. 'Aku juga harus dapat menyakinkan Lyan dengan semua yang nantinya akan aku ceritakan. Walaupun nantinya konsekuensi yang kuterima kembali seperti dahulu.' ucapnya dalam hati.

Seseorang yang duduk agak jauh dari mereka berdua tak sengaja mendengar sebuah nama yang disebut.
"Sari?" seorang laki - laki paling pintar dan memiliki IQ tinggi pada angkatan sekolah mereka serta menjadi orang yang sangat populer karena ketampanannya.

***

Lyan berjalan sendirian menuju halte bus. Sari tidak bisa menemaninya karena ada permintaan dari ketua PMR untuk berkumpul. Dua minggu kedepan mereka akan mengikuti kegiatan bakti sosial bersama Palang Merah Indonesia di pusat kota.
"Huhhh..." helanya panjang ketika tiba di halte bus. "Panasnya.." sambil menggerakan telapak tangannya didepan wajah.
"Hn? Lyan?" tanya seseorang disampingnya.
Lyan menoleh, "Ah ya. Apa kau mengenalku?"
Seorang perempuan itu tertawa, "Tentu saja. Kita kan pernah satu kelas waktu SMP."
Lyan menyipitkan kedua matanya dan, "Ah ya ampun. Kau Anggun?" ucapnya membelakak.
"Ya." jawabnya tersenyum.
"Kau bersekolah yang sama denganku?" Lyan melihat seragam yang dipakainya.
"Hem." akuinya walau menatap aneh.
'Ah aku hampir saja tidak mengenalnya. Dia cantik sekali, seperti model. Bisa berubah sedrastis inikah? Wah hebat.' kagum Lyan dalam hati.
"Kau sendirian?" tanya Anggun.
"Ah ya aku sendirian. Kau sendiri?"
"Kebetulan hari ini aku tidak dijemput. Jadi aku pulang sendiri."
"Oh begitu ya." Lyan memikirkan sesuatu, 'Apa hubunganku dengan dia baik - baik saja ya. Pasalnya waktu SMP kan sempat menjauh karena.. '
"Lyan. Kau masih berteman dengan Sari?"  tanyanya memecah lamunan Lyan.
"Ah ya. Masih kok."
"Hmmm begitu ya. Apa dia masih dekat dengan Oki?"
"Oki?"
"Ya Oki, tidak mungkin kau tidak mengenalnya kan?"
"Aahhh.. Hehee" Lyan terkekeh, 'Apa yang akan kukatakan? Tidak mungkin aku mengatakan pada semua orang dengan alasan amnesia kan?' rutuknya.
"Lyan?"
"Eh iya, hmmm. Aku tidak begitu tau sih sebenarnya. Maaf.."
"Oh begitu ya. Tidak apa - apa kok. Ku harap Sari sudah menjauhi Oki karena sudah tau yang sebenarnya."
"Hah? Apa maksudnya?"
"Kau juga belum tau ya?"
"Sebenarnya..."
"Oki telah ditunangkan oleh keluarganya, jadi tidak mungkin mereka berdua akan bisa menjalin hubungan kembali seperti waktu dulu." sela Anggun memotong ucapan Lyan.
"Tunangan? Hubungan? Seperti dulu? Aku gak begitu paham." Lyan terlihat bingung.
Anggun menyunggingkan senyumnya, "Tidak usah dipaksakan sampai kau paham situasi ini. Sebagai teman atau sahabat Sari, aku hanya berpesan padamu. Katakan kembali padanya bahwa akulah tunangan Oki dan itulah kenyataannya. Jadi kuharap dia tidak mendekati Oki lagi."
"...." Lyan terperangah dan kembali diam.
"Ah busnya sudah datang. Aku duluan ya." Anggun menaiki bus tersebut.
Lyan masih terdiam disana, 'Apa yang terjadi sebenarnya? Sari dan Oki?'

Setibanya Lyan dirumah,
"Assalamualaikum." salam Lyan dari luar pintu.
"Walaikumsalam..." jawab Ibunya dari ruang tengah.
Lyan berjalan lesu menuju kamarnya melewati ruang tengah keluarganya.
Wulan yang tengah mengerjakan PR diruang tengah sekaligus menemani sang ibu menonton televisi melihat kearah Lyan dan menyenggol lengan sang ibu untuk melihat keadaan kakaknya tersebut.
"Eh kenapa Lyan? Kok lesu?" tanya ibunya ketika melihat wajah lesu anak sulungnya tersebut.
Lyan menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh, "Aku hanya lelah dan sedikit kepanasan Bu. Aku ingin langsung tidur saja ya Bu. Makannya dirapel nanti malam saja." pintanya.
"Eh kok bisa begitu. Padahal Ibu memasak makanan kesukaanmu loh." ucap sang ibu.
"Hmm tapi aku tidak lapar sekarang Bu. Aku kekamar dulu ya Bu." Lyan berjalan kembali.
Ibu dan adiknya hanya menatapnya aneh.
"Lagi M kali Bu." ucap Wulan.
"Hem? Mungkin ya. Biasanya tidak seperti itu." jawab sang ibu.
Kenop pintu kamar sudah dikunci dari dalam oleh Lyan, berharap siang ini ibu dan adiknya tidak menganggu istirahatnya.
"Fuihhh..." helaanya. Lyan bersandar pada balik pintu kamarnya. "Banyak hal yang tidak aku ketahui didunia ini. Sebenarnya aku sedang bermimpi apa sih? Kenapa ini terasa nyata, bahkan aku juga tidak bisa mengingat apapun." Lyan merosot, masih dibalik pintu. Menenggelamkan wajah dikedua tangan yang bertumpu pada kedua lututnya. Dia tidak mengetahui sebenarnya apa yang sudah terjadi pada mereka bertiga.

***

TBC

Sabtu, 08 Juli 2017

CERBUNG : REVERSE Chapter 5



REVERSE



Genre : Schoolife, Drama, Fantasy
Chapter 5

Prev Prolog1234

Andika berjalan menuju kelasnya dan tak sengaja dari arah yang berlawanan terlihat Dimas menghampirinya.
“Hei, darimana?” Dimas mendahului.
“Eh harusnya aku yang bertanya padamu. Tadi aku ke perpustakaan kau tidak ada disana. Biasanya jika tidak ke kantin kau pasti berada disana kan?”
“Ah, aku baru saja dari lapangan tenis.” Dimas berjalan menuju mejanya, diikuti Andika.
Andika menggeser kursinya untuk diduduki, “Hn? Ada apa disana?”
“Tidak ada apa – apa. Aku hanya berbicara dengan Lyan.”
“Oh….” Andika menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya bertanya – tanya apakah Dimas bisa membantu apa yang sekarang ada dipikirannya. “Hem… sepertinya ada yang ingin aku ceritakan padamu.”
Dimas menutup kembali buku yang diambilnya dari tas, “Hn?”
“Aku tidak tahu ini tepat atau tidak untuk bertanya pendapatmu.”kedua tangannya saling bertautan diatas meja.
Dimas mengubah posisi duduknya, “Kalau begitu, aku juga ingin bertanya sesuatu padamu.”
“Apa?”

“Hem.. jadi seperti itu. Mengapa mereka berdua mengalami hal yang sama?” Andika menggaruk tengkuknya.
“Hem..” Dimas mengangkat kedua bahunya dan mengalihkan pandangannya kedepan kelas.
“Tapi apa kau yakin akan membantunya dalam mengingat semua ingatannya yang hilang?”
“Heem..” Dimas mengiyakan.
“Kau juga berpikiran yang sama denganku rupanya.”
“Bukankah itu bagus?”
“Maksudmu?”
“Bukankah ini adalah kesempatanmu untuk membohonginya?”
“Tadinya aku berpikirian seperti itu. Tapi aku mengurungkan niatku. Hal itu lebih buruk dibanding aku ditolaknya berkali – kali.”
“Haahh.. akhirnya baru kali ini aku bangga padamu!”
“HAH?”
Dimas hanya tersenyum jahil pada sahabatnya itu. Dalam benaknya, ‘Aku sendiripun tida begitu yakin dia akan percaya semua cerita yang aku ungkapkan nantinya. Bisa saja itu hanya kebohongan. Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi aku tak ingin dia dekat kembali dengan laki – laki itu.’
***

Bel sekolah berbunyi,
“Hei, hari ini jadi mencari tempat bekerja?” ucap Reihan.
Eka menjawab dengan anggukan.
“Oke. Sepertinya diujung dekat halte bus, aku pernah melihat sebuah kafe membuka lowongan pekerjaan. Siapa tau disana membutuhkan pekerja parttime seperti kita.”
“Hah? Tunggu dulu. Kita?”
“Iya.” Ucapnya yakin.
Eka menyipitkan kedua matanya, “Bukankah hanya aku yang ingin mencari pekerjaan itu.”
“Aku juga akan ikut. Ikut menemanimu..”
“Apa – apaan sih. Tidak usah seperti itu. Aku jadi tidak enak.”
“Tidak apa – apa. Lagipula aku tidak akan meninggalkanmu sendirian dalam kondisi seperti ini. Bagaimanapun aku adalah teman terbaikmu saat ini, teman yang paling mengerti.. bukankah seperti itu?” Reihan mengucapkannya dengan berbinar – binar dan berbunga – bunga. Tanpa disadari Eka telah meninggalkannya keluar kelas.
“Menjijikan.”
“Eh, hoi tunggu aku. Kau mau kemana?” ia berlari menghampiri Eka dan merangkulnya. “Jangan tinggalkan aku dong.”
“Apa sih. Geli tau!” protes Eka menyingkirkan tangan Reihan dari bangkunya.
“Hahahhaaa….”

-          Klontang – suara bel kafe itu berdentang ketika terbuka.
“Syukurlah, akhirnya aku diterima dan mulai besok bisa langsung bekerja.” Eka dengan semangatnya.
“Hem, aku juga. Aku tak menyangka kalau bisa semudah ini.”
“Apaan sih, kau tidak ingat kalau kau ini memohon – mohon sambil menangis menjijikan seperti itu.”
“Hahahaaa.. itu hanya taktik.”
“Alasan! Sudah aku mau pulang.”
“Aku juga. Hehe..” Reihan berjalan berdampingan dengan Eka, “Hem, kenapa kau ingin bekerja paruh waktu sekarang.”
“Ah, aku hanya ingin meringankan beban ibuku.”
“Wah.. kau anak yang baik rupanya. Apa sekarang kau sudah insyaf.”
“Hey, apa dulu aku begitu parah?”
“Hem.. tidak juga, kau hanya terlalu acuh. Bahkan tidak peduli apapun.”
“Seburuk itukah?”
“Bisa dibilang begitu.”
“Jangan mengada – ngada.”
“Tidak aku hanya mengucapkan yang sebenarnya kok.”
Eka terdiam sejenak. “Maka dari itu mulai hari ini aku harus berubah untuk menjadi lebih baik. Jika memang benar dengan apa yang kau katakan, kalau aku dulu sangat buruk.”
“Itulah yang aku tunggu dari dulu kawan.kau harus peduli dengan keluargamu dan sekitarnya.”
Eka mengangguk – angguk.
***

“Haaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhh hari ini sangat panas…” eluh panjangnya ketika Lyan merebahkan diri dikasur empuknya itu. Setibanya dirumah ia langsung menuju kamar dan menyalakan AC kamarnya.
‘Tok tok’
“Hn? Siapa?” Lyan bangun dan mendudukan diri ditepi tempat tidur.
“Aku kak. Boleh aku masuk.”
“Ah, masuklah.”
Adik perempuan Lyan yang bernama Wulan itu menggeser kursi dihadapan kakaknya. “Hem.. kaka da sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Tapi kau harus berjanji jangan sampai ibu dan ayah tau.” Ucapnya sambil berbisik.
“Eh, apa itu. Kenapa dengan nada bicaramu yang seolah berbisik itu.”
“Ssstt.. tenanglah.”
Lyan menganggukkan kepala.
“Kak, apa yang kau lakukan saat mengalami hal yang belum pernah kau ketahui sebelumnya?”
“Hah? Hal apa? Semacam apa?”
“Perubahan pada dirimu kak, apalagi!”
“Perubahan pada diriku? Aku tidak mengerti apa maksudmu. Katakanlah dengan kata – kata yang aku mengerti. Atau to the point saja.”
“Tidak bisa.”
“Mengapa tidak bisa?”
“Seperti kau menyentuh bagian dari tubuhmu dan itu membuatmu merinding dan seperti ada rasa kejut.”
Lyan membulatkan kedua matanya, ‘Apa – apaan bocah ini. Bahasa yang dikeluarkannya fasih sekali. Ngeri..’
“Tapi disatu sisi kau juga merasakan sesuatu yang keluar dari tubuhmu begitu saja tanpa kau sadari dan kau mau.” Wulan menjelaskan dengan wajah serius dan mengekspresikannya dengan kedua tangan dengan paham sekali.
Dahi Lyan mengkerut, ‘Tidak mungkin, mana mungkin anak sekecil ini mengerti tentang hal itu…. Aku harus memastikannya dan menghentikan tingkahnya ini. Ini sangat mengerikan.’
“Kak.. jawab aku.”
“Ah, apa kau sering melakukan hal itu?”
“Hem.. kalau hal yang pertama beberapa kali. Tapi untuk hal yang kedua sepertinya baru kali ini.”
“Apa!” Lyan mencengkram kedua bahu adiknya itu, “Wulan, kau ini masih sangat kecil untuk mengetahui apalagi melakukan hal semacam itu. Dan itu sangat tidak baik untukmu.”
“Hem? Tapi beberapa temanku berkata dan menanyakan kepada kakaknya kalau hal itu sangat wajar.”
“Hah?” Lyan terkejut, “Pokoknya kau tidak boleh seperti itu lagi.”
“Tapi kak, itu mengalir begitu saja. Lihatlah kebawah..”
Lyan mengikuti perintah adiknya dan ternyata…. “Ah…. Kau mengalami menstruasi rupanya dan hal yang pertama tadi adalah tumbuh sesuatu didadamu.”
Wulan mengangguk – angguk. "Wajar kan kak. Tapi Ibu jangan diberi tahu nanti dia heboh sendiri.”
Lyan menghela nafasnya panjang, ‘Perkiraanku terlalu awal berpikir buruk ternyata.. hahaha..’. “Baiklah lalu apa yang kau butuhkan?”
“Apa kau punya pembalut kak? Dan apa dulu kau diam saja pada saat pertama seperti ini?”
“Yang jelas kau harus membersihkan itu dikamar mandi dan pakai ini segera. Setelah itu beri tau ibu agar dia bisa membelikan pembalut padamu dan miniset untukmu.”
“Hem.. begitu rupanya.. oke..” Wulan berlalu dari kamar Lyan.
“Hah.. pikiran yang sangat konyol. Bisa – bisanya aku berpikiran seperti itu pada adikku.. hahahaa…” Lyan merebahkan lagi tubuhnya. Ia memandangi langit – langit kamarnya, teringat wajah pacar dinginnya itu. “Apa – apaan sih dia itu. Kenapa juga aku bisa berhubungan dengannya. Dia memang tampan bahkan sangat tampan dan juga pintar. Tapi jika aku mengingat kejadian pagi tadi rasanya aku ingin mengucek – ucek wajahnya dengan tanganku. Kesal..”
Lyan bangun dari tidurnya dan menghampiri laci meja belajarnya, “Ini diaryku ya… aku harus membacanya lagi agar lebih paham perasaan apa yang aku miliki disini dengan laki – laki dingin itu.”
***
Jam pelajaran pertama sudah selesai,
Ponsel sari bergetar, ada pesan masuk disana.
-          Aku perlu bicara denganmu. Perihal ingatanmu.
-          Ku tunggu jam istirahat di taman sekolah
“Dari Andika..” lirihnya.

Andika sudah berada ditempat pertemuannya.
“Andika, maaf sudah membuatmu menunggu.” Ucap Sari baru tiba.
“Ah, tidak kok. Aku baru saja sampai.”
“Begitu. Aku duduk ya.”
Andika menganggukkan kepalanya.
“Jadi hal pertama apa yang ingin kau ceritakan padaku?”
Andika terdiam sesaat, “Hemm..”

Dilain tempat dengan waktu bersamaan.
Dimas berdiri didepan kelas Lyan, ia berniat ingin bicara dengannya. Namun hal pertama yang dia lihat adalah bertemu dengan Eka.
“Eh, kau dari kelas sebelah ya?” tanya Reihan ketika akan keluar kelas.
“Ah ya.”
“Sedang menunggu siapa atau kau ingin bertemu dengan...”
“Aku menunggu Lyan keluar.”
“Mau aku panggilkan?” tawar Reihan.
“Ah, jika tidak merepotkan.”
“Tidak masalah.”
Reihan meninggalkan Dimas dan Eka berdua. Dan mereka diam seribu Bahasa hanya sekilas melirik satu sama lain.
‘Apa dia ini pacarnya?’ gumam Eka dalam hati.
Lyan kemudian mengikuti Reihan keluar kelas dengan wajahnya yang datar.
“Ini orangnya yang mencarimu.” Reihan menunjuk Dimas.
Lyan sontak terkejut dan segera menghampiri Dimas. “Oh, ada apa kau mencariku?”
“Aku perlu bicara denganmu. Tapi tidak disini.”
“Hn? Bukankah kau bilang tidak mau berjalan dekat – dekat denganku?” jawabnya dengan wajah cemberut.
‘Rupanya dia merajuk. Lucunya ekspresi itu.’ Ucap Dimas dalam hati. “Sudahlah ayo ikut aku.” Dimas membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, Lyan mengikuti dibelakangnya.
“Hey, apa itu pacarnya?” tanya Eka pada Reihan.
“Ya. Memangnya kau tak ingat?"
"Tidak."
"Hem? Bukankah kau dulu…… eh” Reihan hampir saja mengungkapkan sesuatu.
“Apa?” tanyanya pada Reihan.
“Tidak ada apa – apa.. hehee”
“Mencurigakan sekali tertawamu itu.”
“Sudahlah ayo kita kekantin.”
***

tbc

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...