Selasa, 16 Juni 2015

FF Seokyu - Between Love Chapter 3



BETWEEN LOVE
Chapter III

Tittle : Seokyu
Genre : Romance
Cast : Seo joo hyun, Cho Kyuhyun, Im Yoona, Lee Donghae, etc

Mian for typo..
Dont plagiat!!
Happy reading ^^

***

Seohyun tengah berjalan dikoridor kampusnya dengan sebuah buku tebal digenggamnya, dia terlihat memikirkan sesuatu tentang eouninya. Karena minggu – minggu terakhir ini eouninya tak pernah menanyakan kabarnya, biasanya eouninya sangat rajin mengingatkan Seohyun untuk minum obat atau apapun kegiatan Seohyun.
Sebuah tangan halus menepuk bahunya pelan, Seohyun menoleh kearahnya, “Sulli-ah..” ucapnya tersenyum manis.
Sulli tersenyum cerah, “Bagaimana kabarmu Seohyun-ah?”
“Aku baik – baik saja, bagaimana denganmu? Bukankah kau sedang mengejar skripsimu?”
Sulli tersenyum geje (?), “Baru BAB 1 Seo-ah..”
“Mwo? Apa kau akhir – akhir ini kehilangan semangat belajarmu?” tanya Seohyun terlihat khawatir.
“Ah, aniyo! Aku hanya...” jawab Sulli tampak muram.
“Kau memikirkan Minho lagi?” tebak Seohyun mengajak Sulli untuk duduk dibangku taman kampusnya.
“Ne.” angguk Sulli.
“Paboya kau Sulli-ah!” kesal Seohyun. Sulli tercengang mendengar Seohyun berkata demikian, pasalnya Seohyun yang dikenalnya  selalu lemah lembut.
“Aku?” Sulli menunjuk dirinya sendiri.
“Iya, kau! Pabo!” ucap Seohyun menyakinkan dan mengalihkan pandangannya kedepan, “Kau ini, apa tidak ada laki – laki lain selain Minho? Kau rela kehilangan waktu belajarmu hanya karena memikirkan laki – laki itu? Laki – laki yang tidak pernah tau perasaanmu? Laki – laki yang hanya menganggapmu hanya sebatas sahabat? Dan laki – laki yang sudah mencintai orang lain.” cetus Seohyun memarahi Sulli.
Sulli terlihat sedikit terkejut akan ucapan Seohyun, “Seohyun-ah, kau berkata seperti itu kepadaku. Apakah kau kesal denganku?” tanyanya.
Tatapan tajam Seohyun tepat mengarah kewajah Sulli, “Appo.” Sulli tengah mengaduh kesakitan dan mengelus- elus kepalanya setelah pulpen yang Seohyun pakai mendarat mulus dikepalanya.
Seohyun menggeretakan giginya, dia terlihat sedikit kesal dan mendengus kasar. Melihat tingkah Seohyun yang aneh, Sulli perlahan menatap Seohyun dari samping.
“Kau, ada masalah?”
Seohyun tiba – tiba menunduk, “Ahni.”
“Jangan berbohong, katakan padaku Seo-ah.” bujuk Sulli menggunjang bahu Seohyun pelan.
“Yoona Eouni.” ucapnya lirih.
“Ada apa dengannya?” tanya Sulli.
“Aku tidak tau, akhir – akhir ini Yoona eouni aneh.”
“Hmm?” Sulli mengerutkan keningnya.
“Ya, dia sering pulang larut malam dan sering pergi pagi sekali. Bahkan menegurku pun tidak sempat.” lesu Seohyun.
“Mungkin dikantornya eounimu sedang banyak pekerjaan, makanya dia begitu.”
Seohyun menggeleng, “Tidak, biasanya biarpun dia pulang larut malam, dia selalu sempat menemuiku dikamar hanya sekedar menanyakan kabarku. Tapi belakangan ini, tidak sama sekali.”
“Kau sudah coba menanyakan hal itu padanya?”
“Belum, aku takut menganggu.”
“Hmmm.. apa eounimu tau kalau kau bekerja separuh waktu?” tebak Sulli.
“Aku tidak tau, tapi memang dia sering melihatku pulang larut malam tapi aku menepisnya dengan alasan ada belajar kelompok.” Seohyun menghela nafasnya perlahan, “Tapi...” seketika Seohyun membulatkan mata bulat indahnya itu, “Sulli-ah, jangan – jangan eouni sudah tau kalau aku berbohong?” tebak Seohyun khawatir.
“Mungkin saja.”
“Otthoke? Apakah Yoona eouni benar – benar marah padaku sampai tidak mau berbicara padaku lagi?.” gerutu Seohyun.
“Lebih baik kau harus coba menanyakan kabar eounimu terlebih dahulu, kalau kalian saling diam maka tidak akan tau seperti apa masalahnya, iya kan?”
“Hmmm, benar juga.” ucap Seohyun mengangguk – angguk, sedetik kemudian memeluk Sulli dengan erat, “Gomawo Sulli-ah, kau memang sahabat terbaikku!” serunya bersemangat.
“Ne ne Seo-ah.” ucap Sulli menepuk – nepuk bahu belakang Seohyun.

***
Kyuhyun terlihat sibuk melihat berkas – berkas yang berada dimeja kantornya, ada satu proyek yang diberikan oleh Donghae kepadanya. Berupa proyek besar yang harus ia jalankan di pulau jeju, ia harus mencari penanam saham yang cukup besar untuk proyek ini.
“Huft.” Kyuhyun menghela nafasnya kasar, bersandar pada belakang kursinya. Ia memijit pelan kepalanya. “Aahhh, tugas mana yang harus aku selesaikan terlebih dahulu?” gumamnya memikirkan permintaan Donghae hyung untuk mencari tau keseharian Seohyun adik dari tunangannya itu.
Dia bangun dari kursinya dan mengambil jas hitam pekat dari belakang kursinya tadi kemudian ia pergi keluar dari ruangan tersebut.
“Ah, Sekretaris Cho.” ucap seorang wanita berpakaian rapih layaknya wanita kantoran tepat berada dihadapan Kyuhyun yang sedang melangkah keluar ruangan.
Kyuhyun terhenti, “Hmm, ada apa Nona Choi?”
“Ada berkas yang harus anda cek.”
Kyuhyun mengernyitkan dahinya dan melihat kearah map yang dipegang oleh wanita itu, “Berkas apa?”
“Ini berkas dari sekertaris Park dipulau Jeju, beliau ingin anda memeriksanya.”
Kyuhyun menghela nafasnya, dia mengambil berkas itu dari tangan Nona Choi, “Aku akan memeriksanya nanti, aku ada urusan lain.” ucapnya sambil berlalu dari hadapan wanita itu.
Wanita yang disebut sebagai nona choi itu hanya tercengang dengan sikap dingin dari laki – laki yang sampai saat ini masih memenuhi hatinya, “Cho Kyuhyun.” lirihnya, ia menghela nafasnya pelan. “Sampai kapan kau bersikap dingin seperti itu padaku?” tanyanya sendiri.
Pasalnya Choi Sooyoung adalah teman kecil Kyuhyun, ia menyukai Kyuhyun saat mereka di sekolah dasar. Kyuhyun adalah anak pendiam dan tidak suka berkumpul dengan teman – teman yang lainnya.
Setiap waktu luang yang ada, Sooyoung selalu mencoba mencari tahu kehidupan Kyuhyun pada saat itu, kenapa Kyuhyun menjadi anak pendiam dan tidak mau bersosialisasi dengan yang lain. Namun sebuah musibah benar datang pada Kyuhyun saat ia lulus dari sekolah dasar, kedua orang tuanya bercerai dan masing – masing tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap masa depan Kyuhyun. Kyuhyun yang saat itu hanya diam dengan meneteskan air mata didepan pintu rumahnya. Sooyoung tak sengaja melihat hal itu karena sebelumnya ia mengikuti Kyuhyun pulang dari sekolah. Ia berniat berpamitan dengan Kyuhyun dan mengungkapkan perasaannya sebelum ia pergi meninggalkan Seoul untuk ikut Ayahnya pindah kerja ke daerah Gangnam.

Flash back on
Kyuhyun kecil berlari keluar pagar dengan menangis terisak – isak tanpa suara, ia terus  berlari menjauh dari rumahnya, hatinya bagai terpukul atas kejadian yang terjadi pada kedua orang tuanya. Terlebih lagi kedua orang tuanya tidak ada yang mau bertanggung jawab akan masa depan Kyuhyun.
Sooyoung kecil yang sejak tadi membututi Kyuhyun kecil sampai kerumahnya, ia bersembunyi dibalik tiang listrik dekat rumah  Kyuhyun. Ia terkejut mendengar teriakan dari dalam rumah Kyuhyun, saat itu Kyuhyun berhenti didepan pintu rumahnya sesaat kemudian ia berlari. Sooyoung tersadar dan mengikuti Kyuhyun pergi.
Kyuhyun terhenti disebuah sungai, bahunya naik turun menahan isak tangisnya.
“Cho Kyuhyun.” ucap Sooyoung dibelakang Kyuhyun, ia mencoba mengatur nafasnya setelah berlari mengejar Kyuhyun.
Kyuhyun mengusap air matanya, kemudian menoleh kesumber suara, “Kau?” ucapnya dengan lirih.
Sooyoung masing tersengal – sengal, “Iya, ini Aku Kyuhyun.” ucapku tersenyum dan mendekatinya.
Kyuhyun kembali diam seperti biasanya, “Ada apa?” tanyanya datar.
Sooyoung tersenyum, Kyuhyun merasa aneh dengan sikap gadis kecil dihadapannya.
“Kenapa kau tersenyum?” tanya Kyuhyun tidak mengerti.
“Kau berbicara denganku, walaupun hanya sedikit.”
Kyuhyun tercekat kemudian ia menunduk, “Mianhae.”
Sooyoung bingung dengan ucapan Kyuhyun, “Kenapa minta maaf?”
“Karena kau melihat pertengkaran kedua orang tuaku.” jawabnya masih menundukkan kepala.
“Tidak perlu. Kau tidak perlu minta maaf padaku. Hal seperti itu sudah biasa aku lihat.”
Kyuhyun menenggakkan kepalanya menatap gadis kecil didepannya, “Sudah biasa?”
Sooyoung mengangguk senang, ia mencoba berbagi kisah dengan Kyuhyun, “Ayah dan Ibuku dulu juga sering seperti itu.” ucapnya, sesaat kemudian ia berbalik kearah yang berbeda menatap langit sore yang terbentang luas dihadapannya, “Tapi itu sudah berlalu, yang terpenting jika kita ingin bahagia kita harus berusaha untuk membahagiakan diri sendiri.”
Kyuhyun menatap wajah kanan Sooyoung, “Apa maksudmu?”
Sooyoung beralih menatap kedua mata Kyuhyun, “Hey, kau masih punya aku?”
Kyuhyun mengernyitkan dahinya.
“Ayo berkenalan denganku, namaku Choi Sooyoung.” ucapnya semangat dengan menjulurkan tangannya kearah Kyuhyun.
Kyuhyun hanya melihat tangan Sooyoung.
“Ayo, tunggu apa lagi? Aku akan jadi temanmu dan akan membuatmu bahagia.”
Kyuhyun kini menatap wajah Sooyoung, tidak ada kesedihan disana yang dilihatnya hanya wajah yang penuh dengan kegembiraan, perlahan ragu Kyuhyun menjulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sooyoung.
Sooyoung gemas melihat tingkah Kyuhyun, tanpa sabar ia menyambar tangan Kyuhyun saat itu, “Sekarang kita berteman, sebutkan namamu!” suruhnya.
“A.. a..ku.. Cho Kyuhyun.” ucapnya terbata.
“Senang berkenalan denganmu Cho Kyuhyun.” jawab Sooyoung ceria sembari melepas jabatan tangannya.
Perlahan Kyuhyunpun tersenyum kecil. Sejak saat itu Sooyoung menjadi teman satu – satunya untuk Kyuhyun, ia yang selalu membuat Kyuhyun tersenyum walaupun sulit. Jauh didalam lubuk hati Sooyoung, ia sangat menyukai Kyuhyun.
Sampai pada akhir sekolah menengah pertama, Sooyoung harus berpisah dengan Kyuhyun karena tugas Ayahnya yang harus dipindahkan ke daerah Gangnam setelah beberapa tahun terakhir diundur karena Sooyoung memaksa untuk tetap bersekolah di Seoul. Kyuhyun tinggal bersama neneknya setelah kedua orang tuanya bercerai dan ia bersekolah ditempat yang sama dengan Sooyoung. Perpisahan dengan Sooyoung membuat Kyuhyun merasa kehilangan orang yang penting di dalam hidupnya.
Flash Back Off
***
Kyuhyun tiba disebuah kedai kopi tempat bekerja Seohyun, ia memilih duduk ditepi jendela menghadap taman kecil disekitar kedai tersebut, cuaca mendung disore hari membuatnya malas melakukan apapun terlebih lagi tugas – tugas yang harus ia selesaikan dalam waktu dekat.
Kyuhyun menghela nafasnya pelan, sesaat ia menunduk melihat berkas yang diberikan Sooyoung dikantor tadi, “Choi Sooyoung.” lirihnya dengan tatapan dingin.
“Aku datang!” seru seorang wanita membuka pintu, hal itu membuat Kyuhyun mengalihkan  pandangannya.
Kyuhyun tersenyum kecil dan segera berdiri dari kursinya menghampiri meja kasir didepannya.
“Anneyoung.” ucap Seohyun, wanita yang baru saja datang tadi. “Eh, kau?” ia terkejut melihat Kyuhyun dihadapannya.
“Aku datang mengambil bajuku.” ucapnya datar. Kebetulan kedai kopi itu sedang sepi.
“Eh.. hehe aku tidak membawa bajumu. Tertinggal dirumah.” jawab Seohyun tersenyum geje (?).
Kyuhyun membuang mukanya, “Kau ini tidak bertanggung jawab sama sekali.” ucapnya dingin.
Seohyun terkejut atas ucapan Kyuhyun, “Mwo? Kau bilang aku tidak bertanggung jawab?”
Kyuhyun melihat ke arahnya kembali, ia menganggukkan kepalanya.
Seohyun menggembungkan kedua pipinya, menandakan ia kesal atas sikap namja dihadapannya ini, “Baik kalau begitu, aku akan mengambilnya sekarang.” ucapnya sembari melepas celemek yang dipakainya.
“Tidak usah! Nanti saja.”
“Hah?” Seohyun terkejut, “Mau apa orang ini? Tadi dia mengatakan aku adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Sekarang dia bilang nanti saja!” gumam Seohyun dalam hati.
“Aku akan kesini lagi, nanti malam.” ucap Kyuhyun sambil berlalu meninggalkan kedai tersebut.
“Mwo? Benar – benar orang aneh.” Seohyun menggumam sambil melihat punggung namja yang menyebalkan itu.

Kyuhyun melangkahkan kakinya dipinggiran kota, tatapan matanya kosong. Ia enggan kembali lagi ke kantor, banyak hal yang hinggap dipikirannya saat ini. Semilir angin sore menerpa wajah putihnya yang mulus, ia terhenti sejenak dan melihat kearah sekelilingnya.
Kyuhyun melihat sebuah toko pernak pernik wanita, ia melangkahkan kakinya menuju toko tersebut.
“Selamat datang di Toko Chery kami.” sapa seorang penjual toko.
Kyuhyun hanya tersenyum kecil dan mengangguk, sedetik kemudian ia berkeliling melihat isi toko pernak – pernik tersebut mencari sesuatu untuk dibeli. Entah ada angin apa ia tertarik masuk ke toko ini, ia hanya mengikuti kata hatinya. Sebuah gantungan kunci berbentuk hati berwarna perak menarik perhatiannya, tangannya segera menggapai benda itu.
“Pilihan yang bagus Tuan.” ucap penjual toko yang berdiri disamping Kyuhyun.
“Ahjumah benda ini berapa harganya?” tanyanya pada penjual toko.
“Harganya 4000 won tuan.” jawabnya ramah.
Kyuhyun mengangguk, “Aku ambil yang ini saja.” ucapnya sembari memberikan benda itu pada penjual.
“Mau sekalian dibungkus Tuan.”
Kyuhyun tampak berpikir, “Boleh.”
“Ne, Tuan tunggu sebentar.” ucapnya sambil berlalu.
Sementara itu Kyuhyun melihat – lihat kembali isi dari toko tersebut dan kembali ke meja kasir.
“Ini Tuan, kado anda.” Penjual itu telah selesai membungkus benda tersebut pada sebuah tempat mungil dan dibalut kertas berwarna peach dan berpita putih kecil diujungnya.
“Ini uangnya Ahjumah.” kata Kyuhyun sembari memberikan uang dan mengambil barangnya dari penjual toko tersebut.
“Terima kasih atas kunjungannya.”
“Benda ini aku berikan untuk siapa? Dan kenapa aku membeli benda ini?” tanya Kyuhyun yang baru tersadar, sesaat kemudian ia teringat Seohyun. “Ah, aku berikan pada dia saja.” ucapnya sambil berlalu.
***
Diperusahaan periklanan,
Yoona terlihat frustasi, ia terduduk dikursi meja kantornya. Kedua tangannya sedang menampung kepalanya yang saat itu terasa berat.
kring kring , telepon dimejanya berbunyi,
Yoona mengambilnya dengan lesu, “Yobseo.”
“Nona Im, tolong ke ruanganku sebentar.” ucap sang penelpon.
“Ne, sekertaris Kim.” Yoona memutuskan sambungan teleponnya kemudian dia bergegas keruangan sekertaris Kim.
Tok tok,
“Masuklah.” ucap seseorang dari dalam ruangan.
Yoona membuka kenop pintunya, “Permisi, Sekertaris Kim. Anda memanggilku?” tanya Yoona berdiri didepan meja sekertaris Kim.
“Silahkan duduk.” Sekertaris Kim mempersilahkan Yoona untuk duduk.
Yoona mengikuti perintahnya.
“Im Yoona, kau ditugaskan untuk melakukan presentasi bulan depan mengenai produk baru kita kepada para pemegang saham.”
“Benar, Sekertaris Kim. Aku diperintahkan atas permintaan Presdir langsung.”
Sekertaris Kim itu membuka kacamatanya dan menaruhnya diatas meja. Ia menghela nafasnya pelan, “Im Yoona, kau tau aku bertanggung jawab atas segala tugas yang diberikan kepada bawahanku. Jangan sampai membuat aku malu, kau sudah satu kali gagal menghadiri presentasi.” wanita kecil itu menekan setiap perkataannya dihadapan Yoona. Yoona hanya terdiam dan dirinya memang mengakui kesalahannya pada dua minggu lalu itu.
“Baik Sekertaris Kim, aku akan menyelesaikan tugasku kali ini.” ucap Yoona meyakinkan.
Sekertaris Kim menghela nafasnya lagi, “Yoona, aku tau kinerja kerjamu bagus, tapi beberapa minggu ini mengapa target kerjamu menurun. Apa ada masalah?” tanyanya pelan.
“Tidak Sekertaris Kim, hanya saja aku tidak fokus terhadap pekerjaanku sekarang.”
“Yoona, walaupun diperusahaan ini aku adalah atasanmu diluar kau adalah sahabatku, ingat itu.”
Yoona menatap Kim Taeyeon sahabatnya itu dengan mata sendu, kemudian ia menunduk, “Mianhae, atas kesalahan kerja yang telah aku buat.”
“Apa maksudmu?”
“Belakangan aku memang kurang fokus, aku memikirkan adikku. Mianhae Tae-ah.” ucapnya dengan air mata yang menggenang dikedua matanya yang indah itu.
Taeyeon sempat melihatnya dan ia menggeserkan dirinya untuk bangkit dari kursinya, ia menghampiri Yoona. “Sudahlah, maaf kalau aku terlalu keras padamu. Aku hanya ingin menjaga kinerja kerjamu saja Yoona-ah.” kata Taeyeon memeluk sahabatnya itu.
Yoona terisak dan membalas pelukan Taeyeon, saat ini situasinya bukan antara atasan dengan bawahan, namun antara sahabat yang mengerti masalah sahabatnya yang lain.
“Sebaiknya kau mengambil cuti beberapa hari, selesaikanlah masalahmu dengan adikmu itu. Kau mendiamkannya agar ia jujur kepadamu, namun malah kau yang tersiksa dengan keputusan sikapmu itu. Kau itu lucu.” terang Taeyeon.
“Ne, aku terlalu menyayanginya Tae-ah.”
“Ne, aku tau itu.”
“Gomawo Tae-ah, kau memang sangat mengerti aku.” ucap Yoona melepas pelukannya.
Taeyeon hanya mengangguk senyum, “Bersemangatlah Yoona-ah, semua pasti akan baik – baik saja.”
Yoona mengangguk dan tersenyum.
***
Tbc ^^
Lanjut ke chapter 4 tunggu ya ^^

Selasa, 09 Juni 2015

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 4

IDOL SCHOOL

Chapter 4

Genre : School life, Romance, Comedy

Happy Reading ^^


***************_________*******************

“Apa kamu sudah ada janji?” tanya Yuko kepada Renal yang tengah asyik membaca buku dikelasnya.
“Hmm..” gumamnya tanpa merubah posisi duduknya.
Suasana kelas saat itu ramai karena sudah waktunya jam istirahat. Yuko menghela nafasnya pelan, seraut wajahnya terlihat sedikit kecewa dengan jawaban Renal.
“Padahal tadinya aku ingin mengajakmu ke pameran komik minggu ini dipusat kota, ternyata kamu sudah ada janji dengan orang lain ya.” jelasnya sembari duduk diseberang Renal.
Renal menutup bukunya perlahan dan menaruhnya diatas meja, “Aku juga akan kesana.” ungkapnya kemudian tersenyum kearah Yuko.
Yuko terkejut, “Hah? Jadi kamu mau kesana?” tanyanya dengan harapan bahwa orang yang dijanjikannya itu adalah dirinya.
Renal mengangguk pasti, kemudian berdiri dari kursinya dan berjalan keluar kelas dengan satu tangan kanannya masuk kesaku celana. Yuko mengikutinya dari belakang dengan wajah berbunga – bunga.
“Kamu akan kesana jam berapa? Dengan siapa?” tanyanya malu – malu.
“Hmm.. nanti kamu akan tau, kalau kamu juga akan kesana minggu ini.”
“Hmm? Maksudnya.” Yuko menghentikan langkahnya.
Renal juga menghentikan langkah kakinya dan berbalik kearah belakang, “Aku mengajak gadis aneh itu ke pameran komik minggu depan.” jawabnya, sedetik kemudian ia berbalik kembali dan melanjutkan langkahnya.
Yuko terpaku diam akan perkataan Renal barusan, “Apa? Gadis aneh? Berarti bukan aku?” gumamnya dalam hati.
***
Diwaktu yang bersamaan,
“Hei Rissa, bagaimana dengan PR Matematikamu?” tanya Sam yang khawatir ketika hari ini semua murid harus mengumpulkan PR Matematika.
“Sudah selesai kok.” jawabnya senang.
“Sungguh? Kamu yakin?” tanya Sam mengulanginya.
“Kemarin kamu benar – benar mengerjakannya sendiri?” tanya Inka yang duduk dihadapan Rissa.
Rissa mengangguk pasti dengan pipinya yang merona.
“Hey, ada yang berbeda denganmu.” ucap Inka yang menyadari perubahan sikap Rissa hari ini.
Rissa tersentak, “Ah.. tidak.. tidak ada apa – apa kok.” sembari menganyunkan lima jemarinya dihadapan kedua temannya itu.
Sam dan Inka menangkap sinyal aneh dengan perubahan sikap Rissa, dengan tatapan mata mereka yang seakan memojokkan Rissa, “Kamu harus jujur Rissa!” seru Sam berbisik ditelinga kanan Rissa.
Wajah Rissa berubah menjadi pucat (bayangkan jika posisi seseorang yang terpojok, tapi dengan ekspresi yang lucu), “Ehhhhh.... tidak ada apa – apa kok Sam.” jawabnya sedikit bergetar takut dan tak menyadari pinjakan kaki kursinya tengah berdiri setengah dari keempat kaki kursi tersebut.
“Kyaaaaaaaaa...............” teriak Rissa baru menyadari bahwa dirinya akan jatuh kebelakang dari kursinya.
“Eeeehhhh..... Rissa.” spontan Sam dan Inkapun berteriak. Para penghuni kelaspun menoleh kesumber suara dan menghampiri mereka.
Gubrak – Akhirnya Rissa terjatuh juga dengan posisi roknya terangkat setengah paha.
“Aduuhhh...” rintih Rissa masih dalam posisi telentang, mengusap kepala belakangnya.
“Eh lihat Rissa, pahanya putih banget ya...” bisik siswa laki – laki dengan temannya tepat dibelakang Sam dan Inka segera berjongkok menutup rok Rissa.
“Heh! Apa yang kalian lihat!” seru Sam menatap tajam kearah kedua siswa laki – laki itu.
Sontak merekapun mundur teratur.
Rissa dibantu berdiri oleh Inka dan salah satu temannya mendirikan kursi Rissa, kemudian penghuni kelaspun kembali ketempatnya masing – masing.
“Kamu tidak apa – apa Rissa?” tanya Inka membantu Rissa untuk duduk dikursinya.
Rissa menunduk dan masih memegang pelipisnya, “Sepertinya aku sedikit pusing.”
“Aku antar kamu ke ruang UKS yuk.” ajak Inka. Rissa mengangguk.
Sementara Sam masih pada posisinya, memelototi kedua siswa laki – laki yang tadi berbisik didekatnya.

Ruang UKS,
“Sudah mendingan?” tanya Inka setelah memberikan minyak angin kepada Rissa dan mendudukan dirinya disamping Rissa
“Terima kasih ya.” ucapnya lirih.
“Maaf ya gara – gara kami, kamu menjadi seperti ini.”
“Tidak apa kok.” ucapnya spontan tersenyum kearah Inka.
“Sekali lagi maaf ya.”
“Aku yang harusnya minta maaf.”
Inka terkejut, “Eh.”
“Aku tidak jujur pada kalian. Padahal kalian adalah teman terbaikku disekolah.”
“Maksudnya? Aku jadi tidak mengerti.”
“Aku... aku...” Rissa menunduk dan kembali memainkan jari jemarinya.
Inka hanya melihat tingkah Rissa yang memang diketahuinya, jika sikapnya seperti itu berarti dia dalam kondisi antara nervous dan ragu – ragu. Inka tersenyum kecil, “Kamu ini lucu sekali Rissa, aku ini kan temanmu. Bukan laki – laki yang kamu suka.”
Rissa terkejut dan menenggakkan kepalanya, “Ahh.. apa kamu tau aku menyukai seseorang?”
“Hah? Aku?” tanyanya menunjuk diri sendiri, “Aku kan tidak tau, kamu kan selalu tertutup kalau masalah itu.”
“Hehe, iya ya.” Rissa mulai membaik, kepalanya sudah tidak sakit lagi.
“Apa ada orang yang kamu sukai Rissa?” tanya Inka.
“Heh!” serunya kaget, pasalnya tiba – tiba wajah Inka sudah berada disebelah wajah Rissa. Rissa menghela nafasnya pelan, “Huft.. kamu mengagetkanku saja Ka.” Rissa mengelus dada.
Inka kembali ke posisi semula, “Hehehe, aku terlalu bersemangat ya?” ungkapnya diselingin tawa.
“Iya.” jawabnya.
“Oh ya, siapa dia?”
“Tapi, aku takut kalian marah.”
“Kenapa kami harus marah?” tanya Sam yang telah berada didepan pintu ruang UKS.
Rissa dan Inka melihat kearah datangnya Sam, “Kamu bikin kaget saja!” seru Inka cemberut.
Sam menghampiri mereka, “Siapa dia?” tanyanya dengan tatapan tajam.
Rissa meringis melihat ekspresi Sam yang menakutkan itu, “hhhhhhh”
“Aduh.” ucap Sam meringis.
“Sam, berhentilah menatap Rissa seperti itu!” seru Inka memukul kepala Sam.
“Tapi kamu tidak perlu memukul kepalaku.” kesal Sam mengelus kepalanya.
“Kamu terlalu berlebihan menatap orang seperti itu. Pantas saja kamu ini tidak ada yang naksir.”
“Hah! Apa maksudmu!”
“Kamu tidak mempunyai sisi kelembutan seorang wanita.” Inka membelakangi Sam.
“Rrrrgghhh... Inkaaaaaa” teriak Sam.
“Berisik! Ini UKS bukan lapangan bola!” seru seseorang dibalik tirai di samping tempat tidur Rissa. Mereka bertiga menoleh kesumber suara.
“Ada orang lain yah?" tanya Rissa pelan.
Seseorang itu menggeser tirainya, “Kalian menganggu istirahatku.” ketusnya dengan tatapan dingin kearah mereka berdua, Inka dan Sam.
“Hah! YUKO!” seru mereka berdua Sam dan Inka bersamaan.
Yuko mendengus kasar, “Kenapa? Ada apa dengan kalian? Kenapa berteriak dengan namaku seperti itu?” ucapnya sambil bertulak pinggang. Tatapan tajamnya mengarah kearah mereka berdua yang sejak berteriak tadi menjadi diam.
Rissa turun dari tempat tidurnya dan muncul ditengah – tengah Sam dan Inka, “Maafkan kami ya, sudah menganggumu istirahat.” ucapnya sambil menunduk sedikit dan kemudian berbalik menggeret kedua temannya dari ruang UKS.
“Huh! Apa maksudnya coba?!” serunya kesal.

***

Rissa tengah berdiri gelisah dihalte bus dekat sekolah, sambil memegangi tali tas ditangan kirinya serta dua buah buku tebal disebelah tangan kanannya. Ia terus menatap kearah bus datang, “Bagaimana ini hari sudah sore, kemungkinan bus terakhir telah lewat 1 jam yang lalu.” ucapnya dengan mengigit bibir bawahnya. Sesekali ia duduk dibangku halte dan berdiri lagi, seperti itu terus hingga beberapa menit. Rissa menghela nafasnya kasar, “Aku yakin sudah tidak ada lagi bus.” ucapnya lesu kemudian ia berbalik dan memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki.

Setelah beberapa ratus meter berjalan kaki, peluh dipelipis Rissa mengalir karena terik matahari yang lumayan cukup panas padahal hari sudah sore. Seseorang tanpa diketahui Rissa berjalan dibelakangnya, seulas senyum tipis terukir dibibirnya, ia mempercepat langkahnya menghampiri Rissa didepannya.
“Hei, kamu pulang sore lagi?” tanyanya berjalan disamping Rissa.
Rissa sedikit terkejut dengan siapa yang menyapanya, wajahnya langsung berpaling dan menatap lurus kedepan jalan.
Orang itu melihat tingkah laku Rissa, “Kamu suka membuat pipimu merah seperti itu ya?” tunjuknya kearah pipi kanan Rissa.
“Ah..” Rissa menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. “Tidak, ini hanya kepanasan kok.” bohongnya. 'Haduh kenapa ada dia disini, bukannya tadi dia sudah pulang?' tanya dalam hati.
“Kenapa selalu pulang sore beberapa hari ini?” tanyanya lagi, namun kali ini sudah menatap lurus kedepan, menaruh kedua telapak tangan disaku celananya.
“Eh, Hmmm...” Rissa menurunkan kedua tangannya tadi, “Aku belajar diperpustakan.”
“Oh.. menjelang ujian akhir ya?”
“Iya.”
“Memangnya kenapa tidak belajar dirumah? Biasanya anak perempuan suka belajar dirumah.”
“Oh, itu. Hmm aku lebih suka belajar diperpustakan karena bukunya banyak. Hehehe.” jawabnya asal sambil terkekeh.
Orang itu tersenyum, sedetik kemudian menunduk melihat jam tangannya.
“Eh, kamu kenapa?” tanyanya khawatir.
“Tidak.” ucapnya sambil menegakkan wajahnya kembali. “Hmm aku duluan ya! Ditunggu seseorang.” ucapnya kemudian berlari meninggalkan Rissa sendirian.
“Ehhh, hei!” seru Rissa, sedetik kemudian ia menghela nafasnya pelan, “Padahal aku senang karena ada yang menemaniku pulang, apalagi itu orang yang aku suka.” gumamnya. Dengan langkah gontainya, Rissa meneruskan perjalanannya menuju rumah.

***

“Hosh hosh hosh...” Renal tengah tersengal – sengal sehabis berlari tadi.
“Hei, kenapa kamu?” tanya salah seorang temannya.
“Apa ada yang mengejarmu?” tanya temannya satu lagi.
“Hei, kalian berhentilah bertanya. Beri aku minum, itu adalah hal terbaik yang bisa kalian lakukan sekarang!” seru Renal bertulak pinggang.
Kedua temannya itu membulatkan matanya, “Eh, kenapa anak ini.” kemudian salah satu dari mereka mengambil sebotol air minum ditasnya.
“Ini, minumlah.”
“Terima kasih.” jawabnya sambil meneguk sebotol air itu.
“Tumben sekali kamu terlambat, bisa – bisa kepala yayasan marah nanti.”
“Aku ada urusan tadi.” ucapnya sembari memberikan botol air minum tadi.
“Urusan?”
Renal mengangguk dan tersenyum akan beberapa jam yang lalu ia melakukan hal konyol yang belum ia lakukan sebelumnya.

Flash back on
Renal tengah menyelusuri deretan buku matematika yang sedang ia pelajari untuk mempersiapkan ujian akhirnya bulan depan, ia terhenti ketika melihat Rissa tengah berbicara sendiri dengan memainkan jari – jarinya seperti sedang menghitung sesuatu.
“Jadi x + y sama dengan.....mmmmm....” ucap Rissa mencoba menghafal rumus dan ia terlihat frustasi sekali. “Argghhhhh..... apa tadi.” kesalnya yang kemudian membuka buku diatas mejanya dan menghafalkannya kembali.
Renal terkekeh geli melihat tingkah Rissa, “Dia benar – benar gadis aneh!” serunya, kemudian berlalu mencari tempat duduk tepat didepan Rissa, namun Rissa tidak menyadari ada Renal disana, karena tempat duduk diperpustakan tersekat – sekat satu sama lain.
“Aduh yang ini bagaimana rumusnya?” ucap Rissa lagi.
“Ini bagaimana ya membaca rumusnya.”
“Susah!”
“Ighhhh tidak bisa dihafal!” ucapnya terus menerus dan hal itu membuat Renal terganggu.
“Ckck!” Renal berdecak, sedikit kesal. Baru saja ia bangun dari tempat duduknya, namun Rissa sudah tidak dihadapannya. Ia coba mencari dimana keberadaan Rissa, ia meninggalkan mejanya dan mencari dimana Rissa dan ketemu, “Astaga! Dia disana rupanya.” ucapnya setelah melihat Rissa tengah tertawa pelan dengan apa yang ia baca, komik.

Renal tidak tahu kenapa? Tapi dia merasa dia terlalu asik melihat tingkah konyol Rissa yang selalu tiba – tiba. Dan hal itu menyenangkan baginya sampai akhirnya ia menunggu Rissa pulang.

Flash back off

“Okelah, ayo 5 menit lagi mulai jam kursusnya. Kalau terlambat kita bisa dimarahi kepala yayasan.”
Renal dan salah satu temannya mengangguk, kemudian bergegas masuk kedalam bangunan kecil itu. Renal dan kedua temannya adalah salah satu pengajar disebuah yayasan yang membuka tempat kursus bagi anak – anak tidak mampu.

***

tbc



Cerpen : Someone Still In My Dream

SOMEONE STILL IN MY DREAM

Shita duduk sendiri di taman itu, terlihat sedang gelisah, “Aku dimana ya?” ucapnya dengan raut wajah cemas.
“Hai Shita,” tiba – tiba seorang laki – laki menyapa dan menghampirinya dengan segaris senyum diwajahnya.
Shita hanya mengangkat alis, menandakan, “Siapa nih?”.
“Masih ingat aku?” laki – laki itu lalu mendekat pada Shita. Shita menggeser posisi duduknya.
“Kenapa?” tanya laki – laki itu sembari mengerenyit dahi.
“Siapa kamu?” tanyanya sambil memberi isyarat “Jangan dekat – dekat”.
“Benar kamu tidak ingat aku?”
“Tidak.” jawabnya pasti.
Laki – laki itu hanya tersenyum, lalu tiba – tiba ia mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Sesuatu yang Shita miliki pada saat ia kecil yang diberikan oleh seseorang dimasa lalu. Shita hanya diam.
***
Dengan tergesa – gesa, Ibu Shita menyiapkan sarapan pagi untuk putri tunggalnya.
“Shita, sarapan!” seru Ibu dari luar kamar Shita.
“Iya, Bu.” jawab Shita, segera ia bergegas keluar kamar setelah selesai berpakaian.
“Hmm... enak nih Bu,” ucap Shita ketika mencium aroma masakan Ibunya.
“Ah, kamu ini bisa saja.” ucap Ibu tersipu.
Shita tersenyum, “Shita, makan duluan ya Bu.” sembari melahap makanan yang tersedia untuknya.
“Iya, pelan – pelan makannya.”
Shita hanya mengangkat jari jempolnya, isyaratkan “ok” pada ibunya.
***
Tepat pukul. 08.00 wib. Shita sudah fokus di depan monitor komputernya dengan setumpuk pekerjaannya yang tercatat dalam sebuah catatan kecil yang menempel pada kalender mejanya. Tiba – tiba hpnya bergetar, muncul nama “Boss” memanggil.
“Halo, selamat pagi Pak.” sapa Shita yang matanya masih tertuju pada monitor komputernya.
“Pagi Shita, tolong masalah yang kita bicarakan kemarin jangan lupa buatkan surat komunikasi ke Central ya.” suara si Bapak bos dari seberang.
“Baik Pak.”
“Ok, setelah sudah, forward segala laporan ke saya.”
“Baik Pak.”
Pembicaraan ditutup.
“Hmm.. sepertinya hari ini bakal tidak menyenangkan.” keluh Shita. Bergegas Shita mencari data dalam file folder didalam komputernya.
Setelah surat komunikasi itu ia buat, langsung ia laporkan semuanya ke Bapak bos. Sambil menghela napas, Shita mengucap, “Selesai juga.” sambil ternsenyum.
***
Di kantin tempat ia bekerja, suasana yang begitu ramai. Shita duduk berhadapan dengan salah satu teman akrabnya, yaitu Anis.
“Ris, minggu pagi ada acara dirumahku, kamu datang ya!” Anis berkata sambil meminum minuman soda yang ada pada genggamannya.
“Ada acara apa?” balas Shita yang masih tengah sibuk mengunyah makanan dalam mulutnya.
“Acara penyambutan kakakku.”
“Hmm,” gumam Shita sembari menggangguk.
“Datang nggak?” tanyanya menyakinkan.
“Pasti.” jawab Shita.
By the way, Shita kamu belum punya pacar kan?” ucap Anis mengalihkan.
“Kenapa? Mau cariin aku pacar lagi? Nggak usah lah Nis, nanti aku bikin kamu kecewa lagi.”  ungkap Shita sembari mengelap bibirnya dengan tisue.
“Nggak apa – apa kali Ris, aku kan sahabat kamu. Masa sudah dua tahun ini kamu belum punya pacar sih.”
“Enak aja 2 tahun, dari aku kecil sampai sekarang umur aku 22 tahun, aku belum sama sekali pacaran tahu.” tukasnya.
“Hah, masa sih? Yang bener?” tanya Anis sampai mulutnya menganga.
“Beneran, kamu kan baru kenal aku dua tahun ini Nis, semenjak aku masuk kerja dua tahun lalu kan?”
“Betul sih, owh... emang kenapa sih kamu nggak pernah mau sama laki – laki yang sebelumnya sudah aku kenalin semuanya ke kamu?”
“Nggak sreg aja Nis.”
“Memang tipe kamu kayak apa?”
“Hmm... kayak teman kecil aku dulu.” jawab Shita sambil menatap ke atas dan menaruh dagu di telapak tangannya.
“Hah, kayak apa tuh orangnya? Emang bisa yah?”
“Bisa bisa bisa.” ucapnya sambil meniru tingkah Ipin dalam senima anak - anak Upin & Ipin.
Ngarep.” cibir Anis.
“Biarin lah Nis, suka – suka aku. Tapi sampai sekarang aku nggak pernah ketemu orangnya.”
“Lah, memangnya kemana?”
“Itu dia yang aku nggak tahu keberadaannya dimana sekarang? Aku nggak tahu Nis.” jawabnya dengan raut wajah yang muram.
“Emang udah nggak ketemu berapa lama Ris?”
“Hampir 10 tahun Nis.”
“Lama banget yah. Ya udah jangan sedih gitu. Kalau jodoh pasti ketemu kok Ris. Percaya deh Ris.” ucapnya meyakinkan.
Shita mengangguk. Dan mereka berangkulan.
***
Malam tiba, hembusan angin malam semakin dingin membuat tubuh Shita yang lelah setelah bekerja seharian jatuh ketempat tidur. Dalam tatapan harapannya, berharap masa depannya dapat bahagia, perlahan mata indah Shita lama - lama tertutup, mulai terlelap dan mulai memasuki dunia yang dimana kebanyakan manusia mengganggap seperti nyata padahal sebenarnya tidak atau dapat dikatakan khalayan.

Shita seperti merasakan dejavu. Dalam hatinya bertanya, “Kenapa tiba – tiba aku disini?”. “Ini kan tempat....?”. Shita merasa bahwa ia pernah melihat tempat ini, tempat dimana ia pernah bertemu, bermain dan bersenda gurau dengan seseorang, tapi ia lupa. Ini hari ke 5, Shita merasakan hal yang hampir sama.
“Setelah lama aku menunggu, akhirnya kamu datang juga Ris.” ucap seorang laki – laki yang sama ketika Shita duduk sendiri pada waktu lalu. Dengan senyuman yang menyejukan bagi setiap wanita yang melihatnya, namun untuk Shita senyuman itu tak berpengaruh sama sekali.
“Kamu lagi?!” kata Shita dengan heran.
“Ya.”
“Sebenarnya kamu siapa, sudah dua kali aku bertemu kamu, tapi aku nggak kenal kamu.”
“Belum saatnya kamu tahu, jika sudah tepat waktunya kamu akan tahu siapa aku. Sekarang biarlah aku menemanimu di setiap malam – malammu.” jawabnya tersenyum.
“Hmm” Shita mengerenyit dahi. “Aku nggak ngerti maksudmu?”
“Sudahlah, jangan kamu tanyakan lagi siapa aku, jika kamu belum bisa mengingatnya.”
“Lalu?”
“Aku berjanji dengan seseorang, bahwa aku akan menemanimu dimanapun kamu berada.” ikrarnya meyakinkan Shita.
Saat itu Shita hanya diam dengan perasaan yang tak mengerti apa yang dimakud oleh perkataan laki – laki itu. Dalam lubuk hatinya, terasa aneh, ia merasakan ketika bertemu laki – laki ini Shita merasa nyaman dan tak terganggu walaupun ia tidak mengenalnya. Dan Shita pun merasakan rindu yang sangat mendalam oleh seseorang yang ia harapkan akan bertemu kembali.
***
Minggu pagi yang cerah.
Secangkir coklat panas tersaji dihadapan Shita yang termangu dalam lamunannya. Kedua matanya entah menatap apa, membayangi wajah laki – laki itu.
Sruupp... “Ehmm..sedap.” ucap Anis setelah meminum coklat hangatnya. Melihat Shita yang sedang melamun, Anis menepuk bahu sahabatnya itu. “Shita, kenapa kamu?”
“Ah, nggak kenapa – napa kok.” lamunan Shita membuyar.
“Masa sih? Ah nggak mungkin. Coba cerita sama aku kalau ada masalah.” Anis mencoba merayu Shita dengan mendekatnya bahunya dengan bahu Shita agar Shita dapat menceritakan semua masalahnya.
“Emm... Aku inget sama seseorang.” Shita mulai mengingatnya. “Jujur aku rindu pada Dyan, teman semasa kecilku. Kami terpisah karena keluarganya tiba – tiba pindah ke luar kota. Tapi tak satupun para tetangga tahu alamat pindahannya dimana? Dyan adalah teman sekaligus sahabat yang aku punya pada saat itu, ketika semua teman – teman yang lain mengucilkanku tanpa sebab. Dyan sangat peduli padaku, memperhatikan aku dan melindungi aku lebih dari seorang teman bahkan aku dianggap seperti adiknya sendiri.”
Anis mendengarkan secara seksama sembari menaruh dagunya di lipatan kedua telapak tangannya, “Terus Ris?” tanya Anis.
“Pada hari terakhir aku bertemu dengannya, pada saat kami berdua duduk dikursi taman itu, ia mengatakan hal yang aneh yang belum pernah aku dengar dari mulutnya, yang mungkin aku tak mengerti maksud dari perkataannya itu karena pada saat itu aku baru berumur 12 tahun dan Dyan berusia 14 tahun.” Shita benar – benar mengingatnya.
“Terus?” tanya Anis yang ingin tahu kelanjutannya, “Apa yang dia katakan Ris?”
“Dyan berkata, Ris, kapanpun, dimanapun dan sampai kapanpun, aku akan selalu menemanimu dan mendampingimu walaupun aku jauh. Itu saja yang aku ingat.” mata Shita mulai berkaca. “Dan ketika keesokan harinya, setelah aku pulang sekolah, aku dititipkan sepucuk surat dari Dyan. Yang isinya, Shita membayangi.
untuk Shita,
Adik kecilku...
Maafkan aku, karena aku tidak dapat menjagamu lagi dan tak lagi disampingmu, namun sampai kapanpun aku pasti akan menemanimu dikala kamu sedih, gundah atau rindu padaku.aku yakin kita pasti akan bertemu lagi.
Jujur sebenarnya, aku menyanyangimu setulus hatiku.
Yang menyayangimu
Dyan.
Begitu Nis.” ungkap Shita yang hampir menangis.
“Ow, begitu ya. Aku jadi terharu, kamu nggak mencoba mencari alamatnya?” tanya Anis.
“Sudah, tapi berkali – kali aku tak berhasil.” sesalnya.
“Jangan menyerah Ris, kamu pasti akan bertemu dengannya.” ungkapnya pasti.
“Ya Nis, aku juga merasa belakang terakhir selalu bersamanya, tapi aku nggak tahu rupanya sekarang seperti apa? Mungkin berubah.”
“Tetap yakin ya Ris, aku akan dukung kamu 100 %.” ucap Anis yakin.
“Ya.” Shita tersenyum.
***
Shita termangu di bawah jendelanya, menatap langit sore nan biru itu. Tiba Ibunya disampingnya, menepuk bahu Shita dengan lembut, sambil berkata, “Shita, ada surat untukmu.” Ibu menyodori sepucuk amplop putih bersih yang bertuliskan, To : Shita Saputri.
“Terima kasih ya Bu,” ucap Shita sambil menerima surat itu.
“Iya, sama – sama. Ibu istirahat dikamar dulu ya.” kata Ibu sambil berlalu. Shita hanya mengangguk.
Perlahan ia buka pelan – pelan surat itu, penasaran apa isi didalamnya, surat dari siapa? Karena tidak ada nama si pengirim surat di amplopnya. Mata Shita membelakak, rasa tak percaya dan senang serta sedih bercampur jadi satu, ia bingung harus bagaimana.
Isi surat itu bertuliskan,
Dear Shita,
Sebelumnya aku bertanya padamu, apa kabarmu?
Maaf jika saat ini aku baru memberimu kabar, aku tak mau kamu melihatku dengan keadaan seperti ini. Maafkan aku jika kedua orangtuaku menyembunyikan alamat rumahku yang baru dari banyak orang. Maafkan aku jika aku tidak dapat menemanimu, membelamu dan melindungimu sampai kamu dewasa saat ini. Tapi aku yakin, saat ini kamu pasti jadi perempuan yang kuat dan mandiri.
Shita, mungkin surat ini baru sampai padamu disaat aku tidak ada didunia ini. Maafkan aku jika aku meyembunyikannya darimu Aku menderita kanker darah stadium akhir, karena itulah keluargaku pindah pada beberapa tahun lalu untuk pengobatanku. Namun aku bertahan sudah terlalu lama, aku sudah tidak kuat menahan rasa sakit ini. Tapi satu hal yang kamu tahu, kapanpun, dimanapun dan sampai kapanpun, aku akan selalu ingat padamu, aku berjanji pada diriku sendiri akan menemanimu dan mendampingimu walaupun aku jauh darimu.
Jaga baik – baik dirimu ya Shita, aku akan selalu hadir di dunia khayalmu.

Yang sayang padamu,
Dyan.
Tak terasa, airmata Shita menetes, tak kuat menahan rasa yang ada dalam hatinya. Shita langsung beranjak dari kamarnya, ia melihat alamat si pengirim, berharap ia dapat bertemu dengan Dyan. Shita pergi ke tempat yang tertulis di amplop itu.
***
“Kamu yakin Ris?” tanya Anis pada Shita, yang kini mereka berdua sedang menuju alamat Dyan. Anis dihubungi Shita, untuk menemaninya bertemu dengan Dyan.
“Iya, aku yakin ini surat dari Dyan.” jawabnya dengan raut wajah yang cemas.
“Mudah – mudahan ketemu yah, kayaknya sih nggak jauh.” ucap Anis sembari fokus mengendarai skuter maticnya.
“Iya.” jawab Shita.
Setelah alamat itu ditemukan,
“Kayaknya ini deh Ris, coba lihat alamatnya Ris.” ucap Anis sembari menghentikan skuter maticnya.
“Ehmm... Jl. Sultan Agung No. 26. iya bener Nis.” jawab Shita yakin. “Ayo kita hampiri pemilik rumahnya nis.”
“Iya ya.” dengan segera Anis memarkirkan skuternya disamping rumah itu.

“Assalamulaikum” kata Shita memberi salam. Tak lama ada sahutan dari dalam rumah.“Walaikumsalam.” Tiba ibu - ibu sebaya dengan Ibu Shita membuka pintu, dengan setengah kaget, ibu itu mengucap nama, “Nak Shita?”
“Ibu kenal dengan saya?” tanya Shita
“Ya ibu kenal. Kamu Shita teman kecilnya Dyan kan?” ungkap si ibu sambil memeluk Shita.
“Betul Bu, akhirnya aku bisa bertemu Ibu sekeluarga dan Dyan.” ungkap Shita bahagia. Namun raut wajah Ibu Dyan tiba – tiba menjadi mendung.
“Loh, Ibu kenapa?” tanya Shita heran.
“Iya Ibu kenapa?” Anis ikut bertanya.
“Ayo masuk dulu, Ibu ceritakan didalam.” jelas Ibu Dyan mengajak keduanya masuk kedalam rumahnya.
Ketika mereka semua sudah duduk dan disuguhkan dua cangkir teh hangat. Ibu Dyan mulai menyampaikan sesuatu pada Shita.
“Sebelumnya Nak Shita, Ibu minta maaf karena Ibu lupa menyampaikan surat terakhir dari Dyan untukmu yang baru Ibu kirimkan beberapa minggu lalu, karena Ayahnya Dyan mengingatkan akhirnya Ibu kirimkan beberapa hari lalu. Kamu sudah sempat membacanya?”
“Sudah Bu, tapi apa maksud Ibu yang terakhir?”
“Ehm... Dyan menderita leukimia, penyakit yang dideritanya dari usianya yang tergolong muda. Awalnya dia bertahan sangat kuat dengan penyakitnya hanya untuk bisa bertemu kamu Shita. Tapi pada akhir tahun lalu, Dyan........” ungkap Ibu mulai menangis.
“Ada apa Bu dengan Dyan?”
“Dyan... Dyan... Dyan meninggal Ris. Dan sebelum dia meninggal dia menitipkan surat itu untukmu.” jawab Ibu Dyan menangis.
Tiba airmata Shita diujung matanya, rasa yang luar biasa yang belum pernah ia rasakan lagi setelah kepergian Ayahnya. Shita menangis dipelukan Ibu Dyan. Anis hanya merasa sedih melihat sahabatnya menangis karena kepergian Dyan. Langit menjadi mendung.
***
“Hai, Shita.” sapa laki – laki itu pada Shita. Shita hanya tersenyum.
“Bagaimana kabarmu?”
“Alhamdulilah baik, oh ya apakah sekarang aku boleh tahu siapa kamu?” tanya Shita sembari menatap mata laki – laki itu.
Laki – laki itu menunduk dengan senyum, “Kamu sudah siap Shita, untuk mengetahui siapa aku sebenarnya?”
“Iya.” yakin Shita.
“Sebenarnya aku adalah Dyan.” ungkapnya tersenyum.
Shita hanya diam seribu bahasa, dalam hatinya ia senang tapi tak bisa diungkapkan. Dalam hati kecilnya berkata, “Biar didunia nyata Dyan sudah tidak ada, setidaknya dalam mimpiku Dyan selalu hadir menghiasi  dunia mimpiku. Aku ingin semua ini tidak berakhir sampai malam ini saja.”. Shita memeluk tubuh Dyan yang kekar itu, Shita merasa hangat dan nyaman.
“Oh Tuhan, maafkan aku, karena aku terlalu banyak berkhayal yang tak pasti, tapi kali ini kumohon khalayanku ini biarlah hadir dalam mimpi disetiap malam – malamku, amin” harapnya dalam hati.

Tangerang, 29 Juli 2011

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...