Kamis, 31 Desember 2015

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 9

IDOL SCHOOL

Chapter 9

Genre              : School life, Romance, Comedy

Happy Reading ^^

Previous Chapter 1-2-3-4-5-6-7-8

*********______________________********

Sam dan Inka tengah membututi kegiatan Renal dan Rissa dicafe tersebut, mereka mengendap – endap.
“Hei Inka. Apa ini tidak berlebihan? Aku merasa kita seperti pencuri atau penjahat?” Sam khawatir pasalnya semua mata pengunjung taman kota itu hampir melihat kearah mereka karena terlihat mencurigakan.
“Apa sih Sam. Kamu bicara apa?” Tanya Inka balik. Ia sedang mencari cara agar pembicaraan Rissa terdengar olehnya.
“Apa tidak sebaiknya kita masuk kedalam cafe itu?” Sam mencolek – colek pinggang Inka.
“Sssttt.. suaramu mengangguku! Aku tidak bisa mendengar percakapan mereka.” Inka protes ia membalikkan tubuhnya. “Kamu ini bodoh yah! Kamu yang merencanakan hal ini. Masa kamu mau terang – terangan dihadapan Rissa.”
“Eh bukan begitu maksudku.” Sam gelagapan (?). Ia membisik, “Kamu tidak lihat banyak pasang mata kearah kita. Dari tatapan mereka, kita dianggap seperti pencuri.”
Inka mendaratkan kepalan tangannya tepat dikepala Sam, “Dasar bodoh!”
“Aduh, kenapa kamu memukulku!” seru Sam sambil mengelus – elus kepalanya.
“Ikut aku!” Inka menarik Sam pergi dari cafe tersebut dan mencari tempat aman bagi keduanya.

***
Keduanya terdiam tanpa ada yang membuka pembicaraan. Wajah Rissa sudah merona sejak tadi. Ia menahan rasa malunya saat itu.
“Apa kamu mau memakan sesuatu?” tawar Renal.
“Ah.. tidak..” ucap Rissa. ‘kkrrrrrruuuuyyuuukkk’ muncul suara dari perut Rissa dan membuat Renal terkejut dan menahan tawanya.
“Sepertinya kamu belum sarapan.” Renal menahan tawanya.
Rissa yang melakukan hal memalukan tadi hanya tersenyum kecut, “Maaf..”
“Oke. Aku pesankan makanan untuk kita.” Kemudian Renal memanggil pramuniaga disana dan memesan dua porsi roti panggang coklat. Renal melirik sekilas kearah Rissa yang masih menundukkan kepalanya karena malu dan ia tersenyum lebar. “Kamu ini aneh.”
Rissa menenggakkan wajahnya, “Aneh?”
“Kamu tidak pandai berbohong rupanya.”
“Ah, he.. iya.” Rissa mengalihkan pandangannya, “Maaf yang barusan. Itu tidak sengaja.”
“Aku tau.”
“Hmmm.. anu.. aku ingin bertanya sesuatu.”
“Hn?”
“Apa temanku yang memintamu untuk ini?”
“Siapa?”
“Ah.. iya.. namanya Inka dan Sam. Mereka teman satu kelasku. Kurasa kamu pernah bertemu dengan mereka.”
“Ahhh..” Renal mencoba mengingat dihadapan Rissa. Padahal ia sudah mengetahuinya.
Pramuniaga datang dan menghidangkan dua porsi roti panggang coklat disana, “Silahkan.”
“Ah, terima kasih.” Jawab Renal. Dan pramuniaga itu kembali ketempatnya. “Silahkan dimakan, kurasa cacing yang ada diperutmu sudah menunggu lama.” Goda Renal dan ia langsung menyantap roti tersebut.
Rissa merasakan hawa yang panas saat itu, entah ia merasa bertambah malu atau bagaimana. Dan iapun menyantap makanannya tanpa menagih jawaban atas pertanyaan pada Renal tadi.
“Bagaimana dengan kegiatan belajarmu? Apakah kamu sudah hafal dengan rumus matematikanya?” tanyanya ditengah kegiatan makannya.
“Hmmm.. lumayan.” Rissa menyelesaikan kunyahannya, “Kurasa sedikit ada yang hinggap diotakku.”
“Apa kamu mau aku ajarkan?” tawarnya.
“Hah? Kamu mau mengajarkanku?” sontak Rissa.
Renal mengangguk, “Kalau memang kamu bersungguh – sungguh dalam belajar agar nilai ujian matematikamu bagus. Aku akan membantumu seperti waktu itu.”
“Ah iya waktu itu kamu membantuku menyelesaikan PR-ku.”
“Tapi ada satu syaratnya.”
“Eh, syarat?” Rissa menghentikan kegiatan memotong roti dipiringnya.
“Hmm..” Renal mengangguk.
“Apa syaratnya?”
“Kamu harus jadi pacarku….”
“HAH?!!” Rissa tersentak dengan ucapan Renal yang begitu tiba – tiba. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus saat itu. “Apa kamu sedang bercanda?” tanyanya kembali dengan hati yang terus berdebar – debar dan ia merasakan aliran darah disekucur tubuhnya mengalir sangat deras. Saat ini perutnya terasa banyak kupu – kupu yang berterbangan disana.
“Aku belum menyelesaikan ucapanku tadi.” hela Renal, “Hah… sebenarnya ini sangat berat aku ucapkan. Dan sejujurnya aku tidak tau ini keputusan yang baik atau tidak. Hal ini menguntungkan untuk kita berdua atau tidak. Aku belum tau pasti, tapi aku rasa aku harus mencobanya.”
“Heh??? Apa maksud perkataanmu?” Rissa menyandarkan bahunya, dirinya menjadi tegang.
“Kalau kamu bersedia menolongku. Aku mau kamu menjadi pacar bohonganku.”
“Heh?? Pacar bohongan? Apa itu?” Rissa semakin tidak mengerti tujuan ucapan Renal. ‘Apa sih orang ini?! Aku tidak mengerti!’ gumamnya dalam hati.
Renal memejamkan kedua matanya dan sedikit berpikir. “Begini aku memiliki saudara perempuan yang jauh silsilahnya dengan keluargaku. Sekarang dia tinggal diluar kota bersama kedua orang tuanya. Minggu depan dia akan kerumahku, kamu tau kan kalau aku ini tinggal seorang diri.”
Rissa mengangguk – angguk dan dengan seksama ia mendengarkan ucapan Renal. Bahkan ia menyiapkan kedua telinganya untuk menangkap semua maksud dari perkataan Renal.
“Hah….” Helanya, “Tidak memungkinkan kalau ia akan tinggal denganku dalam beberapa minggu kedepan. Jadi mau tidak mau kemarin aku berkata padanya untuk menginap dirumah pacarku. Karena ia terus meledekku kalau aku tidak mempunyai pacar.”
“Ehh? Kenapa kamu tunjuk aku sebagai pacar bohonganmu? Aku tidak mengerti.”
“Aku tidak terlalu dekat dengan seorang teman wanita. Setelah beberapa hari ini aku berpikir kalau kamu adalah satu – satunya teman wanita yang pernah jalan berdua denganku.”
“Apa?” kedua mata Rissa membulat sempurna. ‘Ini tidak mungkin! Seorang idol sekolah, tidak mungkin ia tidak pernah jalan bersama gadis lain! Apa dia tengah membohongiku? Atau dia sedang menggodaku lagi!’
“Bagaimana dengan kesepakatan ini, apa kamu akan menyetujuinya?”
“Apa maksudmu? Kesepakatan apa? Aduh kepalaku jadi pusing.” Rissa menangkup kepalanya dengan kedua tangan. Sikap Rissa berubah dari yang biasanya kalem jadi agak ekspresif atau mungkin berlebihan.
Renal memperhatikan tingkah Rissa, “Hahahahhaaaa…..” dia tidak bisa menahan tawanya. “Kamu ini benar – benar gadis aneh.”
Rissa berhenti dan menatap Renal yang sedang tertawa lepas, ‘Apa – apaan dia itu? Kenapa dia tertawa diatas kepusinganku atas perkataannya barusan.’
“Kamu ini.. jangan bersikap seperti anak kecil yang sedang gelisah karena kehilangan mainannya.” Renal berhenti tertawa dan memandang wajah Rissa yang kelihatan bingung. “Maaf, aku hanya bercanda tadi.”
“Hah?!!!!” serunya dan bangkit dari kursinya, “KAMU INI MENGERJAIKU LAGI YA!” teriaknya dihadapan Renal yang menahan tawanya kala itu.

***
Semilir angin pagi terhempas mengiringi tirai – tirai dijendela kamar Yuko berterbangan dengan lembut. Sedikit bias cahaya matahari pagi menerpa wajah putihnya yang sedang menumpu pada meja belajarnya. Yuko terlihat memikirkan sesuatu.
‘Tok tok’ suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Yuko. Ia menoleh, “Masuk.”
Maruka masuk kedalam kamar Yuko dan duduk ditepi tempat tidur, “Kamu tidak ada acara minggu ini?”
“Tidak ada hubungannya denganmu.” Jawabnya ketus.
“Hei, jangan ketus begitu dengan kakakmu sendiri.”
Yuko berbalik, “Ada apa? Jika ada perlu langsung saja tidak usah basa basi.”
“Hah…” keluh Maruka dan ia melipat kedua tangannya. “Yuko, apa kamu masih marah padaku?”
“Bukan urusanmu.” Yuko menatap pintu kamarnya. Ia malas menatap kearah kakak satu – satunya itu. Entah mengapa ia membenci Maruka.
“Baiklah. Aku tidak ada maksud untuk membuatmu marah. Aku hanya ingin kamu tidak membenci ayah.”
“Kalau kamu mau membahas orang itu, silahkan pergi dari kamarku.”
“Kamu ini kasar sekali dengan kakakmu sendiri.”
Yuko bangkit dari duduknya dan berjalan kearah pintu. Ia membuka pintu kamarnya lebar, “Sudah aku buka, silahkan keluar.”
Maruka mengernyitkan dahinya dan menahan amarahnya. “Yuko!” serunya dan ia menghampiri Yuko untuk berhadapan dengannya. “Apa aku begitu menjijikan dimatamu?”
Yuko terdiam dan membuang wajahnya, “Aku membenci orang yang membela orang itu.”
Kedua tangan Maruka mengepal kuat, “Yuko, dia ayahmu. Bagaimanapun juga ia ayahmu. Walaupun ia telah melakukan kesalahan pada keluarga kita. Tapi tetap saja dia itu ayahmu.”
“Aku tidak menganggap dia adalah seorang ayah.” Yuko menekan suaranya. Ia menunduk dalam dengan wajahnya yang merah padam. “Kamu dibayar berapa sampai kamu membela orang itu?”
“Apa? Apa maksudmu?”
“Kenapa kamu terus membahas orang itu dihadapanku? Aku sudah tidak mau mendengarkannya lagi.”
Maruka menunduk, “Ayah menelponku kemarin. Dia berkata kalau ia ingin minta maaf kepadamu. Dia rindu denganmu, dia rindu dengan wajah dan tawamu.”
“Cih, aku tidak peduli.”
“Yuko…” Maruka terdiam, bibirnya bergetar. “Mungkin aku bukanlah kakak yang baik untukmu, tapi aku tidak menyerah bagaimana aku harus mencari cara untuk itu. Aku tau bahwa Ayah pernah melakukan hal yang sampai sekarang membekas dihatimu.” Maruka menarik nafas panjang, “Tapi aku tidak mau kamu terus berlarut dengan hal itu, aku ingin kamu terlihat seperti dulu. Yuko yang selalu ceria dan bahagia.”
Yuko melirik Maruka yang tengah menunduk itu.
“Aku pikir aku harus mencari sesuatu hal yang bisa membuatmu bahagia. Tanpa harus membenci siapapun. Aku tau ayah meninggalkan kita demi perempuan lain. Jangan kamu pikir aku tidak kecewa dengan tindakan ayah pada kita terutama pada ibu. Tapi semua itu tidak membuat ibu berlarut sedih karena ibu sadar, dia memiliki kita.” Kedua bahu Maruka terlihat naik turun, ia menahan tangisnya. “Ada sesuatu yang tidak boleh aku beritahu padamu, tapi sepertinya ini sudah saatnya aku memberitahumu.”
“Sesuatu?”
“Aku pernah membenci ayah saat itu sama seperti dirimu. Tapi ketika melihat ibu menangis dan aku bertanya padanya. Bahwa kamu membenci ayah melebihi aku, ibu berkata padaku. Dia memohon padaku untuk membuatmu tidak membenci ayah…”
Yuko terdiam.
“Dia tidak bisa membujukmu atau memaksamu karena dia terlalu sayang padamu. Tapi apakah kamu tau, ibu masih mencintai ayah sama seperti dulu.”
“Apa? Apa ibu sudah gila? Bagaimana ibu bisa mencintai ayah, padahal apa yang sudah dilakukan oleh ayah telah menghancurkan perasaannya!”
Maruka menenggakan wajahnya dan terlihat tatapan pilu dikedua bola matanya. “Aku tau.”
“Lalu apa? Apa yang dipikirkan oleh ibu? Kenapa?”
“Jangan katakan Maruka.” Ucap Ibunya yang tiba – tiba datang dihadapan mereka.
Yuko dan Maruka terkejut dengan kehadiran Ibunya yang sudah ada dihadapan mereka.
***

Rissa berjalan lebih dulu didepan Renal, wajahnya terlihat sangat kesal. Ia tidak bisa melupakan kejadian dicafe tadi. ‘Sungguh memalukan, aku digoda dan dikerjai olehnya. Aku tidak habis pikir!’ gumamnya dalam hati.
Renal meraih pergelangan tangan Rissa, “Kamu mau kemana?”
Rissa menoleh, “Aku mau pulang.” Ucapnya dengan wajah cemberut.
“Ohh.. kamu masih kesal denganku gara – gara hal tadi?” Tanya Renal tanpa dosa.
‘Apa – apaan dia? Seperti tidak punya dosa.’ Rissa memalingkan wajahnya.
Renal tersenyum kecil tanpa melepas genggamannya dipergelangan tangan Rissa. “Hmm selanjutnya melakukan apa ya kalau sedang kencan?” ucapnya mengalihkan.
Rissa sontak menoleh kearahnya, “Eh, apa masih berlanjut?”
“Tentu saja, ini masih jam 11 siang. Apa kamu mau pergi kearena bermain?” tawarnya dengan senyum menggodanya.
‘Eh? Apa itu? Dia menggodaku lagi dengan senyumannya. Jangan harap!’
“Kalau kamu diam saja berarti kamu setuju.” Renal menarik Rissa untuk mengikutinya.
“Hei.. jangan langsung menyimpulkan seperti itu.”
“Sudahlah ikut saja. Jangan banyak bicara.”
“Apa? Tadi kau bertanya padaku. Bagaimana sih?”
“Aduh kamu ini bawel sekali.”
“Apa? Aku bawel?”
“Sudah diam..”
“Bagaimana aku harus diam, kalau nanti kamu terus mengerjaiku…..”
Rissa dan Renal tengah bertengkar kecil dalam perjalanan mereka.

Tanpa diketahui bahwa Inka dan Sam tengah menyembunyikan diri agar tidak terlihat oleh mereka berdua.
“Sepertinya memang ada chemistry antara mereka berdua.” Ucap Inka senang.
Sam mengangguk – angguk, “Tapi kenapa wajah Rissa sepertinya kesal ya? Apa Renal telah berbuat sesuatu padanya.”
“Mungkin saja, kita tidak bisa mendengarkan percakapan mereka dicafe tadi.”
“Ayo kita ikuti mereka pergi.” Inka dan Sam melangkah kakinya kembali mengikuti mereka.

Renal berhenti diarena bermain, kebetulan pusat kota disana memiliki arena bermain didalam ruangan. Hampir mirip dengan arena bermain di Dunia Fantasi seperti di Jakarta. “Hmmm.. bagaimana kalau kita naik Roll Coaster.” Renal kembali menarik Rissa untuk mengikutinya.
“Eeehhhh…aku belum tentu mau…” rintih Rissa menarik tangannya bertujuan agar Renal melepaskan.
Renal berhenti dan mendekati Rissa. “Aku tidak akan melepaskanmu. Sudah ayo ikut.” Paksanya.
“Eeehhh.. apa – apaan ini… aaaa….” Rissa terlihat tidak bisa menang dari paksaan Renal.
Renal tengah membeli tiket masuk ke wahana arena bermain tanpa melepaskan cengkraman tangannya.
‘Bagaimana bisa ia membeli tiket dan mengeluarkan uang didompetnya tanpa melepaskan genggaman tangannya ini.’ Eluh Rissa dalam hati, ia terlihat pasrah sekali.
“Ayo!” serunya lagi menarik Rissa untuk mengikuti kemauannya.
‘Apa maksudnya orang ini. Aku tidak mengerti, apa semua kencan buta seperti ini.’
Renal meminta Rissa untuk duduk disampingnya. Saat ini mereka sudah berada didalam kursi Roll Coaster. Rissa sepertinya belum tersadar sepenuhnya jika ia sebenarnya tidak pernah berani menaiki wahana ini.
“Hei, turunkan pembatasnya.” Ucap Renal saat ia menyadari bahwa Rissa terlihat sedang melamun. “Huh, gadis ini.” Renal menurunkan pembatas dikursi Rissa dan hal itu menyadarkan Rissa.
“Eh, kenapa?”
“Sudah mau dimulai, jadi pembatasnya harus dipasang agar kita tidak jatuh.”
“Apanya yang mau dimulai. Memangnya kita sedang naik apa?” tanya Rissa gugup.
“Naik Roll Coaster.”
“HAH? APA? TIDAAAAKKKK!!!!!!!!!!!!!” serunya dan wahana itupun telah mulai berjalan.
Jeritan dan teriakan histeris dari semua orang yang sedang berada dalam wahana tersebut terdengar sangat kencang, terkecuali Rissa. Wajahnya pucat pasi, ia terdiam menahan ketakutannya. Sedangkan Renal tengah berteriak senang dan setelah wahananya berjalan dilintasan yang cukup datar. Ia menoleh kearah Rissa dan ingin melihat reaksi Rissa. Renal tertegun dengan keadaan Rissa saat itu.
Tanpa berpikir panjang, ia meraih jemari tangan Rissa dan digenggamnya. Rissa menoleh kearahnya dan ia tersenyum. “Jangan takut aku ada disini. Teriaklah! Jangan ditahan.” Ucapnya.
Rissa merasakan kehangatan yang datang memenuhi hatinya dan perlahan ia tersenyum.
“Rissa.” Teriaknya.
Rissa menoleh.
“Berteriaklah!” serunya.
Rissa tersenyum, entah kenapa ia merasa tidak takut lagi dan ia mencoba untuk berteriak dan merasakannya senangnya menaiki wahana ini.

Sam terlihat sedih. “Bagaimana bisa dia tidak mengikuti rencana kita Inka?” ia membungkuk didepan pintu gerbang arena bermain itu.
“Eh, sudahlah. Mungkin kita membuat rencana yang terlalu banyak. Maka dari itu ia tidak melakukannya karena pusing.” Inka mencoba menenangkan Sam.
“Tapi lagi – lagi kita tidak tau apa yang mereka akan lakukan diarena bermain ini.. huaaaa…” isak Sam.
“Ya! Sam, jangan menangis disini. Memalukan tau!” bisik Inka dan menarik Sam dari sana.
“Tapi Inka, aku ingin kesana. Aku ingin tau apa yang mereka lakukan.”
Inka menghela nafasnya, “Apa boleh buat, kita tidak ada budget untuk masuk kesana.” Pasrahnya. “Lebih baik kita menunggu mereka disini.” Usulnya.
“Untuk apa hanya buang – buang waktu saja.. aku tidak rela…”
“Sam, kenapa sih kamu bersikap seperti anak kecil seperti itu. Biasanya kamu ini terlihat paling cool diantara kita.” Inka mulai jengkel dengan tingkah Sam.
“Aku hanya tidak rela kalau Renal berjalan bersama Rissa. Huuaaaa…”
“Hah?”
“Apa yang kamu katakan, bukankah kamu yang merencanakan semua ini. Dasar bodoh.”
“Iya aku tau. Tapi…..”
“Sudahlah, aku sudah mengatakannya sejak tadi. Kamu atau aku bukan tipe Renal tau. Sudahlah kalau memang mereka memiliki perasaan yang sama restui saja, apa boleh buat.”
“Hn? Apa kamu akan menyerah begitu saja?”
“Hah…” eluh Inka, “Aku kan hanya penggemarnya saja, tidak ada niat untuk berpacarannya dengannya. Bisa repot nanti.”
Sam mengangguk – angguk, “Benar juga ya. Tapi kalau mereka berpacaran, maka yang akan bahaya adalah….”
Inka membulatkan kedua matanya, “Astaga, aku lupa…”
“RISSA.” Ucap mereka bersamaan.
Pasalnya disekolah banyak rumor yang mengatakan jika ada gadis yang dekat dengan Renal, maka dia akan berurusan dengan Yuko dan teman – temannya.

***

tbc 

Jumat, 18 Desember 2015

CERBUNG : Best Friend Or Boy Friend Chapter 2

BEST FRIEND OR BOY FRIEND 
CHAPTER 2

Previous Chapter 1

***

Keesokkan harinya,
            “Daya!” Yasmin berterial tepat didepan pintu kelas Daya, melambaikan tangan kanannya dan tersenyum kearah Daya duduk. Daya menoleh kesumber suara dan sekilas senyum merekah dibibirnya.
            “Ayo, kita kekantin. Aku sudah lapar.” ucapnya sambil mengelus – elus perutnya dengan tingkah lucunya. Daya terkekeh kecil.
            “Tunggu ya.” Daya membereskan sisa bukunya dimeja.
            Penghuni kelas Daya memperhatikan mereka berdua, ini adalah hal yang sangat terlihat jarang sekali. Daya seseorang yang dingin dan tak pernah berbicara jika tidak ada perlu tersenyum riang dengan siswi lain dari kelas sebelah.
            “Ini sungguh aneh ya?” bisik seorang gadis berambut ikal membisik ditelinga gadis berambut kuncir satu disampingnya.
            “Iya, kenapa anak itu mau berteman dengan dia?” bisik siswi yang lain.
            “Itu Yasmin, siswi dikelas 3A IPA. Kudengar dia paling pintar dikelas setelah Azfar.” bisik teman gadis itu disampingnya.
            “Kok mau yah berteman dengan Daya.”
            “Apa dia itu lesbi ya?”
            “Tampilannya saja feminim, tapi kelakuannya seperti laki – laki.”
            Hampir semua berbisik – bisik atas kedatangan Yasmin kekelas Daya, Daya menatap Yasmin khawatir karena ia melihat tatapan amarah Yasmin kepada teman – teman sekelas Daya.
            Belum sempat Daya menyentuh bahu Yasmin, Yasmin sudah berteriak. “Hey kalian! Kalau berani bicara didepanku! Jangan seperti pengecut, berbisik – bisik seperti itu. Menjijikan!” marahnya dengan bertulak pinggang. Penghuni kelas sontak terkejut akan tingkah Yasmin yang tanpa sepengetahuan mereka akan berteriak seperti itu.
            Seorang siswa berdiri, “Hehehe, maafkan kami ya Yasmin. Memang anak – anak dikelas ini sering kali bergosip yang tidak benar.” jelasnya.
            “Hey kamu, kenapa mengatakan seperti itu pada kami.” protes gadis berambut ikal itu.
            “Kan memang seperti itu kenyataannya. Kalian hanya bisa mencibir saja.” jawabnya enteng.
            Para gadis itu hanya cemberut, pasalnya siswa laki – laki dikelasnya malah membela Yasmin dan Daya.
            “Dengarkan baik – baik ya. Aku bukan LESBI! Dan perlu kalian ingat,” Yasmin merengkuh lengan Daya untuk berhadapan dengan mereka didepan pintu, “Daya pantas untuk mendapatkan teman, bukan untuk dibenci!” Daya terlihat shock dengan pernyataan Yasmin yang membelanya.
            “Yasmin.” Daya menatap wajah Yasmin sendu.
            “Dia anak baik, pintar dan juga cantik. Kalian iri kan tidak bisa seperti dirinya. Makanya kalian hanya bisa mencibir. Kasihan sekali hidup kalian!” Dan kemudian Yasmin berlalu menggandeng tangan Daya untuk pergi dari kelasnya.
            Daya hanya terdiam kaku walaupun tangan kirinya tengah ditarik oleh Yasmin yang saat itu menahan amarahnya.

***

Disudut kelas,
            Azfar menggembungkan kedua pipinya, ia nampak berpikir sesuatu. Jari – jarinya mengetuk – ngetuk meja, “Bagaimana cara mengajaknya kencan ya?” gumamnya dalam hati. Sekilas ia melihat keluar jendela, ia melihat Yasmin menarik tangan Daya dengan wajahnya yang merah padam, “Eh, itu kan Yasmin. Kenapa wajahnya merah padam begitu? Ada apa? Apa dia marah pada Daya? Aku harus memastikannya!” Dengan segera ia berlari keluar kelas menghampiri Yasmin.

            “Hmm.. Yasmin apa kamu masih marah ya?” Daya memperhatikan tubuh Yasmin yang terlihat bergetar.
            Yasmin menghentikan langkahnya dan menunduk dalam, Daya hanya melihatnya khawatir. Genggaman tangannya terlepas, “Yasmin.” panggil Daya lembut. “Kamu tidak apa – apa?”
            “Aku...” jedanya, “Tidak apa – apa, hal itu sudah biasa aku dengar.” Yasmin menegakkan kepalanya dan berbalik. “Apa aku terlihat seperti apa yang mereka katakan ya?”
            Daya terperangah, “Eh, tidak kok.”
            “Tapi kenapa banyak orang yang mengatakan seperti itu.”
            “Eh, tapi bagiku tidak begitu kok.”
            Yasmin menghampiri Daya, “Benarkah?”
            Daya mengangguk – angguk.
            “Heyyyy Yasmiiinnn!!!” di belakang Daya, terlihat Azfar tengah sedikit berlari menghampiri mereka berdua. “Hosh hosh hosh” eluhnya. “Ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu?” tanyanya setelah mencoba mengatur nafas.
            Yasmin memanyunkan bibirnya, “Kenapa?”
            “Tadi aku lihat wajahmu begitu merah dan terlihat kesal, apa kamu mau memarahi Daya?” terkanya.
            “Hah? Mana mungkin!” serunya bertulak pinggang.
            “Lalu, kau kenapa?”
            “Aku hanya kesal dengan teman – teman sekelas Daya.” ucapnya memalingkan muka.
            Azfar mengernyitkan dahinya dan sesaat kemudian ia menoleh kearah Daya, “Ada apa Daya? Apa ada yang mengganggumu?” Renal terlihat khawatir, dia tahu betul jika Yasmin tidak bercanda kali ini, justru ia mengatakan yang sebenarnya.
            Daya menunduk, “Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu. Ini sangat menyusahkan kalian.” jelasnya pelan.
            Yasmin menoleh kearah Daya dan mimik wajahnya sudah berubah, “Kamu bicara apa Daya? Aku tidak merasa disusahkan kok. Aku hanya tidak habis pikir saja kenapa mereka memperlakukanmu seperti itu.”
            “Memang apa yang sebenarnya terjadi?” Azfar mulai geram.
            “Kamu tau, mereka melakukan hal yang sangat menganggu telingaku!” jelas Yasmin.
            “Aku tidak bertanya padamu kali ini Yasmin, aku bertanya padanya.” jawab Azfar sambil menunjuk kearah Daya.
            “Apa?! Rgghhh..” Yasmin terlihat kesal dengan ucapan Azfar bahkan ia menghentakkan kakinya kelantai dan berbalik badan.
            “Eh, bukan begitu Azfar. Justru hal ini membuat Yasmin menjadi kesal. Teman – temanku membicarakan aku dengannya dan mengatakan hal yang tidak sepantasnya mereka katakan. Yasmin dikatakan gadis tomboy dan menyukai sesama jenis.”
            Azfar terdiam mendengar penjelasan Daya, hatinya mulai memanas kedua tangannya mengepal. Dia berbalik badan dan segera meninggalkan keduanya.
            Yasmin menahan bahu Azfar untuk tidak memperpanjang masalah ini, “Tidak usah, tidak usah hiraukan mereka. Lagipula aku baik – baik saja kok! Tidak usah repot – repot.” jelas Yasmin.
            Azfar menahan amarahnya, baru kali ini ada orang yang berani – berani mengatakan teman kecilnya itu yang tidak pantas, “Kamu yakin?”
            Yasmin mengangguk pasti, “Lagipula aku tidak ada urusan dengan mereka, itu hanya membuang – buang waktuku saja!” Yasmin melipat kedua tangannya.
            Daya terdiam melihat sikap mereka berdua, 'Mereka sangat setia kawan sekali ya, aku jadi iri.' ucapnya dalam hati.
            Azfar melirik kearah keberadaan Daya, “Kamu juga tidak apa – apa Daya?”
            Daya tersadar, “Ah iya, aku tidak apa – apa.”
            “Ayo Daya kita kekantin, dengarlah perutku sudah bernyanyi nih.” ucap Yasmin sambil memegang perutnya.
            Daya mengangguk dan mereka berjalan bersama kekantin, diikuti oleh Azfar juga.

***
    
            “Hem, jadi kamu ada pelajaran tambahan yah?” Daya terlihat sedih tidak bisa pulang bersama dengan Yasmin hari ini.
            “Hehehe, iya nih. Tadi Bu Guru meminta aku belajar dengannya, kamu tidak apa kan pulang sendiri?”
            “Iya tidak apa kok. Yang semangat yah belajarnya.” Daya mencoba tersenyum dihadapan Yasmin, padahal jauh didalamnya ia takut berjalan sendiri.
            “Iya, pasti. Aku kekelas dulu ya.”
            Daya mengangguk.
            “Hoiii,” teriak Azfar pada Daya dan Yasmin, mereka berdua menoleh kesumber suara.
            “Apa sih, teriak – teriak begitu!” protes Yasmin diikuti kepalan tangannya mendarat mulus dikepala Azfar ketika sampai dihadapan mereka berdua.
            “Aduh!” ucap Azfar meringis, “Apa sih Yasmin, kebiasaan banget deh. Sakit tau!” omel Azfar.
            Daya terkekeh geli melihat tingkah laku mereka berdua.
            “Eh, kamu tertawa?” Azfar yang tersadar dengan kekehan Daya.
            Daya menanggapi dengan kalem, “Habisnya kalian berdua lucu.”
            “Heh? Lucu kamu bilang?” Yasmin merasa aneh dengan ucapan Daya.
            Daya mengangguk, “Aku suka kalian.” disusul dengan senyuman kecil.
            Yasmin dan Azfar terkejut, kedua pipi masing – masing terlihat merona. “Kamu suka kepada kami?” tanyanya bersamaan. Lagi dan lagi Daya mengangguk tersenyum.
            “Ahah, aku jadi malu.” Azfar menggaruk belakang lehernya.
            “Aku, tidak bisa berkata apa – apa Daya..” susul Yasmin dengan cengirannya.
            “Iya, maaf yah kalau ucapanku membuat kalian seperti ini.” Daya menahan tawa atas reaksi Azfar dan Yasmin yang wajahnya terlihat merona.
            “Eh, tidak apa kok Daya, kita juga senang berteman denganmu.” ucap Azfar tiba – tiba mengenggam kedua tangan Daya dan itu sontak membuat Daya terkejut.
            Senyuman dibibir Yasmin menghilang seketika melihat pemandangan yang tak terduga itu, hatinya terasa panas sekali. 'Kenapa?' tanyanya dalam hati.
Flash Back On
            Seorang anak berlari lurus kedepan, segerombolah anak laki – laki tengah mengejarnya dengan membawa tongkat kasti. “Tolong! Tolong!” teriaknya dengan air mata yang menggenang dikedua matanya.
            Gadis kecil nan imut itu berjalan riang sendirian dengan mengenggam permen lolipop kesukaannya, namun tiba – tiba “Ah....” permennya terjatuh seketika. Gadis kecil itu terdiam mengamati permen kesukaannya.
            “Maaf, aku tidak sengaja. Tapi tolong aku.” ucap anak yang menabrak gadis kecil itu.
            Gadis itu menatap tajam kearahnya dan berkata, “Kamu ini nakal sekali, kamu menjatuhkan permenku tau. Rasakan akibatnya! Ciaatttt....” gadis kecil itu memukuli tubuh sang anak yang menabraknya tadi.
            “Aduh aduh aduh, maafkan aku, aku sudah minta maaf tadi..” ampunnya.
            Gadis kecil itu berhenti memukulinya, “Hah, kamu ini siapa sih? Berani – beraninya melakukan itu padaku?” dengan pipi yang digembungkan dan bertulak pinggang.
            “Hosh hosh hosh....” anak itu tersengal – sengal, “Tolong aku, aku dikejar anak – anak itu.” unjuknya.
            “Hah?” Gadis kecil itu segera menarik pergelangan anak kecil itu ketika ia melihat segerombolan anak laki – laki yang sudah mendekat kearahnya. “Ayoooo!!!!” dan mereka berduapun berlari sampai pada akhirnya kelorong – lorong sungai untuk bersembunyi.
            “Hosh hosh... apa mereka masih mengejar kita?” tanya anak itu dengan keadaan lelah dan terduduk dipinggir tembok lorong sungai itu.
            Gadis kecil itu mendaratkan sebuah pukulan ringan dikepala anak itu, “Bukan kita, tapi kamu saja!” protesnya.
            “Aduh, iya iya.. sudah jangan pukul aku lagi, sakit tau!” jawabnya meringis.
            Gadis kecil itu memanyunkan bibirnya, “Suruh siapa?”
            “Iya iya, aku yang meminta tolong padamu. Huh.” keluhnya.
            Gadis kecil itu melirik sekilas, “Siapa namamu? Sepertinya aku baru melihatmu disekitar sini?”
            “Namaku Azfar, aku baru pindah dari luar kota.” jawabnya agak dingin.
            “Cih, sikapmu membuatku geli..” gadis kecil itu cuek. “Kamu tidak mau menanyakan namaku?” susulnya beberapa detik kemudian. “Setidaknya untuk mengingat nama orang yang telah menolongmu hari ini.”
            “Haahhh...” eluhnya, “Siapa namamu?” tanyanya dengan wajah terpaksa.
            “Aku Yasmin.” jawabnya singkat, “Hmmm.. ngomong – ngomong kenapa mereka mengejarmu? Apa kamu berbuat kesalahan?”
            “Ah itu.. tadi aku tidak sengaja menendang kaleng kosong kearah mereka, sepertinya terkena salah satu dari mereka.” jelasnya.
            “Masa sih?”
            “Iya, mereka saja yang tidak sabar dan pemarah, padahal aku sudah minta maaf kok.”
            “Ya sudah, lupakan masalahmu. Sekarang rumahmu dimana? Biar aku temani.” gadis itu membusungkan dadanya.
            “Ehh, tidak usah. Aku bisa pulang sendiri.” Azfar tidak mau kalah dan ia membusungkan dadanya juga.
            “Hmmm.. kalau kamu bertemu anak – anak tadi bagaimana?”
            Azfar tampak berpikir sebentar, “Oke baiklah...” Dan mereka berjalan bersama.
Setelah beberapa menit, akhirnya mereka berdua tiba disebuah rumah sederhana yaitu rumah Azfar.
            “Ohh, jadi rumahmu disini ya?”
            Azfar mengangguk senang.
            “Kalau begitu kita akan sering bertemu.”
            “Hah? Memangnya rumahmu dimana?”
            “Itu, dua rumah dari rumahmu.” Yasmin menunjukkan letak rumahnya. Azfar hanya ber-oh ria. “Kalau begitu kita akan jadi teman.” Yasmin tersenyum riang.
            Azfar terkejut dengan senyuman gadis dihadapannya itu, “Ah, iya kita akan menjadi teman.” tanpa disadari Azfar mengenggam kedua tangan Yasmin dan ia terlihat gembira.
            Kedua pipi Yasmin terlihat merah dan kemudian ia memalingkan wajahnya karena malu.
Flash Back off
            “Yasmin, Yasmin? Kamu melamun?” Daya mengoyahkan bahu Yasmin tapi tak ada reaksi.
            “Hey, Yasmin. Hah! Anak ini.” kemudian Azfar mencubit hidung bangir Yasmin dan alhasil Yasmin tersadar.
            “Auw..” Yasmin mengelus – elus hidungnya, “Siapa yang mencubitku?”
            Daya menunjuk Azfar. “Habisnya kamu melamun, dipanggil sejak tadi tidak menyahut.”
            Yasmin terdiam dan ia membalikkan tubuhnya, “Aku kekelas dulu ya, kalian pulang saja. Dah.” ucapnya berlari meninggalkan mereka berdua yang masih tersengang dengan sikap Yasmin.

***
           
            Daya dan Azfar tengah berada dalam satu bus angkutan umum karena arah rumah mereka searah. Sejak berjalan bersama dari gerbang sekolah sampai halte, tidak satupun dari mereka yang berbicara. Mereka terdiam dan hanyut dalam pikiran masing – masing.
            “Mmmm... Daya kamu murid pindahan kan?” Azfar membuka pembicaraan.
            Daya mengangguk, “Aku dari Surabaya, kebetulan orang tuaku pindah kerja kekota ini. Maka mau tidak mau aku harus mengikuti mereka.”
            Azfar hanya mengangguk – angguk, “Ah, aku ingin bertanya padamu. Kenapa kamu bisa  berteman dengan Yasmin?”
            “Oh itu, aku tidak sengaja bertemu dengannya. Dia menyapaku duluan dan dia bilang aku ini temannya.” Daya tersenyum kecil, “Dan baru kali ini ada orang sebaik dia mau berteman denganku, biasanya tidak ada.” Kali ini Daya menundukkan kepalanya sebentar dan segera memalingkan wajahnya kearah luar bus.
            “Huh? Kenapa tidak ada yang mau? Bukannya banyak yang menyukaimu yah?” Azfar menggeser duduknya.
            “Itu hanya pengganggu.”
            “Hah? Pengganggu? Apa maksudmu?”
            “Apa kamu pernah melihatku dengan teman wanita yang lain sebelum aku bertemu dengan Yasmin?”
            “Ah, itu?? aku tidak begitu memperhatikannya.” cengirnya.
            “Hmm.. iya aku tau, kenapa kamu harus memperhatikanku yang bukan temanmu.”
            “Eh, maksudmu?”
            “Tapi sekarang aku senang berteman dengan kalian berdua. Karena kalian berdua bisa menerima aku.”
            “Tapi...”
            “Yang menyukaiku hanya murid laki – laki, karena wajahku saja. Sampai pada akhirnya hampir semua murid perempuan dikelasku tidak menyukaiku karena itu.” Daya menunduk kembali, “Sebenarnya aku sedih, dari dulu aku selalu dikucilkan.”
            “Eh,, maaf ya kalau pertanyaanku membuat kamu sedih.” Azfar merasa tidak enak hati dengan pertanyaannya yang membuat keadaan Daya tidak menyenangkan.
            Daya seketika memberikan senyuman kecil kepada Azfar untuk menandakan dia tidak apa – apa.

***

            “Hooaaammmm.....” Yasmin menguap sambil berjalan menuju halte sekolahnya, sudah pukul empat sore anggapannya. Dia menggaruk – garuk rambutnya yang sedikit berantakan itu. Setibanya di halte depan sekolahnya ia duduk dan menunggu kedatangan bus terakhir. “Hmmm.. sekitar lima belas menit lagi.” terkanya setelah melihat jam di pergelangan tangannya.
            Setelahnya ia memandang langit sore yang begitu biru, namun sedikit agak jingga. “Hah? Kok langitnya ada warna jingga?” Yasmin buru – buru mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya,  dia terdiam, wajahnya kaku dan bibirnyapun kelu tatkala ia melihat angka 17:15 WIB dilayar ponselnya, “Mati aku, jam segini mana ada bus lagi?” ia menepuk dahinya. “Jam tanganku ternyata baterainya habis dari sejam yang lalu, alamat aku pulang jalan kaki.” keluhnya ketika melihat jam tangannya berhenti.
            Dengan gontainya ia bangun dari duduknya dan berjalan ditrotoar dekat sekolahnya, “Sendirian! Kesorean! Iihhh sebel banget deh!” gerutunya disepanjang jalan yang saat itu sedang sepi.
            “Biasanya kalau berjalan kaki seperti ini, Azfar selalu menemaniku. Yah walaupun dia suka sekali usil padaku.” gumam Yasmin mengingat saat – saat itu. Tatapannya lurus kedepan, kedua telapak tangannya dimasukkan kekantung saku rok pendeknya. Rambutnya yang tersisir angin sore itu dibiarkan saja.
Flash Back On
            Azfar tengah berlari menghampiri Yasmin didepannya, dengan tingkahnya yang usil ia berniat untuk membuat Yasmin kaget. “A...” gerakannya terhenti sebab Yasmin sudah berbalik mengetahui keberadaan Azfar dibelakangnya.
            “Mau apa kamu? Mau menganggetkanku hah?!” terkanya dengan tatapan tajam Yasmin tepat berada dikedua mata Azfar.
            Azfar hanya cengengesan (?). “Hahaha... aku gagal lagi kali ini.”
            Kedua pipi Yasmin digembungkan, “Kamu payah, sejak SD kamu tidak pernah bisa mengerjaiku.. hahaaa..” susulnya dengan terawa terbahak – bahak.
            “Ehhh... nanti lihat saja kalau sudah saatnya pasti aku akan bisa mengerjaimu!” seru Azfar bertulak pinggang.
            “Memangnya kamu bisa?” ejeknya.
            “Walaupun kali ini gagal atau kemarin – kemarin gagal mengerjaimu. Tapi setidaknya aku bisa mengalahkanmu dikelas.. hahahahahaaa...” bangganya.
            “Ciihh.. baru juga segitu, nanti kalau sudah masuk SMA aku pasti juara pertama dan kamu pasti dibawahku!” serunya angkuh
            “Mana bisa begitu? Kalau begitu kamu harus mendaftar disekolah yang sama denganku dan kita bandingkan nilai kita. Atau mungkin nanti kita akan sekelas.” Tantangnya.
            “Oke, memangnya aku takut denganmu dasar anak mama.. hahaa..” ejek Yasmin disusul dengan juluran lidahnya.
            “He heeii.. apa katamu aku anak mama?? Dasar kamu ya Yasmiiinn…”
Flash Back Off.

                Segaris senyum tipis hadir dibibir Yasmin kala itu. Dan ia melanjutkan perjalanannya hari ini sendirian dan ditemani warna jingga dihadapannya.


***

To Be Continue

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...