Rabu, 02 Desember 2015

CERPEN : A LONER

A LONER



Suatu cerita fiksi yang terinspirasi dari sebuah lagu yang aku suka ^^
Lagu ini benar - benar menyentuh hati, bahkan suatu hari aku sampai terenyuh dan meneteskan air mata...
Biarkan itu berlebihan, tak apalah. aku hanya mencoba mengembangkan apa yang aku suka dan menjadi kebiasaanku.

But, semoga yang membaca suka ceritanya dan mudah - mudahan karyaku gak aneh.. 

Happy for reading  ^^

********************************************************************************



Jalan ini terlalu rapuh bukan begitu?
Perasaan ini yang terlalu ringan. Aku mencari jawaban untuk ini semua. Tapi semua itu menghilang ketika fajar tiba. Jalan ini, yang menghalangi langkahku. Cahaya bintang ini yang menuntunku.

Pukul 06.00 pagi, aku melangkahkah kakiku menuju ujung jalan disana. Menunggu sebuah angkutan umum yang mengantarkanku ke sekolah. Aku berpikir, apa aku harus berpura - pura untuk tidak terjadi apa - apa?. Kenapa aku tidak menjadi diriku sendiri hanya karena aku takut akan kesendirian?. Kalau memang itu adalah kepribadianku, kenapa aku harus mengelak?.

"Huh," Aku menghela nafas ketika gerbang sekolah sudah terlihat. aku mempercepat langkahku mendahului deringan bel sekolah menandakan bahwa gerbang akan ditutup dan waktunya belajar dimulai.

'Membosankan.' aku tengah memperhatikan kegiatan asyik mereka, teman - teman sekelasku. Ku mainkan pulpen yang ada dijariku, bosan? aku menopang pipi kiriku dimeja. Bibirku terkatup rapat, kedua bola mataku terpaku pada suasana yang ada didepanku. Dia beserta geng-nya bersenda gurau. 'Cih! munafik!' aku memalingkan wajahku dan berdiri untuk keluar kelas.

Aku berjalan menuju kantin, hanya untuk mencari sesuatu yang bisa ku makan. 'Ramai' gumamku dalam hati. 
"Bu, roti coklatnya satu." ucapku dan menunggu giliran dari pesanan anak - anak yang lain. Aku mencari tempat untuk duduk, aku menghampiri bangku kosong itu.

"Hahaha.. masa sih seperti itu?"
"Iya tau, kamu sih gak ada kemarin. padahal seru deh."
"Bisa - bisanya ya dia melabrak anak itu terang - terangan?"
"Hem.. begitulah namanya juga cinta, kalau pacarnya diganggu ya bertindaklah dia.. hahaaa..."
"Eh aku pesen roti dulu ya, kalian mau apa?"
"Apa aja deh. Samain aja."
"Oke."

'Sekelompok geng anak perempuan yang suka menggosip.' aku menatap malas kearah mereka. Aku menoleh kearah lain, disana terlihat sepasang remaja tengah bermesraan. 'Menjijikan! bisa - bisanya mereka melakukan itu didepan semua orang disini! memalukan.' Aku beranjak dari bangku dan menghampiri Ibu penjual Roti.
"Ini uangnya Bu, terima kasih." ucapku sambil memberikan uang.
"Ah iya Neng, sama - sama." ucapnya ketika menerima uang dariku dan memberikan sebungkus roti pesanananku.
Aku berjalan menuju tempat yang sepi, Ya. aku suka dengan kesendirian.

Aku mengunyah roti yang telah kuberi, aku duduk sendiri didepan kelas yang tidak terpakai.
'Kenapa mereka berbuat seperti itu? Apa bagusnya membicarakan orang lain? dan apa bagusnya memperlihatkan hal - hal yang tidak penting seperti tadi.' gumamku dalam hati.
"Huh,, tidak adakah yang menarik dalam hidup ini?" tanyaku dan aku berdiri ketika deringan bel istirahat telah selesai.

***

Hey, katakanlah padaku. Kemana aku harus melangkah? meskipun itu sangat jauh dan meskipun aku akan hancur. Aku akan menunggu pada nasib baik, karena ini adalah takdir. Lihat, aku yang kecil ini bahkan tidak sanggup berbicara. Gelombang ombak didepanku menggaum keras, tapi lautan ini akan membelah. Kemudian memberiku sebuah jalan.

"Hey, apa kamu bernama Azwa?" sapa siswa laki - laki menghampiri dan berdiri disampingku. Aku menoleh kearahnya dan mengangguk.
Dia mendudukan diri disampingku dan menyeruput minuman ditangan kanannya. "Syukurlah akhirnya aku bisa bertemu denganmu." ucapnya menampilkan sebuah senyuman.
Aku terdiam dan tak mengerti apa yang dia maksud. Aku tidak mengenalnya dan tak perlu tau.
Dia memperhatikanku dari samping, aku menoleh cepat kearahnya 'Penganggu' umpatku dalam hati. Mata kami bertemu.
Dia terkejut akan reaksiku, "Ah, maaf." lagi - lagi ia menampilkan senyumnya. Aku menatapnya sebentar dan kembali lagi pada sebungkus roti yang telah ku beli tadi. Dengan perlahan dan menatap lurus kedepan aku mengunyah makananku.
"Kamu biasa sendirian ya?"
'Apa sih maksudnya orang ini.' aku berdiri berencana pergi dari hadapannya namun dia menahanku dengan mengenggam tangan kiriku.
Aku menatapnya tajam, lebih kearah tangannya yang ada di pergelangan tangan kiriku. 'Lepas'. protesku dalam hati. Seakan ia mengerti dan melepaskan tangannya.
"Ah, maaf ya. Mungkin kamu merasa terganggu dengan kehadiranku." kemudian ia berdiri dengan menghadapku. "Hemm.. namaku Andra. Senang bertemu denganmu." ucapnya tersenyum, "Walaupun kamu tidak ingat aku, tapi tak apa lah. oke, kalau begitu sampai bertemu besok. Dah." ia pamit dan melangkah kakinya.
"Huft.." aku menghela nafas lega. "Apa - apaan sih orang itu, menganggu saja."

Sudah seminggu ini, Andra laki - laki yang menyapaku tempo hari. Sering menemuiku dan ia bahkan tau tempat favoritku untuk makan roti. Awalnya aku merasa terganggu dengannya, tapi ia tidak pernah tersinggung dengan sikap dinginku. Aku tidak terbiasa tegur sapa sejak awal masuk sekolah SMA, sejak aku dikhianati oleh sahabatku sendiri.
"Kau mau ini Azwa?" tawarnya dengan sandwich yang kala itu kelihatan enak. Aku melihatnya sekilas dan menggelengkan kepala. Sekilas aku melihat seburat kekecewaan disana.
"Eh," ia terkejut saat aku mengambil sandwich itu ditangannya secara tiba - tiba. Ia menjadi tersenyum lebar dan memakan sandwich yang lain ditangannya.

Aku masuk kedalam kelas dan memulai pelajaran berikutnya. Ah, sekarang aku memiliki seorang teman. Tidak! bukan teman tapi pengikut. "Haaa.." tak sengaja aku tertawa dan hal itu menarik perhatian teman sekelasku. Aku langsung terdiam kembali dan memperhatikan guru didepan.

Ini sudah minggu ketiga dan dia tidak bosannya berbicara padaku. Padahal aku tidak menghiraukannya, 'Apakah ia tidak sakit hati?' tanyaku dalam hati, aku menopang daguku dan itu menarik perhatiannya.
"Eh, apa kamu bosan dengan celotehanku?" tanyanya. Aku menggelengkan kepala.
Terlihat wajahnya yang begitu lega, "Aku kira.. heheee..." dia terkekeh.
Aku menoleh kearahnya dan menatapnya. Ia gugup dan salah tingkah. Wajahnya berubah menjadi sedikit merah. Aku menaruh punggung tangan kananku didahinya untuk memastikan ia tidak sakit, karena wajahnya berubah menjadi merah.
"Ah, aku tidak apa - apa." Ia melepaskan tanganku didahinya dan ia menunduk menyembunyikan wajahnya. "Aku permisi dulu yah. Sampai bertemu besok." ia berlari meninggalkanku. 
Aku hanya menghela nafas, "Syukurlah, aku kira dia sakit." ucapku pelan.

Aku berjalan menuju kantin sendirian dan seperti biasa aku memesan roti coklat disana.
"Eh, aku dengar Andra berteman dengan gadis pendiam itu ya?"
"Ah, iya sepertinya sih seperti itu."
"Apa istimewanya ya gadis pendiam itu? gadis penyendiri seperti itu apa asyiknya."
"Aku juga jarang melihat ia berbicara."
"Apa dia bisu?"
"Aku tidak tau."
"Tapi kalau dilihat Andra begitu nyaman berteman dengannya."
"Hah, paling itu hanya sebagai pelarian saja."
"Apa maksudmu?"
"Semenjak kedua orang tuanya bercerai, ia terlihat sangat kacau. Tapi suatu hari aku melihatnya dengan wajah gembira. Dan ternyata ia berteman dengan gadis itu?"
"Hmmm.. begitu."

Aku mendengar percakapan mereka, 'Ah, mungkin mereka adalah teman sekelasnya Andra?' tanyaku diam tanpa suara. Aku terkejut, Andra telah duduk didepan kelas yang tak terpakai itu, ia menyembunyikan wajahnya diantara dua lututnya dengan ditumpu lipatan kedua tangannya.
"Kenapa dia?" tanyaku.
Aku duduk disampingnya dan kurasa ia menyadari kedatanganku. Ia menenggakkan wajahnya dan menoleh kearahku.
Aku menawarkan roti kepadanya, namun ia menggelengkan kepalanya. Aku menatap kedepan dan mengunyah rotiku, ia terus menatapku dari samping. Ia menaruh wajahnya ditumpuan kedua tangannya itu. Kami sama - sama terdiam dalam pikiran masing - masing.
"Kenapa kamu tidak bersuara?" tanyanya tiba - tiba masih dengan posisi yang sama. "Kenapa kamu suka sendirian?", "Kamu tidak bisu kan? aku ingin mendengar suaramu."
Aku terdiam dan kemudian menundukkan kepala. "Aku tidak bisu dan aku malas berbicara." ucapku pelan.
Ia terlihat terkejut dan menenggakkan tubuhnya, dan tersenyum "Aku senang bisa mendengar suaramu."
Aku menoleh kearahnya, "Kenapa?"
"Karena aku sudah lama menantinya."
"Apa maksudmu?"
"Kamu benar - benar tidak mengingatku ya?"
Aku menggelengkan kepala.
Dia tersenyum, "Sudah ku duga." ia menunduk, "Aku teman satu SMP denganmu."
"SMP?"
"Hahaa.. pasti kamu tidak mengenalku kan?" terkanya dengan wajah cerianya itu. "Aku temannya Rehan, kamu pasti kenal."
Tenggorokanku tercekat mendengar nama itu, orang yang membuat persahabatanku hancur. Hanya karena dia, sahabatku pergi meninggalkanku dan mengkhianatiku. Aku membuang wajahku didepannya, dia kaget.
"Ah, maaf kalau itu membuatmu..."
"Aku tidak mengenalnya." tegasku.
"Tapikan dia mengenalmu."
"Tapi aku tidak dan aku membencinya."
Andra tercengang dengan sikapku saat ini. Ia menghela nafasnya, "Maaf atas perkataanku hari ini. Tapi yang jelas aku benar - benar bersyukur bisa mendengar suaramu lagi."
Aku menoleh kearahnya.
"Dulu kamu adalah gadis yang riang dan berteman dengan siapapun, tapi karena suatu kejadian kamu menghilang. Aku tidak tau jika kita satu sekolah lagi disini, ketika aku bertemu denganmu sewaktu berpapasan ditoilet. Aku merasa ragu apakah itu kamu atau bukan?" ucapnya. "Aku mencari dimana kelasmu dan memastikan kalau itu benar kamu Azwa. Hingga suatu saat dimana aku mendapatkan masalah dan sempat melupakan niat untuk mencarimu disekolah ini."
'Masalah? apa perceraian orang tuannya yang dibicarakan temannya dikantin tadi?' gumamku dalam hati.
"Aku mendengar kabar yang tidak begitu mengenakan tentang dirimu. Kamu adalah gadis penyendiri dan pendiam. Kamu tidak memiliki teman dan tidak ada yang mau berteman denganmu. Aku ragu dengan kabar itu dan sampai pada akhirnya aku melihatmu berjalan kekantin dan duduk disana sendirian tanpa ada yang menyapa." jelasnya lagi. "Dan niatku itu muncul kembali saat aku tak sengaja bertemu denganmu disini."
Aku terdiam menatapnya, "Kenapa kamu begitu terhadapku?"
"Aku hanya.. aku hanya tak ingin kamu sendiri."
Aku tercengang dengan perkataannya, "Aku sudah biasa sendiri sejak masuk kesekolah ini. Aku tidak berniat sedikitpun untuk berteman dengan siapapun. Aku lebih suka dengan diriku yang sekarang."
"Kamu nyaman dengan kondisi seperti ini?"
"Kenapa tidak?"
"Ck.. Kamu berbohong."
"Berbohong apanya?"
"Kamu bohong, sebenarnya kamu tidak ingin sendirian kan? Sebenarnya kamu ingin bisa seperti yang lain. Kamu bukan orang seperti itu Azwa."
Kedua mataku membelakak sempurna, ucapannya langsung menusuk bagian terdalamku. Aku menundukkan kepala, kukepalkan kedua tanganku. 'Benarkah aku ini pembohong? benarkah aku ingin memiliki seorang teman? Teman? Teman apanya? Aku sudah muak dengan itu. Kepura - puraan!' aku memberontak dalam hati.

***

Suatu hari nanti kita pasti bisa menjadi kuat. Puncak bukit menjalari hawa dingin dan aku berjalan dengan kaki telanjang. Kemudian kau memberikan kehangatan, akahkah kau mendukungku? Kau yang selalu disampingku.
Aku yang tercipta untuk selalu sendiri, tapi nyatanya aku masih bisa bertemu denganmu.
Kau sangat mengenalku melebihi dari siapapun. Aku akan bangkit dan menghadapai semuanya.


Hari ini adalah hari terakhir ujian sekolah, aku merenggangkan kakiku yang terasa pegal. Aku melangkahkah kakiku keluar kelas sambil membawa tas selempangku yang kusangkutkan dibahu kananku.
"Azwa!" aku menoleh kebelakang dan terlihat Andra setengah berlari menghampiriku.
"Bagaimana ujiannya? Susah?" tanyanya
Aku menggelengkan kepalaku.
"Hey, kita sudah satu minggu tidak bertemu." ia mengerucutkan bibirnya, "Aku ingin mendengar suaramu." bisiknya ditelingaku dan itu membuatku terkejut.
Aku menghentikan langkahku dan menariknya kesuatu tempat.

"Hoooo... aku baru tau maksudmu mengajakku kemari. Agar orang lain tidak mendengar suaramu kan?" terkanya dengan wajah yang riang. Aku hanya diam menikmati semilir angin yang terhempas mengenai wajahku. Beberapa helai rambutku tengah bersaing memenuhi pipiku dan aku membiarkannya karena dengan ini aku merasa tenang.
Andra menatapku kagum, lebih kepada terpesona denganku. Ya, itu mungkin saja karena sejak tadi ia tidak berbicara hanya memandangiku saja.
"Kenapa memandangiku terus?" tanyaku yang sontak membuatnya malu.
"Eh, anu.. hehehee tidak ada apa - apa kok." ia menggaruk tengkuknya, mungkin gatal. "Hemm.. liburan sekolah kamu ada acara?"
Aku menggelengkan kepalaku.
"Bagaimana kalau kita jalan - jalan. Aku yakin kamu butuh refreshing karena sudah belajar satu minggu penuh menghadapi ujian ini."
"Kemana?"
"Kemana saja yang kamu mau."
"Benarkah?"
Ia mengangguk - angguk.
"Kenapa kamu begitu peduli padaku."
"Karena aku temanmu."
Aku menoleh kearahnya dan menatapnya dingin.
"Hey, jangan menatapku seperti itu. Aku bukan penjahat. Aku hanya berusaha untuk menjadi temanmu. Itu saja." jawabnya memalingkah wajahnya dariku.
Aku menggembungkan kedua pipiku dan menatap lurus kedepan. "Kamu aneh!"
"Eh, Aneh? kenapa?"
Aku menggelengkan kepalaku, 'Apa benar aku butuh seorang teman? Teman untuk apa?' aku terus berpikir sejak pembicaraan yang panjang kala itu.
"Azwa." panggilnya. Aku pun menoleh kearahnya. "Maaf kalau aku menganggumu, tapi aku ingin tau kenapa kamu menjadi seperti ini."
Aku terdiam dengan pertanyaannya. 'Saat awal masuk sekolah aku memang sudah pendiam dan menjauhi teman - teman yang lain. Entah apa yang aku rasakan saat itu, aku menjadi risih bersama mereka. Aku merasa geli melihat perilaku mereka, bercanda atau semacamnya. Bagiku itu hanya pura - pura saja, ketika temanmu tidak ada disampingmu pasti kamu akan dibicarakan oleh teman yang lain. Ketika kamu berselisih paham, pasti dia akan memusuhimu. Aku benar - benar tidak suka berteman.' ucapku dalam hati.
"Kenapa kamu diam? Kamu tidak mau jawab ya?" tanyanya, "Baiklah kalau begitu, biar aku saja yang menjadi temanmu. Oke. Aku tidak akan pernah pura - pura dan mengkhianatimu. Aku janji." Ia mengucapkannya dengan tenang dan santai bahkan ia menampilkan dua jari nya menandai kalau ia berjanji.
Aku tercengang dengan ucapannya dan kemudian aku merasa ingin tertawa melihat sikapnya. Aku menahan tawaku, menyembunyikan wajahku darinya.
"Eh, kamu kenapa? kalau mau tertawa, tertawa saja kenapa harus disembunyikan seperti itu." ucapnya dengan semangat. Aku menoleh kearahnya dan tersenyum kecil. Sedikit demi sedikit aku akan berusaha untuk bangkit dari kesendirianku walaupun tidak sepenuhnya, namun aku menghargai usahanya untuk berteman denganku.

***

Semua hal besar dan kesalahan, karena ketika bersamamu aku menjadi semakin kuat. Semua itu bukan hal besar yang harus aku takutkan. Hey, aku tidak ingin kehilanganmu. Sampai hari itu tiba, ketika sinar mampu menghapus awan gelap. Aku tidak akan mengatakan selamat tinggal, ketika terbentang banyak jalan didepanku.
Saat itu tiba, aku akan mengingat harapan ini. Perjalanan yang kita lalui bersama. Akan menjadi bukti kebersamaan kita


"Andra apa yang membuatmu berteman dengan gadis itu?" tanya seorang teman sekelas padanya.
"Hem, siapa? aku tidak mengerti"
"Hoi,, kami menanyakan kenapa kamu bisa berteman dengan gadis pendiam itu?"
"Oh, Azwa maksud kalian?"
Mereka mengangguk bersamaan.
"Hmmm..." Andra tengah berpikir. "Apa itu harus kalian ketahui?"
"Iya. Kan satu sekolah ini tidak ada yang berbicara padanya selain para guru dan Ibu kantin penjual roti. Itupun karena ia beli roti disana dan Ibu kantin hanya mengucapkan 'Sama - sama' udah."
"Dia teman satu SMP. Aku hanya ingin berteman dengannya lagi, itu saja."
"Hmmm...??"
"Ada apa? apa ada yang salah? kalau kalian ingin tau kenapa. Mengapa kalian tidak ikutan berteman dengannya saja hem?" Andra mengangkat kedua bahunya.
"Eh, kami? tidak! kami tidak mau berteman dengannya. Gadis pendiam seperti itu apa asyiknya dijadikan teman apalagi pacar ya gak?"
"Iya benar, betul tuh." ucap teman Andra yang lain.
"Ah.. kalau begitu bagus. Biar aku saja yang menjadi satu - satunya teman baginya. Biar tidak ada orang yang bersikap pamrih kepadanya." ucapnya kemudian meninggalkan teman sekelasnya dengan penuh tanda tanya.

Aku memandang langit nan biru hari ini, roti yang kubeli dikantin belum aku makan sedikitpun. Aku tengah memikirkan diriku sendiri. 'Apakah Andra adalah teman yang baik?' tanyaku.
"Hey, kenapa belum kamu makan rotinya." Andra sudah duduk disampingku.
Aku langsung memakan rotiku tanpa menawarnya. Dia mengerucutkan bibirnya lagi dan bagiku itu sangat lucu.
Dia bersenandung kecil dan terlihat sangat gembira, aku melihatnya dan memperhatikannya dari sudut mataku.
"Kamu suka musik apa Azwa?"
"Apa saja yang enak didengar."
"Kalau begitu mau mendengarkan musik bersama - sama? Kebetulan aku membawa earphone dan aku mau kau mendengarkan musik kesukaanku." ia mengambil earphone disaku seragamnya dan dipasangkan ditelinga kiriku.
Alunan musik yang lembut itu mengalun ditelingaku, lirik berbahasa jepang yang tidak aku ketahui artinya itu sangat membuatku tersentuh. Suara dari penyanyinya pun penuh pengkhayatan, seakan mereka bersedih dan mengharapkan sesuatu.
"Bagaimana apa kau suka lagunya?"
Aku mengangguk dan tersenyum kecil padanya. Aku tengah membiasakan diri untuk tersenyum padanya, ya hanya padanya.
"Kalau begitu apa mau aku share ke handphonemu?" tawarnya.
Aku memberikan ponselku dan mengaktifkan bluetooth disana. Lagu kesukaannya tertransfer ke dalam memory ponselku. Entah kenapa aku merasa senang bersamanya, dia yang berusaha untuk menjadi temanku dan berjanji untuk tidak menyakitiku. 


Liburan sekolah telah tiba, hari ini aku berencana pergi bersama Andra kesuatu tempat. Aku tidak tau Andra akan mengajaku kemana?.
Aku duduk dibangku halte bus, menunggu kedatangannya. Aku melihat jam ditanganku. Terlihat dari kejauhan, Andra tengak berlari menghampiriku.
"Hosh hosh.. maaf ya lama menunggu." maafnya.
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Ayo." ia menarik tanganku untuk menaiki bus yang sudah datang.

Semilir angin pantai bertiup menerpan wajah kami, kami berjalan - jalan dipinggi pantai.
"Maaf ya aku cuma bisa mengajakmu kesini." 
"Tidak apa kok. Aku senang."
"Syukurlah, karena ini pantai baru dan belum banyak orang tau tempat ini. Makanya aku mengajakmu kemari untuk melepaskan penat yang ada. Seperti ini." Andra berlari kecil didepanku dan merentangkan kedua tangannya setelah itu ia berteriak tidak jelas. Andra terlihat sangat lega dan sangat ceria.
Aku hanya melihatnya tanpa tau berbuat apa - apa.
"Azwa kesini." panggilnya, aku menghampirinya.
"Lihatlah laut didepan, terbentang sangat luas. Kita tidak tau seberapa luas lautan ini dan kita tidak tau dimana ujungnya. Kalau kita tidak mengukurnya sendiri."
Aku tidak mengerti apa maksud dari perkataannya itu. Dia menoleh kearahku dan tersenyum lebar.
"Kemari rentangkan tanganmu." ia memenggang pergelangan kedua tanganku dan merentangkannya, aku sungguh terkejut. Aku terdiam ketika ia membisikkan sesuatu ditelingaku dan aku rasa jarak kami terlalu dekat.
"Katakanlah apa yang kamu rasa, kalau tidak teriaklah agar bisa membuat hatimu lega." bisiknya.
Aku menarik nafasku dalam, 'Apa yang harus aku katakan?'. Andra berdiri dibelakangku, punggungku terasa hangat sekali. Jaraknya hanya sekitar 2 centimeter saja, aku merasakan degub jantungku cepat. "Aaaaahhhhhhh......................" Aku berteriak sekencang - kencangnya sampai semua yang ku tahan dihati ini habis tak bersisa.
Andra tersenyum lebar. Aku menoleh kebelakang, kewajahnya. Kedua mata kami bertemu, tatapan sendunya sangat terlihat jelas diiris mataku. Aku terdiam dan berbalik menghadapnya. Kami saling tatap tanpa berbicara sekalipun. Andra tersenyum kembali kepadaku, ia mendekatkan wajahnya dan berbisik ditelingaku, "Aku senang melihatmu seperti ini." ia menarik wajahnya kembali dan menarik tanganku untuk berlari dipinggir pantai bersama.

Andra tengah tertidur didalam bis, mungkin ia lelah karena tadi ia sangat aktif berlarian kesana kemari. Aku tersenyum mengingatnya, 'Ini sudah hal yang lama sekali ya. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.' gumamku.
Aku memandangi wajah teduh Andra disampingnya, entah apa yang menarik jariku untuk menyentuh pipinya yang mulus itu. "Kamu teman terbaik yang aku miliki sekarang, jadi jangan tinggalkan aku ya." bisikku ditelinganya. Entah ia mendengar atau tidak.
Namun tanganku ditahan olehnya, aku tertegun. "Aku tidak ingin kehilanganmu, Azwa." ucapnya pelan dan kemudian ia mengenggam tanganku saat itu. Aku tersenyum.

***

Karena kita selalu satu, apa yang akan kita katakan tentang apa yang kita capai?
Didepan ombak yang kembali berteriak, kita akan menghadapi semua kesulitan ini. Menghadapi dengan senyuman. Karena aku percaya kita pasti bisa menjadi kuat. Perasaan kita adalah satu, pasti bisa menjadi kuat

"Jadi orang tuamu bertengkar lagi?" tanyaku pada Andra yang saat itu tidak bersemangat.
Ia hanya menganggukkan kepala. "Aku tidak tau harus berbuat apa? Aku sudah bosan dengan ini."
Andra terlihat rapuh saat itu, beberapa hari setelah liburan sekolah. Andra tak lagi menelponku atau meng-sms ku, aku kira terjadi sesuatu padanya. Dan hari ini aku menemuinya dikelas dengan semua perhatian aneh dari teman - teman sekelasnya terhadapku. Tapi aku tidak memperdulikannya. Aku memanggil Andra dan mengajaknya ketempat biasa kami istirahat.
"Maaf kalau aku tidak memberikan kabar padamu kema...." ucapannya terputus saat aku memeluknya. 
"Aku tau. Kamu pasti ada masalah. Tidak usah khawatir kalau aku menganggapmu teman yang buruk. Itu tidak akan terjadi padamu." Aku melepaskan pelukanku dan melihat wajahnya saat ini menjadi merah.
"Ah, terima kasih atas pengertianmu." ia menundukkan kepalanya.
"Kita bisa berbagi pendapat bersama." ucapku menyemangatinya.
Dia menenggakkan wajahnya dan menatapku, dan mengangguk.
Aku tersenyum padanya, 'Dia teman yang baik, tulus dan tanpa pamrih. Dia yang membuka hatiku untuk tidak membenci orang lain, walaupun belum sepenuhnya aku memiliki seorang teman. Tapi setidaknya aku memiliki satu teman yang menerima dan tulus kepadaku.'

Tak terasa 3 tahun berlalu aku sekolah di SMA ini. Tidak banyak kenangan yang ku buat saat SMA. Saat ini adalah dimana hari terakhir aku bersekolah dan aku berniat meneruskan kuliah diluarkota.
"Azwa." sapa Andra tersenyum.
"Hei." sapaku balik kepadanya.
"Aku membawakan formulir pendaftaran di Universitas yang kamu bilang itu."
Aku terkejut dengan tindakannya, 'Apa dia benar - benar akan kuliah bersamaku disana?'. Aku mengambil formulir itu ditangannya. "Apa kamu mau mendaftarkan diuniversitas ini?"
Dia mengangguk senang, "Waktu itu kamu bilang kalau kamu ingin kulaih disana, kebetulan ada pamanku tinggal disana jadi aku minta diambilkan formulir dua lembar. Untukmu satu dan untukku satu."
"Ah," Aku terharu, adakah teman sebaik ini?
"Kita berjuang bersama hem?" ajaknya.
Aku mengangguk senang.

Entah kenapa aku memintanya untuk mengajakku kepantai ini lagi, desiran air pada pasir putih yang begitu berkilauan. Membuat aku kagum dan terpesona akan kilauannya.
"Kamu suka tempat ini?"
Aku mengangguk tanpa lepas dari tatapanku pada laut yang begitu luas itu.
Andra menoleh kearahku dan menatapku, tanpa ia tau sebenarnya aku senang bersamanya.
Dia mengusap - usap rambutku kasar, aku tertegun dengan sikapnya.
"Hah... sepertinya kamu sudah mulai melewati masa - masa sulitmu ya?"
"Hmm? Apa maksudmu?"
"Setidaknya kamu sudah bisa berbicara dan tertawa bersama orang lain."
Aku tersenyum, "Iya, walaupun hanya padamu aku melakukan hal itu. Tapi aku akan berusaha lebih lagi. Agar kamu tidak kecewa berteman denganku."
"Kamu tidak merasa risih lagi akan keramaian? atau dengan sekumpulan gadis - gadis penggosip?"
"Tidak, itu bukan urusanku."
"Kamu tidak merasa jijik dengan mereka yang bermesraan ditempat umum."
"Tidak, aku tidak akan melihatnya dan berkata apa - apa."
"Haha.. baguslah kalau begitu."
Aku terdiam dan memikirkan sesuatu yang sudah lama ingin aku tanyakan padanya.
"Hmm.. Andra boleh aku bertanya sesuatu padamu?"
"Hn? Apa?"
"Kenapa kamu begitu mengebu - gebu untuk berteman denganku saat itu. Padahal aku sudah mengacuhkanmu dalam waktu yang lama."
Andra terkejut dan sedikit bingung dengan apa yang aku tanyakan padanya. Ia menggaruk belakang kepalanya dan tersenyum tidak jelas. "Hehehe.. kenapa ya?"
Aku mengerucutkan bibirku kesal, tak lama ia menarik tangan kananku dan menaruhnya didada bidangnya itu. 
"Dari sini. Niatku untuk bertemanmu adalah dari sini. Hati kecilku mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk memiliki teman, entah ia pemalu, suka menyendiri, ataupun pernah melakukan kesalahan. Aku juga tidak suka terhadap orang yang menjudge orang lain hanya dari penghilatan luarnya saja, tapi mereka tidak mau mencari tau kebenarannya." jelasnya. Andra menghela nafasnya, "Kalau tidak ada yang memulainya, lalu siapa yang akan mengawalinya? Begitu juga denganmu Azwa, aku tau kau pernah melakukan kesalahan dan hal itu membuatmu menjadi seperti ini. Tapi akankah kamu terus berlarut dengan kondisi seperti ini?" 
Aku terdiam dan memikirkan perkataannya, memang benar adanya sepatutnya kita tidak harus men-judge orang lain hanya dari pemikiran diri kita sendiri.
"Perasaan kita adalah satu, pasti kita akan menjadi lebih kuat."
"Hn?"
"Hehehehe.. sudahlah lihatlah kedepan saja." Andra membalikkan tubuhku untuk menatap lautan luas yang terbentang disana. Menikmati setiap saat - saat bersama yang kami lalui hari ini.
"Andra?"
"Hmm?"
"Apa kamu menyukaiku?" tanyaku spontan tanpa membalikkan tubuhku.
Ia tersentak dan menghela nafasnya, "Hah.. aku ketahuan ya.. Hehehee..." ia menggaruk kepalanya lagi, "Yang jelas aku tidak ada maksud mendekatimu agar kamu tau bahwa aku memang menyukaimu." 
"Hmm.. begitukah?"
"Aku hanya ingin membantumu saja, karena aku merasa itu yang harus aku lakukan."
"Terima kasih."
"Sama - sama."
Dan hari ini adalah hari dimana kami bersepakat akan selalu bersama - sama dalam menghadapi semua kesulitan dan masalah tanpa harus ada kata pamrih.

***

END 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FF V - EUNHA (BTS X GFRIEND SHIPPER) - THE HANDSOME FREAK CHAPTER 6

The Handsome freak Chapter 6 Previous  1 ,  2 ,  3 ,  4 ,  5 Title : Fanfiction Chapter Genre : Romance, Comedy Ca...