Senin, 13 Juli 2015

FF Seokyu - Between Love Chapter 4


BETWEEN LOVE
Chapter IV


Tittle : Seokyu
Genre : Romance
Cast : Seo joo hyun, Cho Kyuhyun, Im Yoona, Lee Donghae, etc

Mian for typo..
Dont plagiat!!
Happy reading ^^

***
'cklek' kenop pintu kamar Seohyun terbuka perlahan, terdapat sebuah bayangan dari balik pintu. Wajah lelahnya sedikit mengintip kearah tempat tidur Seohyun. “Ah.. dia sudah tidur rupanya.” gumamnya, sekilas ia melihat jam ditangannya. “Pantas sudah tengah malam.” Pintu kamar Seohyun ditutupnya kembali, Yoona berjalan gontai menuju kamar untuk melepas lelah.

Seohyun terdiam dibalik selimut yang ditariknya sampai leher, tubuhnya dibiarkan berhadapan dengan jendela kamar. Menghindari dari pertanyaan sang kakak, “Mianhae eouni.” lirihnya sembari memejamkan mata.
“Sampai kapan ya aku mendiami Seohyun?” tanya Yoona pada dirinya sendiri, ia menghela nafasnya pelan sambil melepas blazer kerjanya dan menaruhnya dikeranjang cuci. “Setelah Donghae Oppa memberitahuku mengenai kegiatanmu Seohyun. Aku jadi merasa bersalah, aku tidak bisa menjaga dan mendidik dongsaengku sendiri.” gumamnya lagi. Yoona bercermin di meja riasnya sembari melepas aksesoris yang dipakainya seharian, “Kenapa kau tidak mau menurut padaku Hyunie-ah?” ucapnya menghela nafasnya.
Yoona bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar, sampai didepan kamar Seohyun ia masuk begitu saja. Menghampiri Seohyun yang tengah tertidur lelap, ia betulkan letak selimut Seohyun kemudian ia duduk ditepi tempat tidur itu sambil mengusap lembut rambut Seohyun, “Kau ini anak keras kepala, pantas saja sejak kecil orang tua kita selalu menyerah padamu dan memanggilku untuk mengurusimu.” ucapnya tersenyum tipis. “Maafkan eouni. Aku akan menunggu pernyataanmu, kau harus jujur pada eouni Hyunie-ah. Entah sampai kapan kau akan paham akan sikapku ini?” ucapnya, “Tidurlah dengan nyenyak.” susulnya dan Yoona meninggalkan Seohyun yang sudah tertidur pulas.
***
Seohyun memanyunkan bibirnya dimeja kasirnya, ia memikirkan tingkah eouninya semalam. Menengoknya dikamar dan dengan bodohnya Seohyun berpura – pura tidur demi menghindari pertanyaan. Padahal siangnya ia berniat untuk menanyakan kondisi eouninya itu, kenapa akhir – akhir ini dirinya didiami oleh eouninya.
“Huft.” Ia menghela nafasnya kasar.
“Hei nona.” panggil Kyuhyun tepat dihadapan  Seohyun.
Seohyun tersentak, “Eh, kau?” jawabnya.
“Maaf kemarin sore aku tidak mampir karena ada urusan pekerjaan. Apa kau menungguku?” ucapnya.
Kedua mata Soehyun membelakak, “What a question?” ucapnya dalam hati. “Ah, tidak aku tidak menunggumu.” jawabnya cuek.
“Ige.” Kyuhyun memberi sebuah kotak kecil dibalut kertas berwarna peach dan berpita putih kecil diujungnya. Seohyun hanya mengernyitkan dahinya. “Kenapa? Ahh. Ini hanya sebagian ucapan terima kasihku telah mencuci bajuku.”
“Oh. Ah tunggu sebentar.” Seohyun menunduk dan mengambil sesuatu dibawah meja kasirnya, “Ini.” dia memberikan kemeja Kyuhyun yang telah dicucinya.
Kyuhyun hanya melirik sekilas dan kembali menatap Seohyun menunggu tanggapan atas hadiahnya itu. “Kajja!” serunya dengan tatapan dingin.
“Mmm.” Seohyun seakan ragu menerima benda itu, “Apa maksudnya orang ini?” tanyanya dalam hati.
“Haisshh.. kau itu terlalu lama ya berpikir.” ucap Kyuhyun yang langsung menaruh kotak itu ditangan Seohyun dan mengambil kemejanya dari tangan Seohyun. “Begitu lebih baik. Sudah ya.” ucapnya sambil berlalu pergi dari kedai tersebut.
Seohyun yang terkejut hanya terdiam dan mengamati punggung namja satu itu dan beralih pada sebuah kotak kecil ditangannya.  Perlahan ia buka, terdapat gantungan kunci berbentuk hati berwarna perak.”Sebuah hadiah ya? Dari namja yang tidak begitu kukenal.”

Sejak saat itu, Kyuhyun sering mampir ke kedai tempat Seohyun bekerja dan memesan pesanan yang sama. Ia menghabiskan waktu  istirahatnya disana, baik siang ataupun setelah pulang bekerja. Sesekali ia memperhatikan Seohyun bekerja dari melayani pembeli sampai membersihkan mejanya. Seohyunpun begitu, ia mulai terbiasa akan kehadiran namja yang sering ke kedai tersebut dan ia mulai menyadari sepertinya namja itu sering memperhatikannya. Namun Seohyun tidak menghiraukan hal itu, pikirannya hanya terfokus pada hubungannya dengan Yoona yang sampai saat ini belum membaik.

Malam telah tiba, Seohyun tengah merapikan meja kasirnya serta segera mengganti baju kerjanya dengan baju biasa. “Ah, udaranya dingin.” ucap Seohyun ketika ia membuka pintu kedai itu sambil meraba – raba kedua lengannya untuk mencari kehangatan ia berjalan pulang menuju halte bus.
“Eh, orang itu?” Seohyun melihat Kyuhyun tengah membaca buku didekat tiang tak jauh dari kedainya, seingatnya namja itu sudah pulang sekitar satu jam yang lalu. Seohyun menghampirinya. “Hmm, kau masih disini?” tanyanya ketika berada tepat disamping Kyuhyun.
Kyuhyun menoleh kearahnya, “Oh, kau sudah mau pulang rupanya.” jawabnya dingin sambil menutup buku yang ia baca tadi. “Kajja.” ajaknya.
Seohyun mengeryitkan dahinya, “Kemana?”
“Pulang, memangnya mau kemana?”
“Eh, kenapa?”
Kyuhyun menghela nafas, “Kau tidak tau maksudku sampai malam begini aku masih disini hah?”
Seohyun menggelengkan kepalanya, “Aku tidak tau.”
“Ck. Kau ini seorang gadis, tidak baik berjalan sendiri dimalam hari seperti ini.” jelas Kyuhyun.
“Kenapa peduli padaku?”
“Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu. Kajja! Jangan banyak bicara.” ucapnya memaksa sambil meraih tangan kiri Seohyun dan ditariknya untuk segera berjalan. Seohyun shock dan mau tidak mau mengikutinya.
“Oke, tapi lepaskanlah tanganku dulu.”
Kyuhyun menghentikan langkahnya dan melepas tangan Seohyun, kemudian ia melanjutkan langkah lagi. Seohyun cemberut, ia tak mengerti maksud namja ini. “Seenak – enaknya ia menarik – narik tanganku untuk mengikutinya. Memangnya dia siapa?” gerutunya dalam hati.
Sepanjang perjalanan menuju halte kurang lebihnya 1 km, mereka berdua tak saling membuka pembicaraan. Seohyun hanya melihat punggung Kyuhyun dari belakang dan menggerutu tidak jelas.
“Hei, sampai kapan kau akan menggerutu seperti itu. Seperti nenek – nenek saja.” ucap Kyuhyun yang merasa risih.
Seohyun menyadari tingkahnya, “Kau ini sebenarnya siapa?”
“Aku Cho Kyuhyun.” jawabnya singkat.
“Aku tanya siapa sebenarnya kau, aku tidak menanyakan namamu tau!.” Seohyun berucap sinis.
“Bukan siapa – siapa. Hanya manusia biasa.”
Seohyun memanyunkan bibirnya, “Orang ini?!!” gerutunya kesal.
Kyuhyun menghentikan langkahnya tiba – tiba dan berbalik menghadap Seohyun, Seohyun yang saat itu tidak mengetahui bahwa Kyuhyun berhenti terkejut, karena Kyuhyun menatap mata Seohyun yang berjarak sekian centimeter didepannya. Mereka saling pandang tanpa bersuara.
“Tidak usah bergerutu seperti itu, bukankah aku sudah mengatakannya tadi?” ucap Kyuhyun memajukan wajahnya, “Aku merasa terganggu dengan itu.” ucapnya dingin.
Seohyun mengepalkan tangannya, “Yak! Kau ini apa – apaan sih!” serunya berteriak tepat didepan wajah Kyuhyun, sontak membuat Kyuhyun sedikit mundur dari posisinya. “Kau ini siapa sih? Mengapa kau menungguku pulang, mengapa setiap hari selalu datang ke tempat kerjaku, mengapa kau selalu memperhatikanku?!” teriaknya dihadapan namja itu, Kyuhyun terlihat shock melihat ekspresi Seohyun. Ia tidak mengetahui bahwa gadis seperti Seohyun dapat marah seperti ini. Seohyun berjalan menghampiri Kyuhyun, “Dan satu lagi mengapa kau memberiku hadiah?” tanya Seohyun mereda dan masih terlihat emosi, bahunya naik turun dan nafasnya tersengal – sengal.
Kyuhyun menghela nafasnya, “Kau ini polos sekali.” ucapnya dengan mata terpenjam dan gayanya yang dingin.
Seohyun merasa aneh dengan kata – katanya, setelah ia menunjukkan kemarahannya. “Apa maksudmu?”
Kyuhyun tersenyum sinis, “Kau ini benar – benar ingin tau siapa aku sebenarnya?” tawarnya. Tak lama ia melakukan hal yang tak pernah Seohyun bayangkan sebelumnya.
Seohyun terkejut, shock dengan apa yang dilakukan Kyuhyun terhadapnya. Tanpa ijin dan tanpa sepatah katapun ia mencium Seohyun tepat dibibirnya. Jantungnya serasa akan meledak, darahnya mengalir deras, tubuhnya melemas.
Sedetik kemudian Kyuhyun melepas ciumannya dan berkata tepat ditelinga Seohyun, “Aku Cho Kyuhyun. Ingat itu.” ucapnya, kemudian Kyuhyun menatap Seohyun dalam dan berlalu pergi dari hadapan Seohyun meninggalkannya dengan keterkejutan yang ia buat.
Seohyun yang masih shock hanya memenggangi bibirnya, “Mwo? Apa ini? Apa yang ia lakukan kepadaku?” Seohyun bertanya – tanya pada dirinya. “Kenapa namja yang bernama Kyuhyun itu berani – beraninya menciumku tanpa ijin?” Seohyun terdiam, namun ia aneh pada dirinya yang tak bisa menolak perlakuan Kyuhyun tadi. Bisa saja ia langsung menghindar secepat kilat, tapi tubuhnya kaku begitu saja. Seohyun melanjutkan langkahnya kembali dengan tatapan kosong dan tubuhnya yang lemas.
***

Kyuhyun menyeka kerah lehernya kasar, melepas dasi yang terpampang disana, jasnya dibuat begitu saja keatas tempat tidur. Dia terduduk ditepi tempat tidurnya, keduanya tangannya saling mengepal “Apa yang aku lakukan tadi dengan gadis itu!” gumamnya sekilas bayangan kejadian itu muncul. Tubuhnya dihempaskan dengan melentangkan kedua tangan, dada bidangnya terlihat naik turun begitu cepat. “Aku tidak bisa menghindari dari tatapan dan  wajah gadis itu. Jika didekatnya rasanya ia aku miliki!” ucapnya dengan mata terpejam.
“Donghae Hyung, kau membuat masalah baru bagiku dengan munculnya gadis itu dikehidupanku.” gumamnya.

Dilain tempat,
Kim Taeyeon menunggu Yoona didekat mejanya, “Sampai kapan kau akan bekerja hingga larut malam seperti ini Yoona-ah?” tanyanya khawatir, ia baru saja kembali dari busan 15 menit yang lalu dan melihat hanya Yoona yang masih berada dikantor.
“Sedikit lagi Tae-ah.” ucapnya tanpa melepas  perhatiannya dari layar monitor komputernya.
Taeyeon menghela nafasnya, “Ini sudah malam, diluar begitu dingin. Belum lagi kau itu wanita. Kau pulang dengan siapa?”
“Aku bisa pulang dengan Donghae, Tae-ah.”
“Hmm.. baiklah kalau begitu, pastikan Donghae datang ne. Jika tidak teleponlah aku. Nanti aku kembali untuk menjemputmu.” jelas Taeyeon dan dijawab dengan anggukkan Yoona. Taeyeon berlalu dari meja Yoona.
“Huft.” Yoona menyandarkan bahunya, memijat dahinya sebentar dan segera ia ambil ponselnya untuk menelpon seseorang.
“Yobseo.” ucapnya.
“Yobseo, ada apa Yoona-ah?” tanya dari seberang telepon.
“Oppa, apa kau sibuk?”
“Tidak.”
“Bisa jemput aku pulang? Aku lembur malam  ini.”
“Aigo.. kau lembur hingga larut malam seperti ini. Itu tidak baik dengan kesehatanmu.”
“Aku tau Oppa, tapi waktu persentasiku tinggal beberapa hari lagi. Kumohon mengertilah.”
“Ne ne. Oke sebentar lagi aku akan tiba dikantormu. Tunggulah.”
“Ne. Gomawo Oppa.”
“Ne. Chagi.” klik. Yoona kembali melanjutkan pekerjaannya.

***
Seohyun tiba dirumahnya dengan tubuhnya yang lemas, dengan langkah gontai ia masuk kedalam kamar. Ia masih teringat kejadian malam ini yang belum pernah ia alami sebelumnya, “Namja pabo!” runtuknya. Ia menaruh tasnya dimeja belajarnya dan mendudukan tubuhnya dikursi empuk itu. “Aku benci namja itu.” gumamnya, sekilas ia teringat kotak kecil yang diberikan oleh Kyuhyun. “Ah, ini pemberian darinya. Sebuah gantungan kunci berbentuk hati. Apa maksudnya ini?” gerutunya, “Apa dia seorang penggemar rahasiaku?” terkanya sambil menyipitkan kedua matanya yang bulat itu.

Beberapa saat kemudian,
Yoona tengah berada dimobil Donghae. Pandangannya lurus kedepan dan tak sepatahpun berkata.
“Ada apa chagi? Kenapa tiba – tiba kau diam, biasanya kau ceria?”
“Aku sedang lelah Oppa.” jawabnya datar.
“Hmmm. Jangan terlalu diporsir waktumu untuk pekerjaanmu itu. Nanti kau bisa sakit.” jelasnya sembari menyetir.
“Ne Oppa. Hanya untuk kali ini saja.”
Donghae hanya mengangguk – angguk, “Ah, bagaimana dengan Seohyun. Apa kau sudah berbicara padanya?”
“Belum Oppa, aku ingin dia berkata jujur padaku.”
“Mwo? Jadi selama aku memberitahumu terakhir kali itu, sampai saat ini kau belum berbicara padanya?”
“Aku bahkan marah padanya Oppa.”
“Waeyo?”
“Entahlah akupun tidak mengerti. Aku hanya melakukan yang terbaik untuk dongsaengku. Tapi apa yang ia harapkan. Aku merasa dikecewakan oleh sikapnya.”
“Chagi, jangan berpikir seperti itu. Berilah ia kesempatan untuk menjelaskan kenapa ia melawan perintahmu. Jangan egois.”
“Aku tidak egois Oppa!” serunya menatap Donghae tajam. “Aku hanya melakukan kewajibanku, kewajiban atas amanah kedua orang tuaku. Menjaganya dan menyekolahkan hingga menjadi seorang sarjana. Aku tidak ingin dia melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan, aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya Oppa.”
“Yoona-ya..” ucap Donghae terkejut dengan sikap kekasihnya itu.
Yoona tersengal – sengal, ia terlihat marah atas perkataan Donghae. “Kau tau Oppa, aku hanpir saja kehilangan Seohyun waktu itu. Kau ingat, ia melakukan apa? Ia melawan perintahku dan tetap pergi bersama – sama temannya waktu itu. Kau tau betapa hancurnya hatiku ketika mendengar ia kecelakaan dan koma? Kau tau, kau tau perasaanku Oppa!” kali ini tangis Yoona pecah.
Donghae menghentikan mobilnya dipinggir jalan, memutar kunci mobil untuk mematikan mobil. Langsung ia memeluk kekasihnya itu, “Mianhae, chagi-ah.. aku paham perasaanmu waktu itu.” ucapnya sambil membelai rambut Yoona, gadis berambut kecoklatan itu terlihat menangis tersedu - sedu dibahu Donghae.
“Bagaimanapun kau harus terlihat bijaksana chagi-ah.”
“Ne Oppa.” ucapnya masih terisak.
“Kyuhyun pun masih memantau kegiatan adikmu chagi-ah.”
Yoona melepas pelukannya dan menatap Donghae dengan mata berairnya, “Apa kita menyusahkannya Oppa. Sudah hampir 3 minggu.”
“Aniyo, sepertinya ia menikmatinya.” ucapnya tersenyum.
“Maksudmu Oppa?”
“Kyuhyun adalah tipe orang yang tidak mudah menyerah dalam segala hal. Jika sesuatu hal membuatnya sulit ia akan bercerita padaku. Namun ketika ia memantau adikmu, hampir setiap hari ia melaporkannya padaku dan terlihat kalau ia sangat menikmati pekerjaan sampingannya itu.”
“Apa dia laki – laki yang baik Oppa?”
“Tentu saja. Dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri.” ucapnya sambil tersenyum. “Bagaimana nanti setelah adikmu lulus, kita jodohkan saja mereka berdua.” ucapnya sambil nyengir (?).
“Mwo?” Yoona terkejut.
***

Sulli memanyunkan bibirnya, menunggu seseorang yang telah lama dihubunginya beberapa menit lalu. Ia kelihatan bosan dan sedikit gelisah, “Yak! Seohyun-ah kemana dia? Lama sekali.” berkali – kali ia mengucapkan kata yang sama dan sesekali melihat jam ditangannya.
Dari kejauhan ia Seohyun telah melihat Sulli tengah duduk sendirian, “Sulli-ah!” serunya meneriaki Sulli.
Sulli menoleh kesumber suara, “Ah, akhirnya dia datang.” ia melambai – lambaikan tangannya kearah Seohyun dan Seohyunpun membalas.
“Mian, kalau aku lama datangnya ya. Hehehe.” ucap Seohyun ketika sudah berhadapan dengan Sulli.
“Yak, kau memang selalu seperti itu.” jawab Sulli berlagak marah, “Eh, Seo-ah. Bagaimana kabarmu?”
“Hmmm. Baik – baik saja. Bukankah harusnya aku yang mengatakan hal itu padamu.”
“Apa maksudmu?”
“Kudengar anak – anak kampus tengah membicarakan Minho dengan Kristal.” ucap Seohyun sambil merogoh sesuatu ditasnya.
Kedua mata Sulli membelakak dan membulat sempurna, “Kau sudah mengetahuinya juga?”
Seohyun mengangguk, “Bagaimana perasaanmu? Jangan bilang kau patah hati.” goda Seohyun.
“Yak! Seo Joo Hyun! Jangan menggodaku!” seru Sulli merasa terpojok karena Seohyun tau betul keadaan hatinya saat ini. “Aku ingin  bertemu denganmu bukan untuk membahas masalah ini.” alihnya.
Seohyun menatap Sulli, “Ah, membahas apa?”
“Beberapa minggu lagi aku akan sidang Seo-ah. Ada satu nilai mata kuliahku yang dibawah rata – rata. Kau tau kan aku sangat lemah di mata kuliah ekonomi. Kau bisa bantu mengajariku?” mohon Sulli dengan puply eyesnya.
Seohyun nampak berpikir, “Hmmm.. bagaimana ya?” ucapnya sambil melirik menggoda Sulli.
“Yak! Lagi – lagi kau menggodaku. Tidak lucu Seo-ah.” ucapnya yang sadar tengah digoda Seohyun. Seohyun hanya terkekeh geli.
“Ne ne. Aku akan membantumu sebisaku. Aku hanya punya waktu lowong dihari minggu. Kalau kau mau kerumahku saja.” tawar Seohyun.
“Benarkah, ah.. kau memang sahabat terbaikku Seo-ah.” ucapnya kegirangan hingga memeluk Seohyun tiba – tiba. Seohyun hanya bisa menerima pelukan itu dengan terkekeh geli.

“Kau mengajakku ketempat ini untuk apa Sulli-ah?” tanya Seohyun lagi kesekian kalinya ia bertanya pada Sulli, Sulli hanya tersenyum. Seohyun memanyunkan bibirnya, pasalnya ia diajak mengunjungi sebuah kantor ternama di Seoul.
“Pernah kah aku mengatakan padamu, kalau kau akan kukenalkan kepada kakakku.”
“Hah? Kakakmu? Bukankah kau sempat berpisah dengannya?”
“Ne. Tapi sekarang kakakku tinggal didaerah yang sama denganku.” jawabnya.
“Dan dia bekerja ditempat ini. Bukankah seperti itu Sulli-ah?”
“Ne.” ucapnya sambil tersenyum lebar.
“Dan kenapa kau tidak tinggal bersamanya atau kenapa dia tidak tinggal bersamamu.”
“Ayah kami mengatakan kalau kami harus tinggal berpisah untuk menanamkan jiwa kemandirian, ketika satu sama lain hidup sendiri disitu akan mengerti bagaimana kita harus mengerti kondisi atau keadaan orang lain.” jelasnya. Seohyun hanya mengangguk – angguk.
“Sulli-ah!” teriak seorang Yeoja cantik berpakaian rapi selayaknya orang kantoran, terlihat anggun dengan mengenakan setelan blazer dengan warna soft yang berbeda. Tengah melambai – lambaikan tangannya kearah Sulli.
Sulli menengok dan senyumnya merekah, “Sooyoung eouni!” teriaknya dan berlari kearah Sooyoung. Ya Sooyoung dan Sulli adalah saudara kandung yang sengaja hidup terpisah oleh kedua orang tuanya.
Seohyun sedikit terkejut dengan tingkah Sulli, “Yak Sulli-ah, tidak usah berlari. Haaissshh..”
“Bogoshipoyo Eouni.” ucap Sulli memeluk Sooyoung.
“Ne, Nado bogoshipo.” jawab Sooyoung tersenyum, sekilas ia melihat keberadaan Seohyun. “Ini temanmu Sulli-ah?”
Sulli melepaskan pelukannya dan sadar bahwa ia kesini tidak sendiri, “Ah iya Eouni, perkenalkan ini sahabatku Seo Joo Hyun.”
“Anneyong, panggil saja aku Seohyun.”
“Ah, Anneyong. Aku Choi Sooyoung. Kakak dari Choi Sulli.” sapanya ramah.
“Eouni jadi semakin cantik ya.” puji Sulli.
Sooyoung tersenyum lebar, “Kau juga semakin imut.”
“Imut apanya, aku malah akan mengejarmu. Lihatlah aku sudah tinggi kan?” protesnya.
Seohyun terkekeh geli. “Tapi yang jelas kau kalah cantik dengan eounimu Sulli-ah.”
“Yak! Seo-ah, jangan begitu padaku.” protesnya lagi.
“Sudahlah, Sulli dan Seohyun. Ikutlah denganku, kita makan dikantin saja.” ajak Sooyoung dan diikuti oleh mereka berdua.
Sambil bersenda gurau mereka bertiga berjalan dan tanpa sadar atasan dari Sooyoung berjalan kearah berlawanan dan akan melewati mereka. Namja itu berjalan sambil menghubungi seseorang, ia terlihat sibuk. Seohyunpun tengah tertawa bersama Sulli.
Sooyoung sadar kalau Cho Kyuhyun berjalan kearahnya dan ia memberikan isyarat pada Sulli dan Seohyun untuk berhenti bercanda, “Sullia-ah Seo-ah, diamlah.”
“Siang Sekertaris Cho.” sapanya sambil membukuk sedikit diikuti dengan Sulli dan Seohyun dibelakangnya.
“Ah, siang Nona Choi.” jawabnya.
Mereka kembali menegakkan badannya. Seohyun terkejut melihat namja didepannya begitupun namja itu yang melihat Seohyun. “KAU!” seru Seohyun menatap tajam Kyuhyun.

Kyuhyun hanya terdiam dingin menatap Seohyun dihadapannya, namun degup jantungnya berdetak cepat. Dan kedua kakak beradik itu hanya menatap satu sama lain, ketika Seohyun memanggil namja itu dengan penuh amarah.

***
Tbc

Rabu, 08 Juli 2015

CERBUNG : Best Friend Or Boy Friend Chapter 1

BEST FRIEND OR BOY FRIEND

CHAPTER 1

***
“Daya!! awas dibelakangmu!!” seorang siswa berteriak dari kejauhan ketika melihat sebuah bola sepak mengarah kearah gadis itu.
Gadis itu menyadari dirinya terpanggil, ketika ia menoleh kesumber suara tiba – tiba. 'Bugh' tepat sasaran mengenai belakang kepalanya. Gadis itu pingsang seketika, “Daya!” teriak siswa itu lagi dan segera berlari menghampirinya.

Siswa laki – laki memandang paras gadis yang terkena lemparan tadi, suram – suram penglihatan gadis itu menangkap sebuah bayangan yang berada tepat didepan wajahnya. “Kamu siapa?” ucapnya pelan.
“Ah, perkenalkan aku Azfar.” jawabnya dengan ramah, “Apa kamu baik – baik saja?” tanyanya khawatir.
Gadis yang dipanggil Daya itu mencoba untuk bangun dari tidurnya dengan bantuan dari Azfar akhirnya ia bisa duduk ditempat tidurnya, “Sedikit pusing.” sambil memijat dahinya. Sesaat kemudian ia tersadar akan orang baru yang dikenalnya berada disampingnya dan terus menatapnya, “Kamu tidak usah mengkhawatirkan aku.” ucapnya dengan wajah datar.
Azfar menunduk, “Maaf ya, bola itu aku yang tendang.”
“Tidak apa kok, nih sudah sembuh.” jawabnya sambil mencoba tersenyum.
Azfar menatap Daya lagi, “Benarkah?”
Yang ditanya hanya menganggukkan kepala.

***
“Jadi kamu yang menendang bola itu kearahnya.” kata Yasmin, berjalan disamping Azfar yang sedang membawa setumpuk buku anak – anak dikelasnya menuju ruang Guru, sedangkan dirinya membawa setengahnya. Mereka berdua adalah ketua kelas dan wakil ketua kelas yang ditugaskan oleh gurunya saat itu.
“Ya begitulah.”
“Apa dia baik – baik saja?”
“Kurasa begitu. Dia bilang tidak apa – apa.”
“Syukurlah kalau begitu, jadi kamu tidak berurusan dengan dirinya lagi.”
“Apa maksudmu?”
“Kamu tidak tau ya? Dia itu banyak yang suka. Kalau ada laki – laki yang berdekatan dengannya bisa – bisa dihajar.”
“Kamu bercanda kan? Memangnya dia siapa?”
“Hah.. kamu ini benar – benar deh!” eluhnya. “Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Fahri, mantan penggemar gadis itu.” ucapnya sembari menaruh buku di meja Guru.
Azfar terdiam, dia tidak begitu paham dengan apa yang dikatakan oleh Yasmin. “Aku tidak peduli.” ucapnya sambil berlalu.
Yasmin menghela nafas, “Kamu ini kenapa sih?”
“Aku tidak apa – apa.”
“Kamu suka sama dia ya?”
“Hmmm aku tidak tau.”
“Kamu ini aneh!” serunya sambil melipat kedua tangan didepan dadanya.
“Aku hanya terpesona melihat wajahnya saat itu.” jawabnya sambil berjalan menunduk.
“Hah! Terpesona? Lucu sekali.” Yasmin terkekeh  geli.
“Hei, apa ada yang salah dengan ucapanku?” tanyanya cemberut.
“Orang sepertimu yang ku kenal sejak kecil bersikap seperti ini, sungguh lucu.” ungkapnya sambil tertawa.
“Dia berbeda.”
“Hmm?”
“Sudahlah kamu tidak akan tau maksudku!” serunya sambil berlalu meninggalkan Yasmin.
“Hei!!! Azfar!!” seru Yasmin kesal.
***
Daya berjalan sendirian selepas bel sekolah, dia gadis manis yang suka menyendiri. Banyak siswa laki – laki mengaguminya, namun semuanya ditolak dengan bahasa yang halus tentunya. Dikarenakan dikenal sebagai gadis pendiam yang lemah lembut, banyak fans yang anti terhadap laki – laki yang mencoba mendapatkan dirinya. Bagi penggemarnya dia berhak dimiliki oleh semua orang, karena dia tidak bisa memilih pada setiap laki – laki yang menembaknya.
Tatapan kosongnya menemani setiap langkah kakinya, “Kenapa?” tanyanya dalam hati.
“Kenapa banyak laki – laki menyukaiku, bahkan mereka tega membuat teman – teman wanitaku membenciku. Hanya karena aku!” protesnya dalam hati.
“Kau yang bernama Daya ya?” tanya seorang gadis yang tak lain adalah Yasmin, teman sekelas Azfar. Dia tidak sengaja bertemu dengan Daya ketika ia keluar dari mini market.
Daya menghentikan langkahnya dan menatap Yasmin, “Iya, kamu siapa?”
“Perkenalkan aku Yasmin, anak kelas 3A IPA. Kamu Daya anak pindahan tahun lalu dari SMA di Surabaya kan?” tanyanya sambil tersenyum.
“Benar. Ada perlu apa?”
“Hehehe tidak ada apa – apa sih. Aku hanya tak sengaja melihatmu berjalan kaki.”
“Oh begitu ya.”
“Tadi aku habis dari mini market diseberang jalan sana.” ucapnya sambil menunjukkan letak mini market tersebut.
Daya tidak menghiraukan ucapan Yasmin, hingga ia tersadar ucapannya tidak didengar dan ditinggalkan oleh Daya begitu saja. “Eh, Hei tunggu!” serunya sambil menghampiri Daya.
“Ada apa?” tanya Daya yang masih terus melangkahkan kakinya.
“Kenapa kamu berjalan kaki? Tidak naik bus?” tanya Yasmin sambil meminum minumannya.
“Rumahku dekat dari sini.” jawabnya datar.
Yasmin mengangguk – angguk. “Mau ini?” Yasmin menyodorkan sekotak minuman kepada Daya.
Daya melihat sekilas, “Tidak terima kasih.”
Yasmin memanyunkan bibirnya dan menaruh minuman itu kedalam kantung plastik.
“Kenapa kamu menyapaku?” tanya datarnya.
“Eh.” Yasmin kaget mendengar ucapan itu, “Memangnya kenapa?”
“Hm” senyum smirk Daya terlihat dibibir kanannya, dia menunduk. “Biasanya mereka tidak ada yang mau bicara padaku.”
“Eh, mereka siapa?” Yasmin belum begitu paham rupanya dengan apa yang dimaksud oleh Daya.
“Siapa lagi jika bukan siswi disekolah dan dikelasku.”
“Loh, memangnya kenapa. Kita semua ini kan teman.”
Daya menghentikan langkahnya disusul dengan Yasmin melihat aneh kearah Daya.
“Teman ya? Aku sudah lupa mempunyai teman dan bagaimana rasanya berteman.” ucapnya terdengar sedih.
“Daya apa kamu tidak apa – apa?” Yasmin merasa khawatir melihat bahu Daya naik turun dan sejak tadi menundukkan kepala.
“Hiks hiks hiks.”
“Hei, jangan menangis.” ucapnya sambil memeluk tubuh Daya yang bergetar. Daya yang dirasa dipeluk oleh Yasmin itu terkejut, baru kali ini setelah bertahun – tahun ia tak merasakan dipeluk oleh seorang teman. “Jangan menangis.” ucap Yasmin lagi sambil merenggangkan pelukannya, “Aku akan jadi temanmu tenang saja. Setiap istirahat aku akan kekelasmu untuk mengajakmu kekantin. Oke?”
Kedua mata Daya masih ada air mata yang menggenang disana, “Kamu tidak membenciku?”
“Apa yang kamu katakan, siapa yang membencimu? Aku? Tidak mungkin aku membencimu. Kita kan baru saja kenal.” ucapnya.
“Tapi kenapa disekolah bahkan teman satu kelasku membenciku? Mereka tidak ada yang mau berteman denganku?”
“Hah, mereka itu hanya iri padamu. Kamu ini kan manis dan cantik, siapapun laki – laki yang melihatmu pasti tertarik, jadi wajar mereka yang tidak punya rasa percaya diri merasa rendah dihadapanmu dan itu menjadi rasa tidak suka kepadamu.” jelasnya sambil tersenyum. “Benar yah apa yang diucapkan Azfar kemarin, pantas saja dia terpesona melihat Daya.” gumamnya dalam hati.
“Jadi kamu tidak membenciku?”
“Hah? Memangnya kamu siapa yang pantas aku benci. Kamu kan bukan artis terkenal dan kamu ini orang biasa – biasa saja kan!” serunya bertulak pinggang dengan bibirnya yang mengerucut dihadapan Daya.
Perlahan tapi pasti senyum dibibir Daya terlihat, “Kamu ini lucu ya.” ucapnya sambil terkekeh.
“Eh, lucu? Apanya yang lucu?” tanyanya aneh.
“Iya kamu yang lucu, dengan percaya diri yang tinggi kamu mengatakan itu semua padaku. Aku seperti mendapat semangat lagi.” ungkapnya sambil tersenyum.
“Dia kalau tersenyum makin manis yah?” gumam Yasmin dalam hati. “Eh.. hehehe memang iya ya? Aku ini agak tomboy, penampilanku saja yang terlihat feminim tapi sikap dan perkataanku seperti anak laki – laki.” jelasnya diselingin dengan tertawa.
Daya terkekeh geli dan sesaat berhenti, “Terima kasih ya.”
“Eh? Untuk apa?”
“Mau jadi temanku.”
“Oh yang itu, hehe tentu saja. Semua orang berhak punya teman.” jawabnya sambil nyengir (?). “Baiklah ayo kita lanjutkan perjalanan kita.” ajak Yasmin mengandeng lengan Daya, Daya yang terlihat syok dengan gerakan tiba – tiba Yasmin hanya bisa mengikutinya.
“Eh iya, pelan – pelan ya.” ucap Daya. Dan keduanya tersenyum, sejak saat itu Daya telah memiliki teman.
***
Seminggu kemudian,
“Azfar oper bolanya!” seru salah satu pemain bola tersebut. Azfar masih fokus pada bola yang digiringnya, menikuk setiap perlawanan musuh dengan gesit ia memainkan bola itu dengan kelincahan kakinya mengoper kearah temannya.
“Ambil ini!” teriaknya, peluh yang mengucur didahinya tak mengurangi semangat bermainnya.
'GGGOOOOOLLLLLL' seru pengamat pertandingan saat bolah yang dioper Azfar kepada temannya sukses memasuki gawang lawan. Skor 2 – 0 telah diraih oleh sekolahnya, tim Azfar menang dalam pertandingan antar sekolah kali ini. Semua bersorak – sorak akan kemenangan tim sekolahnya, tim sepak bola yang menjadi andalan disekolah tersebut.
“Wooooohhhh hebat! Hebat! Hebat!” teriak Yasmin dengan semangat dari kursi penonton, disampingnya Daya menyeruput kotak minumannya dengan santai. Dia tidak terlalu menyukai olahraga.
“Daya kamu lihat, tim sepak bola disekolah kita menang. Yey....” girangnya, yang diajak bicara hanya terpaku pada seseorang yang pernah dikenalnya. “Hey, kamu melihat apa sih?” Yasmin duduk kembali disamping Daya.
“Eh, aku? Tidak melihat apa – apa.” jawabnya datar.
“Oh.. oke karena tim sekolah kita menang. Maka aku akan dapat traktiran gratis darinya.” semangat Yasmin berapi – api, “Inilah saatnya aku membalas dendamku padanya.”
Daya melihat tingkah Yasmin aneh. Seakan diperhatikan Yasmin tersadar akan tingkahnya yang konyol itu, “Hehe, aku hanya menagih hakku saja. Aku punya teman, sejak kecil aku dan dia sudah berteman. Dia suka sekali membuat permainan – permainan konyol yang hasilnya siapa yang memenangkan permainan itu, dia mendapatkan traktiran dari yang kalah. Dan sampai detik ini aku yang selalu kalah.” jelasnya panjang lebar dengan lesu. “Tapi kali ini aku yang menang. Hahahaha” sekejap sikap Yasmin berubah dari lesu menjadi berapi – api.
Flash Back On
“Tidak bisa, aku pilih kalau tim sekolah kita yang menang!” teriak Yasmin dihadapan Azfar.
“Mana bisa begitu, aku yang pilih pilihan itu.” Paksa Azfar.
“Tidak, aku yang pilih menang.” Yasmin tidak mau menyerah.
“Hei, kamu ini keras kepala yah! Aku pilih yang menang berarti menang!”
'Tuk' sebuah buku tepat mendarat dikepala Azfar. Azfar terlihat mengelus – elus kepalanya itu, selain itu Yasmin terlihat marah sekali.
“Aku yang pilih menang dan kamu yang pilih kalah atau kamu mau mati ditanganku??” ancam Yasmin dengan wajahnya yang sudah merah padam dan terlihat seperti monster.
Satu kelas yang melihat keadaan itupun perlahan bergerak mundur keluar dari kelas. Termasuk dengan Azfar yang terlihat meringkuk takut dengan tatapan Yasmin.
“Oke aku pilih kalah saja.” ucapnya menyerah takut.
Seketika wajah Yasmin berubah menjadi normal, “Kalau begitu ayo kita buat kesepakatan hal apa yang harus kamu bayarkan untukku.” ucapnya sambil merangkul Azfar yang masih terlihat takut.
Flash Back Off
***
Azfar dan tim sepak bolanya terlihat bersenda gurau sesaat dari pertandingan tadi.
“Hei, Azfar!” seru Yasmin dari kejauhan dengan wajahnya yang ceria diikuti dibelakangnya ada Daya yang menemaninya.
Azfar menoleh kesumber suara, dia terteguh bukan dengan kedatangan teman kecilnya itu tapi dengan orang yang ada dibelakang Yasmin, “Daya?” ucapnya. Sayup sayup terdengar oleh salah satu teman satu timnya itu, diapun melihat kearah datangnya Yasmin.
“Itu ada Daya!” serunya. Siswa berambut cepak yang sempat mendengar ucapan Azfar. Seketika sekumpulan tim sepak bola itu menoleh kearah yang ditunjuk siswa tadi.
“Wah iya benar.”
“Eh ada apa ya? Kok dia kesini sih?”
“Aduh kok aku jadi deg degan ya..”
Azfar menghela nafasnya kasar melihat tingkah autis teman – temannya itu, dengan sikap tenangnya dia menghampiri Yasmin dan tanpa sadar ia diikuti sekelompok tim sepak bola itu berjalan dibelakangnya.
Yasmin menghentikan langkahnya, senyumnya berubah masam perihal melihat tingkah konyol tim sepak bola itu. Dia tersadar dan menoleh kebelakang, “Ini pasti karenamu Daya.” bisiknya. Daya terdiam dan tak mengerti apa yang dimaksud Yasmin, karena sejak tadi ia berjalan sambil memainkan game di ponselnya. “Lihat kesana.” tunjuk Yasmin.
“EH?” ekspresi wajah Daya berubah seketika, matanya membulat sempurna. Bukan, bukan karena sekelompok para siswa laki – laki dengan tampang mesumnya menghampiri keberadaan mereka. Tapi karena senyuman dari anak laki – laki yang membuatnya pingsan sekaligus menolongnya membawa ke ruang UKS.
“Hai.” ucap Azfar sambil tersenyum.
“Wuekk.” jawab Yasmin dengan ekspresi menjijikan, “Sejak kapan kamu bertingkah sok manis seperti itu!” protes Yasmin. Secepat kilat Azfar menatap tajam Yasmin yang berada di samping Daya.
“Daya ada apa menghampiri kami?”
“Mau memberi selamat ya atas kemenangan tim kami?”
“Perhatian sekali ya Daya. Tidak kami sangka kamu ini baik dan peduli dengan tim kita ya.”
Bertubi – tubi pertanyaan dilontarkan oleh penggemar Daya itu sampai – sampai Azfar dan Yasmin disingkirkan begitu saja dari hadapan Daya, alhasil Daya berada ditengah – tengah mereka dan terlihat kebingungan.
“Miiiinnggggiiiirrrr!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriak Yasmin mengusir para siswa itu dari hadapan Daya dengan tingkah laki – lakinya. Semuanya takut melihat ekspresi seramnya dan mundur teratur dari hadapannya. “Kalian ini tidak tau ya? Aku dan Daya kesini bukan untuk memberi selamat pada kalian! Daya hanya menemaniku tau!” seru Yasmin. “Sekarang pergi dari sini. Cepaatttt!!!!!” teriak Yasmin mengusir mereka semua dan semuanya kabur dari tempat itu.
“Ada macan ngamuk, kaaabuurrr!!!!!”
Daya hanya tercengang dengan sikap Yasmin yang kelihatan maskulin itu, termasuk dengan Azfar yang masih terdiam ditempat dan menghela nafasnya lagi.
“Kamu ini jadi wanita jangan kasar – kasar begitu. Nanti banyak laki – laki yang tidak berminat padamu tau!” protes Azfar menggelengkan kepalanya.
Yasmin menatap tajam Azfar yang tidak membelanya sama sekali itu, “Kamu ini...errrghhh”
'Tuk' kepala tangan kanan Yasmin sukses mendarat dikepala Azfar, “Jangan sok bicara begitu!” kesal Yasmin. Daya yang melihat tingkah mereka berdua, menangkup wajahnya dengan telapak tangannya.
“Ish! Kamu ini seenak – enaknya saja memukul kepala orang!” kesal Azfar.
“Itu pantas untukmu yang sok!” keduanya memasang tatapan 'you want die'.
“Hei, sudahlah jangan bertengkar.” lerai Daya dengan nada lembut. Keduanya menoleh kesumber suara dan seketika mereka masing membuang muka.
“Yasmin kamu tidak perlu seperti itu kalau berniat melindungiku. Aku jadi tidak enak.” ucap Daya melihat Yasmin sendu. Azfar yang disampingnya hanya dapat melirik sekilas.
“Eh, tidak kok. Tidak apa – apa. Mereka saja yang tidak sopan.” jawab Yasmin berubah sikap menjadi manis dihadapan Daya.
“Iya tapi tidak usah seperti itu, kasihan kamu nanti.”
“Eh tidak apa – apa kok. Kita kan teman jadi harus saling melindungi.”
“Eh? Kok mereka bisa berteman?” tanya Azfar dalam hati, merasa ingin tau. “Kamu sudah kenal dengan Daya?” tanyanya pada Yasmin.
“Sudah dong, sejak seminggu lalu kami sudah berteman.” ucapnya tersenyum.
“Kok bisa? Kenal dimana?”
“Mau tau saja.” jawabnya sambil memanyunkan bibirnya, Daya yang melihat tingkah Yasmin terkekeh geli. “Sudahlah, aku kesini mau tagih janjimu!”
“Hm? Janji?”
“Janji mentraktir pemenang taruhan.”
“Oh yang itu. Huft! Baiklah pulang sekolah aku traktir kamu.” jawabnya pasrah, jika tidak Yasmin akan mengamuk lagi seperti dikelas seminggu yang lalu.
“Eh, tapi bukan cuma aku yang harus kamu traktir tapi juga dia harus ditraktir.” ucap Yasmin sambil memegang bahu Daya.
“Eh tidak usah. Aku tidak ikutan.” sela Daya tak enak. Azfar yang memandang wajahnya.
“Tidak bisa begitu, karena kamu adalah temanku maka kamu juga temannya Azfar.” jelas Yasmin sedikit memaksa. “Oh iya aku belum kenalkan ya, Daya ini temanku sejak kecil dari SD, SMP bahkan SMA dia selalu mengikutiku terus. Anak yang menyebalkan ini namanya Azfar, dia sekelas denganku.”
“Kalau mau memperkenalkan seseorang jangan membawa – bawa perkataan yang aneh – aneh!” gerutunya kesal.
“Aku sudah mengenalnya kok.” jawab Daya.
“Eh sudah kenal?” tanya Yasmin bingung. “Kalian sudah bertemu sebelumnya ya? Aku kira cuma Azfar saja yang kenal kamu. Kamu tidak kenal dia.” sambil menunjuk ke muka Azfar.
Daya tersenyum, “Dia yang menendang bola kearahku sekaligus membawa aku yang pingsan ke ruang UKS.”
“Hehehe” Azfar menggaruk – garuk tengkuk belakang kepalanya.
“Oh begitu ya, hehe. Aku kira dia bohong kalau dia terpe...” belum selesai bicara mulut Yasmin sudah dibungkam oleh kedua tangan Azfar.
“Hehe, yasudah hari sudah sore. Bagaimana kalau kita langsung pulang saja.” ajak Azfar masih membungkan mulut Yasmin dan Yasmin terlihat meronta – ronta ingin dilepas.
“Hmm.. baiklah.” jawab Daya.
***

Selasa, 07 Juli 2015

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 5



IDOL SCHOOL

Chapter 5

Genre : School life, Romance, Comedy

Happy Reading ^^

***************_____________*************
Cuaca terlihat cerah hari ini, langit nan biru dan semilir angin berhembus menerpa tirai jendela kamarnya, terdengar kicauan burung – burung yang berterbangan dilangit. Segenggam kebahagian hinggap dihati Rissa hari ini, senyumnya terus terhias dibibirnya sejak bangun pagi.
“Jantungku kok berdetak kencang sekali ya?” tanyanya, kemudian ia bercermin dan segera bersiap diri. Hari ini ia akan berjalan – jalan ke pusat kota dengan laki – laki pujaannya.

At Home Town,
Rissa berjalan menunduk sejak tadi, ia menahan panas tubuhnya. Keringat dingin tengah mengucur di dahi kirinya. Entah apa yang ia rasakan saat ini berjalan berdua dengan laki – laki pujaannya dan hal ini tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Terlihat disampingnya Renal sangat santai berjalan – jalan dipusat kota melihat – lihat koleksi – koleksi penjaja pasar tersebut.
Renal berhenti tepat dikedai eskrim dan Rissa yang tepat disampingnya ikut berhenti, “Kamu mau masuk kedalam? Cuacanya terlalu cerah hari ini.” tanya Renal kepada Rissa, sedetik kemudian ia terkejut melihat wajah Rissa yang begitu merah. “Kamu baik – baik saja? Wajahmu memerah.” tanyanya mulai panik dan tak sengaja ia memegang kedua bahu Rissa.
'Deg' jantung Rissa terasa berhenti dan ia menundukkan kepalanya lebih, “Aaaa...kuu tidak apa – apa kok.”
“Kenapa kamu menunduk seperti itu?” cecarnya lagi tanpa melepaskan tangannya.
“Aaa...nuuuu... aku tidak bisa... bernafas...” jawabnya terbata – bata.
Sontak Renal melepaskan tangannya dari bahu Rissa, “Eh, kamu sedang sakit? Atau kamu punya penyakit Asma?” ucapnya nampak khawatir, kemudian ia berjongkok dihadapan Rissa. Ia hanya ingin memastikan Rissa tidak apa – apa.
Rissa terkejut akan sikap Renal, spontan ia menegakkan kepalanya kembali. Renal hanya mengernyitkan dahinya dan kemudian bangkit menatap Rissa, “Kamu ini kenapa sih?”
Rissa menggelengkan kepalanya dan ia langsung masuk ke kedai Es krim tersebut. Renal yang melihat tingkah Rissa sedikit aneh, “Tadi dia baik – baik saja, tiba – tiba wajahnya memerah dan bilang tidak bisa bernafas. Sekarang tiba – tiba ia masuk kedalam. Gadis aneh” ungkapnya sembari ikut masuk kedalam kedai eskrim.

“Aku pesan Eskrim strawberry dengan choco chip ya Mba.” pesan Rissa kepada waiters.
“Kalau saya pesan banana split saja 1 ya.” ucap Renal yang kemudian menutup buku menunya.
“Tunggu sebentar ya, pesanannya akan kami antar.” ucap pelayan itu kemudian berlalu.
Rissa dan Renal hanya mengangguk tersenyum. Setelah sepeninggalan pelayan kedai tersebut, Rissa menjadi diam dan terlihat kaku.
“Hey Rissa, kamu ini baik – baik saja kan?” tanya Renal sambil memajukan wajahnya kearah Rissa.
Sontak Rissa memundurkan wajahnya dan memalingkannya kearah luar jendela, “Aku tidak apa – apa. Maaf ya.”
Renal menghela nafasnya pelan dan melipat kedua tangannya tepat didepan dadanya, “Kamu ini aneh.” celetuknya.
“Hehehe, maaf ya.” ucap Rissa terkekeh tanpa melihat kearah Renal.
Setelah percakapan kecil itu, pelayan datang dan membawakan pesanan mereka berdua.

Selang beberapa menit kemudian,
Waktu dikedai itu mereka lalui dengan kesunyian, terhanyut dalam pikiran masing – masing sambil menyantap eskrim pesanannya. Sesekali Renal mencuri pandang kearah Rissa, ia melihat tingkah Rissa yang lucu saat memakan eskrim, Renal tersenyum kecil saat itu.
“Hey, ada sisa eskrim dibibirmu.” ucap Renal yang telah selesai menyantap eskrimnya.
Saat mendengar ucapannya itu, Rissa langsung mengambil tissue dihadapannya dan mengelap bibirnya.
“Masih ada, disini.” ucap Renal memberikan arahan melalui telunjuk dan bibirnya.
Namun karena Rissa salah tanggap, yang seharusnya dibibir sebelah kanan justru yang dibersihkan dibibir sebelah kiri, “Sudah?” ucapnya.
“Ckck” decak Renal, kemudian ibu jarinya mencoba membersihkan sisa eskrim dibibir sebelah kanan Rissa. “Disebelah kanan bukan kiri. Sekarang sudah bersih.”
Rissa mematung akibat gerakan ibu jari Renal menyentuh bibirnya, “Te..ri..ma..ka..sih..” ucapnya terbata. Renal membalasnya dengan tersenyum.
“Ayo, kita mencari komik.” Renal bangkit dari kursinya menuju kasir dan membayar pesanannya disana.
“Terima kasih ya.” ucap Rissa tersenyum, kali ini ia sudah terlalu gugup lagi.
“Untuk?”
“Eskrim gratisnya.” ucap Rissa nyengir (?).
“Oh, iya.” Renal berlalu keluar kedai tersebut dan berjalan menuju tempat penjualan komik. Dan Rissa mengikutinya dari belakang.

Rissa tersenyum melihat sekeliling tempat itu, banyak benda – benda unik yang menarik matanya, ingin rasanya ia mampir tapi apa daya yang diikutinya terus berjalan lurus dan tak ada niat untuk mampir.
“Disana.” ucap Renal menghentikan langkahnya. Rissapun berhenti dibelakangnya.
Kedua mata Rissa melebar sempurna, “Woooaaahhhhh... banyak sekali komiknya... aahhhh” Rissa segera berlari menuju tempat itu tanpa memperdulikan Renal yang ditinggalkannya dibelakang.
“Hey.” panggil Renal.
“Waahhh banyak yah. Aku mau beli yang ini, yang itu, yang ini juga, ahh yang itu juga.” histerisnya. Komik adalah benda terfavoritnya sejak kecil, baginya komik adalah sebagian hidupnya.
“Hey, Rissa.” ucap Renal menepuk bahu belakang Rissa.
Rissa menoleh masih dengan wajah cerianya, sekilas Renal terpesona dengan wajah ceria Rissa. “Ada apa?” tanya Rissa.
“Ah, tidak. Kamu sudah memilih komik mana yang kamu ingin beli?” tanyanya mengalihkan pandangannya kearah tumpukan komik itu.
“Segini.” Rissa menunjukkan tumpukan komik yang sudah bertengger dipelukannya.
“Hah?!” Renal terkejut, “Banyak sekali?”
Rissa hanya memberikan cengirannya dan berlalu pergi dari hadapan Renal.
“Anak itu? Benar – benar aneh.” ucapnya sembari mengikuti Rissa pergi.
Renal memilih komik mana yang akan ia beli, tak sembarangan pilih seperti Rissa. Ia memeriksa sinopsisnya terlebih dahulu apakah menarik untuk dibaca atau tidak.
“Renal, bisa bantu aku?” ucap Rissa berdiri dibelakang Renal dengan setumpuk komik yang menutup wajahnya itu.
Renal menoleh kebelakang, “Hah! Ya ampun Rissa. Bisa – bisanya kamu ambil komik sebanyak ini!” seru Renal protes sembari mengambil setengah dari tumpukan komik yang dibawa Rissa. “Kamu ini mau beli berapa banyak?”
“Sebenarnya aku ingin beli semuanya. Hehehe.” polosnya kemudian ia melangkahkan kakinya menuju tempat pembayaran.
“Huft..” Renal menghela nafasnya lagi dan kembali menghampiri Rissa.
Menjelang Sore,
“Tak terasa ya hari sudah sore.” ucap Rissa berjalan riang didepan Renal dengan sekantung plastik sedang berisi komik yang dibelinya hari ini.
Dibelakangnya Renal berjalan tengah terengah – engah membawa beberapa kantung plastik agak besar berisi komik yang dibeli Rissa, tidak mungkin baginya jika Rissa yang membawa itu semua.
Rissa merasa aneh, kenapa terasa jarak berjalan dengan Renal terlalu jauh. Ia menoleh kebelakang dan, “Hah, Renall...” ia berlari menghampiri Renal yang saat itu berjongkok lelah.
“Kamu tidak apa - apa?” tanya Rissa saat tepat dihadapan Renal.
Sinar matahari tenggelam menerpa sebagian wajah Rissa, kali ini lagi Renal terpesona dengan kilauan diwajah Rissa, “Ah, aku tidak apa – apa.” ucapnya sembari bangkit dan berdiri tegak.
“Kalau begitu aku saja yang bawa belanjaannya, kan itu juga punyaku.” ucapnya polos.
“Ah, tidak usah, aku saja yang bawa. Kamu ini kan perempuan, ini lumayan berat.” jawabnya sambil berlalu mendahului Rissa. Rissa terdiam dan segera melanjutkan perjalananya.
“Kelihatannya kamu lelah, bagi dua denganku saja ya?” tawar Rissa saat ini menyeimbangi jalan disamping Renal.
“Tidak usah.” ucap Renal, setengah mati ia menahan kantung plastik ini.
“Bagi dualah denganku.” bujuk Rissa yang khawatir melihat wajah Renal bercucuran keringat.
“Sudah kubilang tidak usah. Aku bisa mengantarkan ini sampai kerumahmu.”
“Eh tapi...”
“Sudahlah, aku sedang fokus mengangkat kantung ini.”
“Eh...”
Dan berlalu dengan percakapan – percakapan kecil yang tidak begitu penting hingga tiba dirumah Rissa.

***

At Home Yuko,
“Yuko, liburan sekolah tahun ini kamu ingin pergi kemana?” tanya Ibunya ketika mereka tengah makan malam bersama.
“Hmmm...” Yuko masih mengunyah makanannya.
“Ke Jepang lagi?” tanya kakaknya yang duduk disampingya, Maruka.
Yuko menggelengkan kepalanya, “Aku malas bertemu ayah disana.”
“Yuko, tidak baik berkata seperti itu.” ucap sang Ibu.
“Memang benar kenyataannya Bu. Ayah meninggalkan kita disini dengan alasan banyak pekerjaan disana.” jawabnya enteng.
“Ah.. masih dendam ya.” sela Maruka.
“Seperti biasanya Kakak selalu menyindirku seperti itu!” seru Yuko menatap sinis Maruka.
Maruka terlihat biasa saja dengan menyantap masakan Ibunya itu, “Kau ini terlalu terbawa emosi.”
“Iiihhhh...” Yuko kesal melihat tingkah kakaknya itu.
“Sudah sudah, Maruka cukup jangan membuat adikmu marah.” lerai Ibunya.
“Ibu selalu membelanya.” jawab Maruka cuek.
“Bukan begitu.” bela Ibunya.
Prak, “Aku sudah selesai makan, aku mau tidur.” selak Yuko berlalu dari meja makan.
“Yuko!” seru Ibunya.
“Aku lelah Ibu, aku ingin istirahat.” ucapnya seketika berhenti pada anak tangga kedua rumahnya itu.
“Huft, baiklah. Istirahatlah.” jawab Ibunya. Maruka hanya tersenyum sinis.
Yuko menaiki anak tangga dirumahnya, ia berjalan gontai dengan tatapan sendu dimatanya, “Selalu, hampir setiap hari.” gumamnya.
-cklek- kenop pintu kamar Yuko terbuka, ia berjalan menuju tempat tidurnya. -Pooff- ia melempar tubuhnya ditempat tidur, “Aku lelah.”
-drdrdrtt- ponselnya bergetar.
From : Mina
To : Me

Kenapa tidak mengangkat teleponku!
Ada berita penting!
Dahinya mengeryit, “Ada miscall yah.” ucapnya ketika melihat ada 10 panggilan tak terjawab dan semua itu adalah panggilan dari Mina, teman sekelasnya. “Aku telepon balik saja deh.”
“Halo.” ucap Mina diseberang telepon.
“Ada apa kamu menghubungiku?” tanya malas Yuko sambil memainkan jemarinya.
“Apa kamu tau sore tadi aku melihat Renal berjalan berdua dengan gadis lain.”
“Apa?!” serunya terkejut, “Siapa dia?”
“Hmmm.. aku tidak tau. Yang pasti aku pernah melihatnya disekolah.”
“Jadi dia sekolah ditempat yang sama ya dengan kita?”
“Sepertinya begitu. Bukannya hari ini harusnya kamu yang pergi bersamanya?”
“Rencananya begitu, tapi Renal menolak karena dia bilang sudah janji dengan seseorang ketempat itu. Sempat dia bilang Gadis Aneh.”
“Hmmm.. penampilannya sih juga tidak terlalu bagus. Sepertinya anaknya bukan anak populer disekolah.”
“Begitu ya.” ucapnya mengangguk – angguk.
“Kalau begitu besok pagi saja kita coba cari tau anak itu.”
“Ide yang bagus.”
“Aku tutup teleponnya ya.”
“Oke.”
Klik, sambungan telepon itu terputus.
“Gadis aneh yang menarik perhatian Renal. Siapa dia?” gumamnya.

***

Riuh suara siswa dan siswi bergurau disebuah kelas, namun sunyi bagi Rissa. Ia duduk terdiam memandangi luar jendela kelasnya, 'Kemarin itu kejadian nyata ya?' tanyanya dalam hati dan segaris senyum tipis muncul dibibirnya.
“Pagi Rissa.” sapa Sam yang baru sampai.
“Pagi.” jawab Rissa tersenyum.
“Ada apa?”
“Apanya?”
“Wajahmu.” ucap Sam sambil menunjuk kearah pipi Rissa yang merona.
“Ah.” jawabnya langsung menangkup kedua pipinya itu, “Tidak ada apa – apa kok.”
“Kamu ini setiap kali ada sesuatu yang membuatmu senang selalu kamu sembunyikan dariku.” ucap Sam merengut.
“Eh bukan begitu. Masalahnya aku...”
“Pagi semua.” sapa Inka, “Eh, kalian berdua kenapa?” tanya Inka melihat reaksi Sam yang merengut dan ekpresi Rissa yang sedang bingung.
“Rissa menyembunyikan sesuatu lagi dari kita.” sela Sam.
“Tidak bukan begitu.”
“Ada apa sebenarnya Rissa. Sampai Sam bersikap seperti ini, kamu ada masalah?” tanya Inka mengambil kursi miliknya dan digeser untuk duduk disamping Sam.
Rissa menunduk dengan kedua pipinya yang semakin memerah, Sam melirik kearah Rissa. “Yak! Sudahlah tidak usah malu seperti itu.” cibirnya.
“Ada apa sih?” Inka mulai kebingungan melihat keduanya saling bungkam. “Ah, aku tau.”
Sam dan Rissa menoleh kearah Inka, “Pasti kamu sedang membayangkan laki – laki itu yah?” tebak Inka.
“Eh..” mendadak wajah Rissa merona kembali, “Kenapa bisa tau?”
“Jadi itu masalahnya.” ucap Sam mengangguk – angguk. “Kenapa tidak bilang dari tadi!” serunya ketus.
“Eh, maaf yah.. aku malu pada kalian.” jawab Rissa dengan polos.
“Rissa kamu ini kenapa? Kita ini kan temanmu masa begitu saja kamu malu sih.” kata Inka tersenyum.
“Benar apa yang dikatakan Inka tuh.” masih mencibir.
“Sudahlah Sam jangan cemberut begitu, kamu terlihat menakutkan.” selak Inka.
Sam menatap tajam kearah Inka dan membuat Inka merinding. “Memangnya aku monster!”
“Hehehe, sudahlah maafkan aku ya.” ucap Rissa.
Sam dan Inka menatap Rissa, “Tidak apa kok.” ucap mereka bersamaan.
By the way siapa laki – laki itu?” tanya Sam.
“Ah.. anu...” Rissa menunduk lagi dan memainkan telunjuknya. “Dia yang pernah menyelamatkanku waktu aku jatuh ditangga sekolah.”
“Waktu jatuh ditangga.” ucap Inka mencoba mengingat kejadian demi kejadian kapan Rissa pernah jatuh.
“Dia anak sekolah ini?” tanya Sam antusias.
Rissa mengangguk pasti, “Tapi janji ya kalian jangan marah. Kalau aku menyebut namanya.” ucapnya disusul dengan anggukan mereka berdua.
“GUURRRRUUUU DAAATTTTAANNNGGGG!!!!” seru dari salah satu siswa dikelas itu dan disusul dengan berhamburnya kerumunan penggosip dikelas ketempat duduknya masing – masing.
“Ku jawab nanti yah.” ucap Rissa tersenyum.
Sam dan Inka menghela nafasnya pelan, “Baiklah.”
***
tbc

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...