Selasa, 21 Juni 2016

CERBUNG : IDOL SCHOOL Chapter 10

IDOL SCHOOL

Chapter 10

Genre              : Schoollife, Romance, Comedy

Happy Reading ^^

Previous Chapter 1-2-3-4-5-6-7-8-9

*************_______________***************


Pagi disekolah,
Rissa tengah duduk Sambil membaca sebuah buku digenggaman tangannya. Semilir angin dari Samping jendelanya tak mengindahkan kegiatannya sejak ia tiba dikelas.
“Hoooo.... rajin sekali, pagi - pagi sudah duduk manis membaca buku.” Sam yang datang tiba - tiba mendekat tepat dihadapan Rissa. “Hemm.. berat sekali yah. Rumus Matematika.” 
Rissa menutup bukunya dan menatap tajam kearah Sam.
Sam bergidik ngeri akan tatapan Rissa yang tak biasanya. “Eh ada apa” tanyanya pura - pura tidak tahu apa yang terjadi.
“Apa maksudnya dari kencan buta kemarin Sam?” Rissa mendelik tajam.
“Eh.. hehehe.. apa maksudnya ya?” Sam mengalihkan pandangannya.
“Jawab pertanyaanku Sam? Kenapa pasanganku orang itu?”
“I..ii.tu hanya kebetulan saja kok. Memangnya kamu tidak suka ya?” ucap Sam tanpa dosa.
Air muka Rissa berubah drastis menjadi merah padam dan mencoba menyembunyikannya. “Apa maksudmu bicara seperti itu?”
“Pagiii… apa kabar Sam, Rissa?” sapa Inka yang menyeruak diantara jarak Sam dan Rissa.
‘Untunglah Inka datang’. Batin Sam Sambal mengelus dadanya dan sedikit menghela nafas.
“Kenapa kau terlihat lega sekali Sam, ada apa?” tanya Inka
Sam memberi isyarat pada Inka dengan tatapan matanya. Seakan Inka mengerti kejadian kemarin atas ide gila mereka terhadap Rissa. Inka hampir saja lupa dengan kencan buta yang mereka rencanakan untuk Rissa. “Aaahhh.. aku merasakan ada aura kegelapan disini ya. Dan terasa dingin menyeramkan..”
Rissa melirik kearah Inka.
“Aku belum sarapan, ayo kita kekantin!” Inka mengambil langkah perlahan dan sembari menaruh tas dimejanya. Diikuti dengan Sam yang ikut – ikutan bangkit dari kursinya.
Tatapan tajam dan menyeramkan Rissa tak putus dengan dua makhluk hidup itu.
“Ah, Rissa kami kekantin dulu ya.. daaahh..” seru Sam dan Inka meninggalkan Rissa ditempat.
“Haaahh…” keluh Rissa. Wajahnya kembali normal, “Apa – apaan mereka. Mau menghindari pertanyaanku ya?!” 


“Hey, apa yang akan kita jelaskan pada Rissa?” tanya Inka pada Sam yang sedang menyeruput susu stroberinya.
“Entahlah..” jawab ala kadarnya Sam.
“Kamu ini, selalu saja seperti itu. Ide gila ini kan berasal dari pemikiranmu!”
Sam menghentikan kegiatannya, “Hey, tolong diralat yah. Ini ide gila kita berdua.” Sam menghela nafas, “Bukankah kita hanya ingin tau bagaimana perasaan Rissa pada Renal? Kenapa kita tidak mengatakan hal itu saja padanya.”
Inka tengah berpikir dan mengangguk – angguk pernyataan Sam berusan. “Kurasa itu adalah hal yang benar.”
“Karena dia terlalu tertutup mengenai perasaannya membuatku gemas.”
“Lalu bagaimana dengan Renal sendiri?”
Sam terdiam sejenak. “Apa kita mesti minta keterangan darinya?”
“Kurasa. Karena hal ini begitu mengganjal pikiranku sejak kemarin.”
“Hn? Kenapa?”
“Coba kamu pikir, kenapa Renal tidak melakukan apa yang kita tulis pada kertas yang kita berikan?”
“Terlalu banyak.”
“Dasar bodoh!” genggaman tangan kanan Inka mendarat mulus dikepala Sam.
“Uuhhh.. sakit tau..” Sam meringis mengelus puncak kepalanya.
Inka mengalihkan pandangannya keminuman yang ia pesan sejak tadi dan menyeruputnya disana. “Kamu ini kadang pintar terkadang juga bodoh.”
“Lalu apa yang membuatmu mengganjal Inka yang pintarr…” cibir Sam kesal.
“Aku rasa Renal mempunyai niat tertentu pada Rissa.”
Sam hanya mengangguk – angguk. “Bisa jadi.”
“Atau Renal punya perasaan pada Rissa?”
“Apa? Itu tidak mungkin. Kamu tau kan Yuko selalu menempel padanya. Dan Yuko lebih cantik dibanding Rissa, jadi tidak mungkin Renal berpaling dari Yuko.”
“Tapi Yuko bukan pacarnya Renal. Dia hanya seorang penggemar autis yang tergila – gila pada Renal.”
“Kamu ini, bicara seperti itu jangan kencang – kencang. Nanti ada yang dengar, bisa bahaya.”
“Ups..!” Inka membungkam mulutnya dan melihat sekeliling kantin, khawatir ada yang mendengar pembicaraannya.
“Jadi nanti pada jam istirahat, kita harus coba berbicara pada Renal.”
“Ya kurasa harus begitu.”
“Ya sudah, habiskan susumu itu. Kita kembali kekelas.”
Inka mengangguk – angguk. Dan meneguk cepat susu digelasnya.
Tanpa mereka sadari sejak tadi ada yang mendengar percakapan mereka dengan senyum sinisnya.
***

“Kamu pasti tidak mengira Yuko dengan informasi yang baru aku dapatkan pagi ini.” Ucap Mina mengambil posisi duduk dihadapan Yuko.
Yuko menutup buku yang ia baca barusan, “Informasi apa?”
“Kamu pasti tidak akan menyangka.”
“Apa maksudmu, sudah jelaskanlah. Jangan berbelit – belit seperti itu.”
“Aku mendengar sesuatu mengenai Renal dengan gadis aneh itu.”
“Apa?”
Mina mengangguk, “Yang aku dengar sepertinya Renal ada perasaan pada gadis itu dan bahkan sebaliknya.”
Yuko memalingkan wajahnya yang merah padam, “Tidak mungkin.”
“Tapi aku mendengarkan hal itu dari informan yang sangat akurat. Kedua temannya sepertinya membuat ide khusus untuk mendekatkan gadis itu dengan Renal.”
Yuko menggeretakkan giginya.
“Lalu apa kamu akan diam saja Yuko.”
“Tentu saja tidak Mina. Tapi yang jelas aku tidak akan bermain kasar, aku akan bermain dengan halus. Kamu lihat saja nanti.”

Renal tengah berdiam diri dipinggir pembatas tembok lantai 2 kelasnya. Ia tengah memikirkan kejadian kemarin dengan Rissa. Terkadang ia menyunggingkan senyumannya. Lamunannya buyar ketika salah satu temannya menepuk bahunya dari belakang.
“Hoyy.. pagi – pagi sudah senyum – senyum sendiri. Ada apa?” tanya Adrian.
“Oh.. tidak apa – apa kok.”
“Hemm.. sedang memikirkan seseorang yah..” pojoknya.
“Apa sih.”
“Kamu sedang memikirkan Yuko?” selidiknya.
Renal menoleh kearah Adrian, “Yuko? Apa maksudmu?”
“Bukankah Yuko selalu ada disampingmu setiap kamu berada.”
“Hn? Kamu terlalu berlebihan.”
“Apa kamu tidak ada perasaan padanya?”
“Perasaan apa? Kami hanya sekedar teman.”
“Kamu menganggapnya seperti itu? Padahal kalau dilihat Yuko selalu mencoba mengambil perhatianmu.”
“Kamu menganggapnya seperti itu heh?”
Adrian mengangguk pasti.
“Hahaaaa… yang jelas aku tidak punya perasaan apa – apa padanya. Kami hanya berteman saja.”
“Hati – hati dengan ucapanmu itu, bisa saja kamu akan jatuh cinta padanya.”
“Kenapa kamu begitu yakin?”
“Ya.. karena Yuko memang gadis cantik disekolah kita dan dia adalah indo jepang pula.”
“Hey, masalah hati itu tidak cukup dengan paras cantik saja. Tapi lebih kepada apa yang kita rasakan. Lagipula sudah ada gadis lain yang mencuri perhatianku.”
“Hah? Kamu sudah mulai naksir seseorang?”
“Hanya tertarik tidak lebih.”
“Kamu ini. Terlalu jual mahal.”
“Biar saja. Aku hanya ingin mencari yang benar – benar cocok denganku saja kok. Ah… sudahlah bicara apa sih kamu ini, ayo masuk kelas jam pelajaran akan segera dimulai.”
Adrian terdiam dan mengikuti ajakan Renal.
***

“Kamu yang bernama Rissa?” tanya kedua orang siswi tepat berada didepan pintu kelas Rissa. Saat Rissa akan keluar kelas ketika terdengar suara bel istirahat berbunyi. Rissa berniat menyusul kedua temannya yang lebih dulu keluar terburu – buru.
“Iya, aku Rissa. Ada apa ya?”
“Kamu dipanggil Pak Sidik diruangan persiapan.” Jawab siswi berambut panjang itu.
“Pak Sidik?”
“Iya guru olahraga.”
“Iya aku tau, tapi ada apa ya?”
“Kami tidak tau, tadi kami hanya disuruh menyampaikan saja.”
“Oh, baiklah aku akan kesana. Terima kasih ya.”
“Oke. Sama – Sama.” Kedua siswi itu berlalu dari kelas Rissa.
Rissa berjalan menuju ruang persiapan yang berada dilantai 3 tepat berada diujung lorong. “Ada apa ya Pak Sidik memanggilku? Tumben sekali.”
“Rissa!!” seseorang memanggil dari arah belakang.
Rissa menoleh kesumber suara, “Ah, Dila ada apa?”
“Apa kamu melihat Sonia?” tanya Dila teman sekelasnya yang kebetulan bertemu dengan Rissa dilantai 3.
“Aku tidak melihatnya, memangnya ada apa?”
“Walikelas kita memanggilnya, tadi ada yang melihat dia kelantai 3 mengambil flashdisk yang tertinggal Jumat lalu diruang komputer.”
Rissa menggelengkan kepalanya.
“Hem.. begitu ya. Eh, kamu mau kemana?”
“Aku dipanggil Pak Sidik keruang persiapan.”
“Ke ruang persiapan yang diujung lorong sana?”
“Iya.”
“Ada apa memangnya?”
“Aku juga tidak tau, makanya aku harus kesana.”
“Oh, kalau begitu aku duluan yah.” Pamit Dila.
Rissa mengangguk dan melanjutkan langkahnya kembali. Setelah Sampai didepan ruang persiapan, ia setengah ragu untuk masuk kedalamnya. Pasalnya ruangan itu sangat gelap dan banyak barang – barang tak terpakai didalamnya. Membuat suasana ruangan itu menjadi menyeramkan.
Rissa memegang kenop pintu yang tidak terkunci itu, “Ah tidak terkunci, mungkin Pak Sidik ada didalam.” Kemudian ia masuk kedalam dan tiba – tiba, ‘blam’ pintu tertutup dari luar. “Ah,, kok pintunya tertutup. Tolong dibuka, disini sangat gelap.. tolong dibuka. Hey siapa yang mengunci pintunya!” Rissa mengedor – gedor pintunya dengan sekuat tenaga, namun nihil tak seorangpun yang mendengar suara teriakan Rissa. Karena ruangan tersebut berada sangat diujung lorong lantai 3 dan tak mungkin terdengar di ruangan lain.
“Ada apa ini? Kenapa tidak ada siapapun disini. Tidak ada Pak Sidik disini. Aku dikerjai oleh seseorang.” Ucapnya sedikit gemetar.
Rissa mencoba mengedor – gedor pintunya kembali berharap ada yang menolongnya.
***

“Ada apa kalian memanggilku disini?” tanya Renal yang sudah berada ditaman belakang sekolah.
“Begini, kami ingin menanyakan sesuatu padamu.” Jawab Inka.
“Langsung saja, kemarin waktu kamu melakukan kencan buta dengan Rissa. Kamu tidak melakukan sesuatu sesuai list yang kami buat. Apa kamu punya rencana sendiri.” Ucap Sam.
“Tentu saja tidak. Aku hanya malas, terlalu banyak dan terlalu berbelit – belit kegiatan kencan buta kalian. Jadi tidak menarik buatku.”
“Hn?”
“Jadi setelah kamu mengajak Rissa ke arena bermain, apa yang kamu lakukan?” tanya Inka.
“Ia meminta untuk pulang kerumah. Dan setelah itu aku antar dia kerumah.”
“Hanya itu?”
Renal mengangguk.
“Kami tidak percaya.”
“Apa aku terlihat menyembunyikan sesuatu?”
Inka dan Sam memperhatikan mimik wajah Renal dengan sekSama.
“Apa kamu tidak menanyakan perasaannya?” tanya Sam.
“Hemm.. kurasa sempat ketika aku antar dia pulang.”
“Lalu apa jawabannya.” Sam antusias ingin mendengar jawaban Renal.
“Dia tidak menjawab.”
“Hah?”
“Hanya saja, wajahnya memerah pada saat aku bertanya ‘bagaimana perasaanmu kencan denganku?’ kurasa itu tandanya ia malu mengatakan bahwa ia senang.”
“Bukan itu yang kami maksud!” seru Inka kecewa.
“Lalu?”
“Maksudnya perasaannya padamu, apakah benar ia menyukaimu atau tidak?” jelas Inka.
“Oh… tidak.. karena bagiku itu tidak begitu penting.”
“Ihh.. kamu ini, katanya ingin membantu kami untuk mengetahui perasaannya padamu.” Protes Sam.
“Awalnya seperti itu, tapi kurasa itu terlalu vulgar untuk ditanyakan. Biarkanlah perlahan ia menyadari perasaannya padaku. Itupun jika memang benar.”
“Kamu ini memang mempunyai rencana tersendiri!” delik Sam.
“Hahahhaa.. apa – apaan sih kalian. Ini berjalan mengalir begitu saja kok..”
Inka menghela nafasnya, “Lalu apa yang mesti kita jelaskan kepada Rissa, Sam?”
Sam masih kesal dengan tingkah cuek dari Renal tersebut, “Kita katakan saja sejujurnya.” Ucapnya. “Aku merasakan aura iblis disini, tak kusangka seseorang dihadapanku ini tidak menghargai perasaan orang lain. Terlebih lagi mungkin karena ia merasa kalau ia itu tampan dan pintar sehingga dengan sombongnya ia melakukan ini kepada kita dan teman kita. Kurasa ini hanya kesenangan semata untuknya, hanya untuk mencari kesibukan dari hari – hari sibuknya menjadi orang yang populer.” Sinisnya Sambal memandang kesal kearah Renal.
Renal hanya mengangkat kedua alisnya.
“Kamu ini bicara apa sih?”
“Sudahlah Ka, kita buang – buang waktu saja. Ayo kita cari Rissa dan mengatakan padanya kalau ia sudah salah menyukai seseorang.” Sam merangkul Inka untuk pergi dari sana.
Renal terlihat bingung dengan tingkah Sam barusan. Ada sebuah penolakan dari pernyataan Renal yang sebenarnya untuk Rissa.

***

tbc

Cerbung fantasi : The World of Dreams and Two Pendants - chapter 3

The world of dreams and two pendants
Chapter 3


Genre : Fantasi, romance

This first i'am writing for a story about fantasy..
Just for my hoby for read a comic and watch a anime movie..

Happy reading and sorry for typo.. ^^
And don't plagiat!

Previous Chap 12

*********************************************************************************

Dia berjalan tegap di depanku, aku menunduk dalam menahan rasa hangat yang ada dikedua pipiku.
"Erhmm..." dia berdehem dan menghentikan langkahnya.
Aku menatap punggungnya dan menunggu apa yang ia akan lakukan. Dia memperhatikan area sekitar, pasalnya saat ini kami berada dipersimpangan jalan. sepertinya ia tengah memikirkan jalan mana yang harus dilalui. Aku memperhatikannya, wajah tirusnya nan putih itu membuat kedua mataku tak bosan menatapnya.
Dia berbalik menghadapku, kami beradu pandang.
"Ah.." aku membuang wajahku kearah lain karena malu.
Ku lihat sekilas ia sedikit terkejut akan reaksiku, "Hn?"
"Apa kau sudah memutuskan memilih jalan yang mana?" tanyaku untuk mengalihkan.
"Umm.. kurasa ambil jalan yang kanan." jawabnya.
"Baiklah." Aku sengaja berjalan duluan. Aku tidak mau ia melihat wajahku merona akan pertemuan kedua mata kami tadi.
"Eh?" bingungnya. Lalu ia berjalan dibelakangku.

Sepanjang perjalanan kami berdua terdiam, hanya terdengar suara decit - decit binatang kecil dihutan yang berada diantara kami. Beberapa juga ada suara kepakan sayap burung terbang.
"Ouch.." kakiku terasa nyeri, mungkin terlalu lama berjalan. Aku berhenti dan berjongkok memegang pergelangan kakiku.
"Kau tidak apa - apa? Apa masih terasa sakit?" tanyanya seketika mendengar keluhku. Ia berjongkok dihadapanku dan memeriksa luka terkilir dikakiku. Aku terdiam dengan sentuhannya.
Aku hanya mengangguk pelan. Entah kenapa jantungku berdetak sangat cepat.
"Sebaiknya kita beristirahat disini." tukasnya.
"Apa disini aman?" tanyaku.
"Kurasa. Apa kau masih kuat berjalan?"
Aku menunduk, aku tidak mau terlihat manja dengannya hanya karena rasa sakit dikakiku. "Kurasa bisa."
"Kau yakin?"
Aku mengangguk pelan dan ia membantu aku untuk berdiri.
“Kalau kau ingin beristirahat katakanlah.” Ucapnya dengan wajah datarnya. Aku mengangguk.
“Umm.. Zida apa kau tidak memiliki keluarga? Kenapa kau tinggal dihutan ini sendirian.”
“Orang tuaku sudah meninggal. Aku anak tunggal. Sejak umur 5 tahun aku tinggal bersama kakekku.” Jawabnya dengan ekspresi datar.
“Apa kakekmu masih hidup?”
Dia menundukkan kepalanya, “Dia sudah meninggal 1 tahun yang lalu.”
“Ah.. aku minta maaf sudah bertanya seperti itu.”
“Tidak apa.” Dia menenggakkan kepalanya kembali.
Aku terdiam sesaat, “Jadi kau ini sebenarnya dari mana?”
“Aku dari Desa Goholy.”
Hn? Aku baru dengar desa itu?”
“Tentu saja, mungkin kau bukan penduduk yang tinggal disekitar sini.”
“Hmm.. Itu desa apa?”
“Desa para penyihir putih.”
“Hah? Penyihir?”
Dia mengangguk, “Kau baru dengar?”
“Iya. Tapi aku tidak mengerti. Memangnya ada yang seperti itu didunia ini?”
“Desa itu dibangun oleh kakek moyangku beratus tahun lalu.” Dia menghentikan langkahnya dan berbalik. “Sebaiknya kita istirahat dulu. Aku khawatir dengan keadaan kakimu.”
Aku tertegun, “Ah iya.” Aku mengambil tempat dipinggir pohon yang rindang itu.
Dia duduk diseberangku. Dia terlihat menghela nafasnya.
“Apa saat ini desa itu masih ada?”
“Tidak, desa itu sudah hancur sejak 20 tahun yang lalu. Kebetulan kakekku adalah pengembara. Jadi kami suka berpindah tempat sejak orang tuaku meninggal.”
“Umm.. Kalau boleh aku tau kenapa desamu hancur dan apa yang terjadi?”
“Kakekku pernah mengatakannya padaku. Dulu desa itu tenang dan damai semenjak penyihir hitam dan penyihir putih hidup berpisah dengan kesepakatan yang mereka buat. Pernah suatu kala di Desa Vilstain yaitu desa para penyihir hitam dikuasai oleh seorang wanita. Ia memiliki kekuatan melebihi pemimpinnya. Bahkan ia membuat ramuan untuk tetap hidup abadi. Ia diangkat sebagai Ratu desa itu. Semua keinginannya harus terpenuhi. Dan ia mempunyai ambisi yaitu memusnahkan desa Goholy dan para penyihirnya tanpa tersisa.”
“Oh seperti itu.” Aku mencerna perkataannya. Walaupun aku belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi saat ini padaku. Ini begitu aneh dan terasa nyata. Tapi seingatku aku tidak pernah tau apa itu desa penyihir ataupun penyihir.
“Jadi apa kau ini penyihir juga? Dan kau tinggal bersama kakekmu ketika desamu diserang oleh penyihir hitam itu kan?”
“Hn? Bukan aku bukan penyihir. Aku memang lahir didesa itu dan kedua orangtuaku adalah seorang penyihir putih. Tapi aku tidak suka dengan sihir. Maka aku tidak ingin belajar sihir.” Dia terdiam. “Ya kedua orang tuaku meninggal saat desaku diserang oleh para penyihir hitam.”
“Apa kau melihat kedua orang tuamu saat itu?”
“Tidak, terakhir kali aku melihat mereka saat ketika bangun dari tidur siangku. Aku terkejut saat itu. Kedua orang tuaku sangat tergesa – gesa mengajakku pergi dari desa. Awalnya kami berhasil menyelematkan diri tapi… ayah dan ibuku tidak bisa melihat penyerangan didesanya tanpa ada yang mereka lakukan. Aku ditinggal disuatu tempat sampai aku menunggu kedatangan mereka. Tapi mereka tidak kunjung datang. Setelah itu ada seorang kakek menjemputku, dia adalah kakekku.” Ucapnya datar.
“Ah.. maaf aku terlalu banyak tanya.” Aku jadi tidak enak hati bertanya terus menerus. Tapi ini harus kulakukan agar aku tau kenapa aku bisa didunia ini.
“Tidak apa – apa. Aku baru kali ini bisa berbicara banyak dengan orang lain selain dengan kakekku.”
“Apa masih ada yang selamat dari kejadian itu?”
“Ya, hanya sebagian kecil. Sejak saat itu penyihir – penyihir putih yang selamat terus dicari keberadaannya oleh ratu desa vilstain itu. Dan mereka dibunuh satu persatu.”
“Apa? Kejam sekali.”
“Ah, aku ingat. Aku masih memiliki seorang sepupu laki – laki lebih muda dariku dan seorang paman. Tapi aku sudah lama tidak bertemu dengan mereka.”
Aku bingung harus bicara apa lagi. “Ah.. kau tau keberadaan sepupumu itu?”
Dia menggelengkan kepalanya. “Ah.. sebaiknya aku mencarikanmu makanan.”
“Eh. Tidak usah.” Aku menolaknya.
“Hn?”
“Kita mencarinya bersama. Aku tidak mau merepotkanmu.” Aku tersenyum padanya.
“Baiklah.”
***

“Hey aku katakan sekali lagi. Lepaskan gadis itu!” serunya dengan tatapan tajam.
“Hooo.. kau anak muda. Berani satu langkah saja. Aku tidak akan segan – segan menyayat leher mulus gadis ini dihadapanmu.”
“Ck..” Fazi terlihat geram.
Aku menahan sakit dibahuku. Tenaga orang bertopeng ini kuat sekali, aku sampai tidak bisa bernafas.
“Ada urusan apa kau dengan gadis itu?” tanya Fazi.
“Hem.. ini semua bukan urusanmu.” Ucapnya dengan suara mengejek.
Mereka saling pandang dengan tatapan tajam tanpa ada yang bergerak satu sama lain.
“Hah..” Fazi menghela nafasnya dan menurunkan pedang yang ia hunuskan kedepan tadi.
“Eh?” ucapku.
“Kau ini susah sekali ya.” Fazi melangkahkan kakinya menghampiri kami.
“Hey! Sudah kukatakan jangan mendekat!”
“Hoi… Santai saja. Aku tidak ingin berkelahi denganmu.”
“Apa? Apa yang kau katakan.”
“Hey, apa kau yakin akan menculik gadis ini. Apa kau tidak akan menyesal?” Fazi seakan menyiyir dihadapan laki – laki bertopeng yang menyekapku ini.
“Apa maksudmu?”
“Ya sudahlah. Aku tidak mau ikut campur. Bawa saja kalau kau mau.” Fazi membalikkan badannya hendak pergi.
Aku terkejut dengan sikapnya itu. Apa aku tidak akan diselamatkan olehnya?
Fazi menghentikan langkahnya, “Dia itu gadis yang pemarah, makannya sangat banyak. Kau pasti akan bosan berurusan dengan gadis aneh itu.”
Aku mengernyitkan dahiku. Apa maksudnya?? Dia ingin membuat aku marah dengan kata – katanya itu.
“Dia itu suka sekali bicara. Banyak hal yang bicarakan. Aku saja bosan mendengarkan. Dan kalau kelaparan dia akan merengek seperti anak kecil. Apa kau sanggup dengan kelakuannya seperti itu?”
“Hem…” orang bertopeng itu menyeringai dibalik topengnya. “Jadi kau sudah tidak butuh dia kan?”
“Ambillah..” dengan cueknya.
Belum sempat penculik itu berkata, hawa kemarahanku seperti meluap dan ingin meledak. Apa – apaan itu, mengata – ngataiku seperti itu. Wajahku memanas seketika.
“Apa kau bilang!!!!” aku tidak peduli akan tajamnya pedang yang menyilang dileherku. Ku sikut perut penculik itu kuat – kuat. Dan berhasil ia tersungkur kesakitan, seketika aku mempercepat langkahku menghampiri Fazi dengan amarahku yang meluap – luap.
Fazi yang tak sengaja menoleh kearahku terlihat terkejut dengan sikap garang yang aku miliki. Ia nampak ketakutan dilihat dari iris mata birunya itu.
“Kenapa kau mengatakan hal yang jelek seperti itu hah!” kerah bajunya kutarik dihadapanku dan kurasakan ia hampir tercekik.
“Ukh.. hey lepaskan aku dulu. Memang kenyataannya seperti itu kan?”
“APA?!!!!! Akan ku pastikan kau akan musnah ditanganku hey ksatria abal – abal!”
Fazi berusaha melepaskan cengkraman tanganku dan kabur dari tempat itu, aku yang tidak tinggal diam mengejarnya hingga aku bisa menangkapnya. “Jangan kabur kauuuu!!!!!!!!!!!!”

Sang penculik bertopeng itu tengah menahan sakit dibagian dadanya yang disikut oleh Ina. “Sial ini sangat memalukan. Hampir saja aku bisa mengambil liontin dari gadis itu. Ternyata dia lebih kuat dari yang aku bayangkan. Ukh..”
***

tbc

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...